Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

milanistilombokAvatar border
TS
milanistilombok
Aku... 13 Tahun Yang Lalu





ilustrasi : katakan.net


“Nak,,, Hidup di Tempat Orang itu gak mudah”

“Kamu Harus Bisa menyesuaikan diri dengan keadaan disana”

“Kamu harus bisa hemat dalam menggunakan uang”

“Rumahmu Jauh, Jadi kamu harus bisa mikir”

“Fokus ama Kuliahmu, Jangan Yang Lain”

“Jangan pernah lupakan Shalat”

“Makanmu harus teratur”

“Kalau kamu dah Sampai jangan lupa kirimi Ibu dan Bapakmu Surat”


Itulah sekelumit petuah bijak yang disampaikan oleh ibuku menjelang keberangkatanku ke tanah rantau untuk kuliah. Ini adalah pengalaman pertamaku jauh dari ibu dan bapakku. Sebagai anak bungsu yang manja aku merasakan sebuah ketakutan yang sangat karena memang aku tidak bisa jauh dari mereka. Saat kemah di Sekolah aja aku selalu ingin pulang, apalagi ini.. aku akan pergi dalam waktu yang cukup lama. Mungkin hanya satu atau dua kali aku akan pulang dalam setahun, itu juga kalau ada ongkos.

Aku lahir, tumbuh dan besar di sebuah kampong di Lombok. Aku adalah anak bungsu dari 5 bersaudara. Selepas SMA aku mendaftarkan diri untuk kuliah pada sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Malang, mengapa harus disana ? karena 2 dari kakakku adalah alumni disana. Aku jadi termotivasi untuk kuliah disana juga. Setelah mengikuti test akhirnya aku dinyatakan lulus, dan kini aku akan pergi kesana, meninggalkan ibu dan bapakku serta keluarga dan teman-temanku. Berat memang, namun ini adalah pilihan hidup untuk masa depanku.

Waktu menunjukkan pukul 08.30 WITA, Bis Malam yang akan aku naiki sudah menanti di depan, tepat jam 10.00 WITA nanti akan berangkat, aku masih duduk di bangku terminal diapit oleh Ibu dan Bapakku. Ibu terlihat sesekali mengusap air matanya, sementara bapak hanya diam. Aku tahu beliau sangat berat untuk berpisah dengan anak bungsu yang selalu membantunya di sawah, aku bisa membayangkan esok dan seterusnya bapak bakalan sendirian ke sawah. Aku segera beranjak untuk memindahkan barang-barangku ke bagasi bis, setelah mencium tangan kedua orantuaku aku segera beranjak untuk menaiki bis malam.

Waktu keberangkatan masih sekitar satu jam lagi, namun aku sengaja untuk naik lebih cepat supaya aku bisa menenangkan diri di tempat dudukku, semakin lama aku bersama kedua orantuaku tentu akan membuat perasaanku semakin tidak menentu. Orangtuaku pun tampaknya mengerti itu. Dari balik jendela tempat dudukku aku memandangi mereka, air mataku menetes namun aku berusaha untuk tetap tegar. Aku sudah tidak kuat lagi, segera tirai penutup jendela aku geser supaya aku tidak melihat ke luar lagi, aku masih saja menangis, ku coba untuk memejamkan mata, menghayal tentang apa yang akan aku jalani ke depannya di rantau, mencoba untuk tidak mengingat rumah, namun sulit sekali rasanya.

Tak Terasa Bis Malam yang aku tumpangi pun perlahan berjalan keluar dari terminal, ku coba untuk menengok keluar dengan menyingkap tirai, mencari dimana kedua orangtuaku, namun mereka sudah tidak tampak lagi, sepertinya mereka sudah naik angkutan untuk pulang. Ternyata seperti ini rasanya pergi meninggalkan rumah dan orang yang kita sayangi. Dibutuhkan waktu sekitar 20 jam untuk sampai di Malang, perjalanan yang sangat panjang, apalagi akan ada 2 kali penyebrangan laut. Selama perjalanan aku mencoba untuk tidur namun sulit sekali rasanya, bukan apa-apa, teman dudukku adalah emak-emak yang tidak berhenti berbicara dengan orang di depan tempat dudukku, sepertinya mereka satu rombongan.

