cumitronAvatar border
TS
cumitron
Side Story: ITB mah, segituh-segituh ajah:::
Oleh: Anindito Baskoro "Joe" Satrianto.

ITB masih terhitung sedang liburan semester. Tapi ternyata kampusnya tetap rame. Begitu nyampe, gengsi UGM kami langsung timbul. Kampus yang katanya orang-orangnya lebih dahsyat dari kami ternyata cuma segitu-segitu aja. Begitu melihat gerbangnya aku langsung berkomentar, “Gerbang apaan itu? Ta’taksir nilainya nggak sampai 500 juta. Bandingkan dengan UGM, dong, yang harga gerbangnya aja sampai 1,6 milyar!” Anak-anak langsung pada ketawa sedih. Iya, ketawa sedih.

Siangnya kami sholat di masjid legendarisnya ITB, Masjid Salman. Lagi-lagi ternyata cuma segitu-segitu aja. Lantainya dari kayu, masih kalah sama UGM yang lantainya keramik semua. Halamannya sempit kalau dibandingin Masjid Kampus UGM, meski banyak mahasiswa yang berdiskusi di situ. Banyak sekali malah. Lagi-lagi aku berkomentar, “Wah, ini, sih, nggak kondusif buat ngibadah. Kalah sama masjidnya UGM yang sepi, dikuasai sama salah satu organisasi mahasiswa berbasis keagamaan, dan bisa buat muda-mudi yang lagi ta’aruf. Masjid yang ini, sih, kayak pasar. Rame. Aku nggak bisa konsen berdzikir di sini.” Yah, pokoknya masjidnya ITB ini penampilannya kalah jauh dibandingin UGM. Mana mimbar khotibnya kecil. Bakal kurang mendongkrak kewibawaan sang khotib kalau sedang cuap-cuap. Nggak kayak mimbar khotibnya UGM yang super mewah!

Tapi secara umum, Teknik Informatika ITB secara mutu memang di atasnya Ilmu Komputer UGM. Dari diskusi panjang-lebar dengan mahasiswa-mahasiswanya, dan tinjauan lapangan secara langsung, aku menyimpulkan bahwa infrastruktur dan manajemen perkuliahan di UGM sangat amburadul kalau dibandingin dengan ITB.

Di ITB kami nggak menemukan nilai semester yang layaknya “kopyokan dadu” kayak di UGM. Di ITB semuanya terperinci mulai dari nilai tugas, nilai kuis, nilai responsi, nilai ujian tengah dan nilai ujian akhir. Nggak bakal ditemukan nilai mahasiswa yang ketika ujian sangat yakin dengan jawabannya tapi ketika nilai semesternya keluar cuma dapat D, padahal yang garapan ujiannya cuma nyalin soalnya kembali sambil menambahkan jawaban alakadarnya waton kertasnya penuh malah bisa dapat A. Nilai ala kopyokan dadu cuma bisa ditemukan di Ilmu Komputer UGM, membuat mahasiswa semakin malas dan tidak termotivasi. Di UGM, mahasiswa cuma bisa bertawakal ketika selesai memprotes nilainya, dosen cuma berucap enteng, “Wah, lembar ujiannya hilang.”

Di ITB kami nggak menemukan cerita mahasiswa yang mau skripsi tapi belum bisa coding. Tugas dari tiap-tiap mata kuliah di ITB bisa sampai 5 kali dan selalu ada presentasi dan review dari sang dosen pengampu, membuat mahasiswa mau nggak mau harus belajar keras kalau pengen nilainya bagus. Minimal di tahun kedua, anak-anak ITB dijamin sudah bisa coding. Nggak kayak di UGM yang tugasnya cuma sekali, waton ngumpul beres langsung dapat nilai semester A, berhubung dosennya sendiri cuma ngajar dengan frekuensi yang bisa dihitung dengan jari satu tangan!

Di ITB mahasiswa bisa memakai lab dengan bebas, dan ada banyak sekali lab. Bandingkan dengan UGM yang labnya cuma 3, itupun mahasiswa S-1 dibatasi menggunakan dengan frekuensi maksimal 50 menit/minggu!

Padahal, jumlah bayaran tiap semester yang kami setorkan kepada kampus nggak beda jauh, kalau nggak mau dibilang UGM justru lebih mahal.

Cuma saja, iklim belajar sekompetitif ITB, menurut mahasiswanya justru seperti pedang bermata 2. Iklim kompetitif itu membuat mahasiswanya bertipe individualis sejati. Nggak mungkin bisa menerapkan sistem gotong-royong, tepa-selira seperti di UGM. Pihak kampus juga katanya membatasi kegiatan-kegiatan mahasiswa yang kelihatan tidak berhubungan dengan akademis. Membuatku menyimpulkan, alhamdulillah aku kuliah di UGM. Bisa punya banyak teman, nyantai, dan yang pasti nggak mumet diburu-buru deadline.

Yah, pokoknya aku sarankan, kalau pengen benar-benar belajar datanglah ke ITB. Tapi berhubung orang-orang Indonesia masih lebih suka menilai isi buku dari sampulnya, maka aku akan berkata, datanglah ke UGM! Kampus kami penampilannya jauh lebih megah dibandingkan ITB. Cuma saja, kalau nanti ada yang merasa tertipu setelah masuk UGM, resikonya tolong ditanggung sendiri, lho ya.

Sumber: http://joesatch.wordpress.com/2007/0...jalanan-dinas/
0
224.8K
3.5K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan