Berapa kali sih dalam hidup kita ngalamin rasa sakit, kekecewaan, kemarahan, stres, karena bedanya dunia imajinasi dengan realita?

Kita makhluk yang punya sisi kreativitas, dan ketika kita berniat ngelakuin sesuatu, kita selalu berekspektasi kalo semuanya akan terjadi seperti apa yang kita inginkan. Agan Sista ngerasain hal ini juga?

Dilansir dari medium.com, Darius Foroux ngasih kita perspektif soal ekspektasi. Berikut yang TS rangkum yak.

Ekspektasi:

• "Gue akan nyelesain kuliah gue, dan seluruh perusahaan bakal berbaris buat nge-hire gue. Gue bakal pilih yang kompensasinya tinggi, trus jadi kaya."
  
  
• "Gue bener-bener suka sama doi, udah jalan bareng. Nikah, honeymoon, dan gue akan bahagia."
  
  
• "Ide bisnis gue keren. Gue akan dapetin duit cash cepet. Hire beberapa orang buat bangun produk. Sukses, terkenal, masuk TV, dan gue akan jual perusahaannya."
  
  
• "Gue bakal bikin beberapa video, taro di Youtube, orang-orang bakal share. Terus video gue bakal viral dan gue dapet duit."
  

Tapi pernah kan ekspektasi ketinggian malah bikin kita kecewa dan menjatuhkan mental diri sendiri?

Jangan salah nangkep Gan, maksudnya Si Darius Foroux ini bukannya bilang kalo kita manusia gak boleh punya standar tinggi atau memiliki impian tinggi dalam hidup. Itu hal bagus. Tapi jangan mengandalkan imajinasi untuk timeline dan hasil yang akan diterima.

Soalnya, itu kontraproduktif:

- Ketika kita punya ekspektasi tinggi tapi hasilnya malah lebih buruk: kita bakalan frustrasi
- Ketika kita punya ekspektasi rendah dan ternyata hasilnya lebih baik: kita akan bersyukur.

Berry Schwarts, seorang psikolog, dan penulis The Paradox of Choice, mengatakan:

"Kunci bahagia adalah memiliki ekspektasi yang rendah."

Tentunya ini bukan hal yang baru. Kebanyakan dari kita tahu kalau ekspektasi tinggi emang gak membantu. Terus kenapa sih kita masih berekspektasi tinggi?

Karena kita gak pernah puas, maunya lebih dan lebih. Dan ketika kita mau lebih, kita berekspektasi lebih dong.

Jadi, kita gak bisa memperbaiki ekspektasi kita tanpa memperbaiki keinginan kita.

Sampai di sini pun TS kayak nemuin "Aha Moment!" soal apa yang udah jadi pertanyaan ane selama ini: "kunci bahagia kan memang bersyukur, trus gimana sih praktiknya supaya bisa bersyukur?"

Nah penjelasan di atas bisa banget menjawab pertanyaan sebagian orang-orang praktikal tentang "gimana sih caranya bersyukur?". Ya caranya yaitu dengan menurunkan ekspektasi kita dan mengendalikan nafsu (keinginan/ desire) kita.

Terus, by the way anyway ya Gan, ane pernah baca di buku "Kuasai Dirimu" yang ditulis Ahmad Dzikran, ane lupa di halaman berapa gitu deh, pokoknya intinya ya kalau mau punya gol/target/cita-cita, di-list dulu Gan dan pisahkan target jangka panjang dengan target jangka pendek. Misal, target jangka panjangnya itu punya usaha toko roti yang bagus dalam jangka waktu 5 sampai 10 tahun ke depan, nah pecahin lagi jadi target jangka pendek, misalnya riset dan pelajari resep roti yang enak, baca buku apa aja yang terkait sama bisnis roti, dll.

Jadi ekspektasi Agan itu dibuat realistis dengan usaha-usaha yang bisa kita lakukan. Tentunya usaha yang bisa kita capai itu ya dilihat sama kemampuan diri juga gitu.

Salah satu hal yang menggagalkan ekspektasi kita terhadap diri sendiri adalah kurang bersikap strategis. Misalnya, udah tahu mau S2 di luar negeri dalam jangka waktu 2 tahun ke depan, kok masih tergoda sama ajakan main di akhir pekan bukannya belajar TOEFL buat dapet nilai yang sesuai standar.

Nah kalo udah begitu, bukan hanya ekspektasi kita yang perlu disesuaikan, tapi juga usaha keras dan cerdas yang perlu ditingkatkan.

Semoga berguna ya, kalo berguna ya syukur, kalo gak guna ya komeng deh Gan atur.

Sumber: [URL="https://S E N S O Rdarius-foroux/get-rid-of-your-high-expectations-48d3857cda90"]Medium[/URL]