“Kapan matinya baterai ibu ini, dari tadi full terus”

batinku mengguman… Tak lama kemudian si ibu itu mulai diam…

“Hebat, Dia bisa membaca fikiranku”

Ternyata dia tertidur, namun itu bukan akhir dari sebuah polusi suara, suara dengkurnya ternyata lebih dahsyat dari ocehannya. Luar biasa sekali. Sialan… mengapa pengalaman pertamaku naik Bis Malam aku dapat teman duduk seperti ini ? sudahlah… aku tetap mencoba untuk tidur, bantal duduk serta selimut yang diberikan oleh crew Bis aku gunakan untuk menutupi telingaku supaya suara dengkurnya tersamarkan.

Jurusan yang aku ambil hanya ada 1 kelas yang terdiri dari 40 orang Mahasiswa, hanya aku sendiri yang berasal dari Luar Jawa. 39 Orang teman kelasku adalah anak-anak yang berasal dari Sekitaran Malang. Di Kelas aku termasuk anak yang pendiam, bukan apa-apa, aku hanya tidak mengerti dengan Bahasa Mereka. Dalam keseharian mereka selalu menggunakan bahasa daerah. Sesekali aku harus mendehem untuk sengaja menegur sekaligus memberitahukan bahwa ada aku disana yang tidak bisa berbahasa daerah mereka. Sekali dua mereka bisa faham dan segera menggunakan Bahasa Indonesia. Sudahlah… mungkin itu sebuah cobaan diawal perantauanku.

Al-Rasyid, itu namaku. Namun teman-temanku biasa memanggilku dengan nama LOMBOK, bisa ditebak, mereka memanggilku dengan sebutan itu karena apa. Bisa jadi juga mereka memanggilku dengan nama itu karena muka ku yang nampak pedas karena jarang berbicara. Aku tidak keberatan dengan panggilan itu, toh itu masih dalam kewajaran, tapi manggilnya harus lengkap, LOMBOK, jangan dipenggal 2 huruf di depannya, karena itu kedengarannya menjadi lucu. Itu harapanku, namun dalam keseharian teman-temanku malah sering memanggilku dengan sebutan MBOK… Apes dah…

“Mbok, kita masuk ke barisan yuk.. Giliran Kita sebentar lagi”

Tepukan di pundakku mengagetkanku dari lamunan panjangku. Deli, teman senasib dan sepenanggunganku di kelas mengajakku untuk segera masuk dalam barisan. Jangan menerka dia adalah Cewek karena namanya adalah Deli, dia cowok tulen, sama denganku, nama lengkapnya adalah Delianto, namun teman-teman lebih memilih untuk memanggilnya dengan nama Deli, padahal dia sudah memproklamasikan dirinya biasa dipanggil Anto. Dia adalah temanku satu-satunya dari Kelasku yang akan di Wisuda hari ini, nasib kami sama… menyelesaikan program Diploma 3 Dalam waktu 4 Tahun. 38 teman kami sudah wisuda satu tahun yang lalu.

Aku segera beranjak untuk masuk dalam barisan, menunggu giliran untuk disahkan menjadi pengangguran. Kedengarannya sungguh kejam, namun memang kenyataannya seperti itu, teman-temanku yang wisuda setahun yang lalu saja masih banyak yang belum bekerja, apalagi kami yang molor ini ? ah.. siapatahu nasib akan berbicara lain nantinya… tidak ada yang tahu masa depan akan seperti apa setelah wisuda.

Dan Akhirnya aku pun resmi mempunyai gelar di belakang namaku. Meski kedua orang tuaku tidak datang menyaksikan namun itu semua tidak menjadi sebuah masalah bagiku. Aku bisa memahami kedaan mereka di kampung. Rasa iri melihat orang-orang dikelilingi orang tua dan sanak saudara saat wisuda tentu akan ada, namun apa daya, Kedua orang tuaku tidak bisa hadir karena Bapakku sedang sakit. Hanya ada satu foto wisuda yang aku punya, untung saja masih ada kenangan. Aku berharap hasil foto mereka terbakar semua, biar nasibnya sama denganku. Entah harapanku itu terwujud atau tidak.


“Ibu… Bapak… Anakmu Sudah Lulus Kuliah.. Meski Harus Molor Setahun”






“Kenangan itu cuma hantu di sudut pikiran.
Selama kita cuma diam dan nggak berbuat apa-apa,
selamanya dia akan tetap jadi hantu.
Nggak akan pernah jadi kenyataan.”

== Dee Lestari ==



Thread ini ditulis sendiri oleh colot_nay Untuk meramaikan #SFTHChallenge!
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
9.6K
61
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan