mongkiefunAvatar border
TS
mongkiefun
Ketika Hidup Seseorang Dapat Dihancurkan oleh Satu Tweet Seperti Ini




Siapa yang tidak main sosial media hari ini..
Setiap orang minimal punya dan memakai satu platform sosial media, bahkan tidak sedikit yang kecanduan.
Jutaan konten dipostingkan setiap menit di sosial media
Jika saja suatu hari agan dan sista menemukan sebuah postingan seseorang di sosial media
Dan postingan tersebut menyerang secara ofensif bagi prinsip, keyakinan dan value kalian.
Apa yang akan kalian lakukan terhadap orang tersebut?
Banyak yang cuek dan banyak juga yang secara masif membully orang tersebut.
Hingga mencari dan membocorkan idetintas pribadi orang tersebut.



Pada thread ini ane akan membagikan sebuah kisah cerita..
Dari seseorang yang hidupnya hancur karena postingannya di sosial media.
Selamat menyimak
emoticon-Salam Kenal


How One Tweet Can Ruin Your Life
By Jon Ronson



Sosial media sekarang sudah menjadi tempat populer bagi masyarakat untuk menyuarakan suaranya. Orang – orang kecil sekarang sadar bisa menyuarakan diri mereka, dan social media merupakan media yang sangat efektif dan sangat kuat pengaruhnya.

Misalnya sebuah artikel koran yang rasis dan meresahkan, kita sebagai masyarakat internet bisa mengkritik media koran tersebut, bahkan kita bisa memaksa bos media koran tersebut
untuk membredel berita atau iklannya serta meminta maaf kepada publik.
Kita sebagai masyarakat kecil bisa mengalahkan mereka, para bos dan geng politik itu.

Kita bisa menggunakan sebuah senjata yang terjangkau melalui jari jemari kita, yaitu mempermalukan melalui social media (social media shaming). Sosial media menjadi alat yang meratakan keadilan di mana hirarki jabatan bisa dijatuhkan oleh masyarakat kelas bawah. Tentu kita mengira tindakan social media shamingini bisa membantu perubahan yang lebih baik.



Jonah Lehrer, seorang penulis pop-science tertangkap basah melakukan plagiat dan memalsukan quote dari orang – orang. Sebagai penulis tentu dia merasa malu dan menyesal. Dan dia mendapatkan sebuah kesempatan untuk minta maaf kepada publik melalui sebuah pertemuan makan siang yang diselenggarakan organisasi besar. Dia tahu bahwa pidato permintaan maaf ini adalah pidato terpenting dalam hidupnya yang bisa memberikan dia sebuah pengampunan.
Pidatonya akan disiarkan live-stream di internet, namun tanpa diketahuinya para panitia menampilkan live-tweet di layar besar saat dia berpidato. Dan tentu saja Jonah Lehrer mendapatkan tertawaan dari para penonton dan juga netizen.



"Jonah Lehrer, permintaan maaf yang sangat membosankan."
"Jonah Lehrer telah membuktikan kita bahwa urat malunya sudah putus."
"Jonah Lehrer benar – benar seorang sociopath."


Netizen secara lugunya menuliskan tweet layaknya seorang psikolog professional bisa menilai orang yang berdiri di balik podium. Lalu kata ‘Sociopath’, kata yang benar – benar tidak memanusiakan orang yang kita hina dengan mudah dituliskan para pengguna twitter.
Netizen layaknya menjadi seorang hakim yang berdiri di atas terdakwa. Dan saat sang terdakwa menyampaikan pembelaannya, netizen berteriak, “Membosankan! Dasar Sociopath!”.

Sosial media hari ini tidak menjadi sosial media jika tidak ada drama di mana ada orang yang menjadi target untuk netizen bully dan permalukan bersama..


Ada cerita lain. Seorang wanita PR dari New York, Justine Sacco dengan jumlah follower Twitter yang sedikit, hanya 170 follower. Justine yang selalu nge-tweet joke atau candaan yang garing dan sedikit dark humor. Contohnya seperti ini:



[Pria Jerman: Kamu duduk di kelas satu. Ini sudah 2014. Pakai deodoran." –Dalam hati sambil menghirup dahak. Terimakasih kepada Tuhan atas obat - obatan.]

Justine tertawa sendiri, tekan Send, dan tidak ada yang mengomentarinya. Rasanya sedikit sedih bukan ketika internet tidak menyelemati kita karena lawakan kita. Lalu di bandara Heathrow, Justine punya sedikit waktu sebelum pesawatnya berangkat, lalu dia mentweet sebuah joke lagi:



[Berangkat ke Afrika. Semoga saja aku tidak kena AIDS. JK. Aku kan kulit putih!]

Dan dia tertawa sendiri lagi, tekan Send, naik pesawatnya, tidak dapat komentar, dan dia matikan handphonenya, bangun lagi setelah 11 jam penerbangannya, menyalakan handphonenya, dan Justine mendapatkan pesan dari seorang teman SMAnya yang bertemu terakhir kali pada saat SMA, “Aku turut sedih apa yang terjadi padamu”. Lalu ada pesan dari teman dekatnya, ”Telepon aku sekarang juga. Namamu menjadi Trending Topic Worldwide di Twitter”

Yang terjadi adalah ketika Justine tertidur di pesawatnya, salah seorang dari 170 followernya membaca tweet Justine dan mengirimkan tweet tersebut kepada seorang jurnalis Gawker. Dan jurnalis tersebut meretweet tweet Justine dan membagikannya kepada 15.000 followernya.



Dan seperti virus, tweet Justine langsung membuat heboh di seluruh sosial media. Saya telah menghubungi jurnalis Gawker tersebut, dan bertanya bagaimana sikapnya mengenai kejadian ini. Dia membalas, “It felt delicious. (a.k.a mantap jiwaa!), tapi aku yakin dia (Justine) baik – baik saja.”
Tentu saja Justine tidak “baik – baik saja”, karena ketika dia tidur di pesawat, Twitter mengambil alih hidupnya dan mengulitinya hingga habis.

Pertama muncullah komentar dari para philanthropist:



[Jika tweet @JustineSacco's membuatmu miris, bergabunglah dengan saya dalam relawan @CARE' di Afrika.]
[Sehubungan dengan tweet yang rasis dan menjijikan itu, aku akan menyumbang ke @CARE hari ini]
[... Tidak bisa ngomong lagi atas tweet yang sangat rasis Justine Sacco. Aku sangat ngeri.]


Pada awalnya saya pikir tweet Justine mungkin bisa saja tidak bermaksud untuk rasis. Banyak sekalikan joke atau candaan sekarang yang bersifat menertawakan diri kita sendiri. Faktanya, ketika saya bertanya langsung pada orangnya sendiri. Saya bertemu Justine di sebuah bar beberapa bulan setelah kejadian ini, dia tampak begitu kacau. Saya meminta dia untuk menjelaskan tweetnya dan dia berkata,”Hidup di Amerika seperti hidup di dalam sebuah gelembung busa, kita tidak mau tahu apa yang terjadi di Negara miskin, aku hanya menertawakan sikap dan cara hidup kita itu..”



Pada malam ribut- ribut di Twitter itu, seorang penulis, Helen Lewis, mentweetkan pendapatnya mengenai Justine Sacco, "Aku tidak yakin bahwa tweetnya memang rasis," dan langsung direply oleh beberapa orang yang mengatakan, "Tentu saja karena kamu juga seorang wanita jalang sepertinya." Dan akhirnya Helen memilih diam dan membiarkan semua kebencian terlimpahkan pada seorang Justine.

Dan bullyan semakin menjadi-jadi dan munculah permintaan untuk dia segera dipecat.


[Semuanya, laporkan segera wanita sialan ini @JustineSacco]
[Semoga beruntung mencari pekerjaan baru tahun depan. #GettingFired]
[@JustineSacco tweet terakhir untuk pekerjaanmu. #SorryNotSorry]


Ribuan netizen seluruh dunia telah memutuskan bahwa sudah menjadi tugas mereka untuk membuat Justine dipecat. Perusahaan juga tidak mau ketinggalan, berharap bisa meningkatkan pemasaran produk mereka di balik kehancuran Justine



[Ketika Anda berencana men-tweet sesuatu yang bodoh sebelum penerbangan Anda,
jangan lupa gunakan aplikasi @Gogo flight!]


Banyak perusahaan telah menghasilkan profit pada peristiwa malam itu. Awalnya, nama Justine hanya di-search menggunakan Google hanya sebanyak 40 kali dalam sebulan. Namun pada bulan itu (Desember 2013) saja, antara 20 Desember hingga akhir bulan, namanya telah digoogle sebanyak 1.220.000 kali.
Seorang Internet economist pernah berkata bahwa Google telah mendapatkan profit antara 120.000 dolar hingga 468.000 dolar dari hancurnya hidup seorang Justine. Dan kita yang telah berusaha berjam-jam mempermalukan Justine, kita hanya membawa pulang kantong kosong. Kita seperti karyawan gratis bagi Google yang bekerja untuk membully dan menghancurkan hidup seseorang.

Lalu datanglah para troll


[Jujur saja, aku berharap Justine Sacco dapat AIDS? hahaha]
[@JustineSacco Aku berharap kamu dipecat! Dasar wanita gila..
Jujur saja kalau kamu berencana ‘kumpul kebo’ di Afrika.]


Seseorang menulis tweet, "Seseorang positif HIV sebaiknya merudapaksa wanita sialan ini dan kita bisa tahu apakah warna kulitnya bisa melindunginya dari AIDS.” Dan orang yang mengatakan itu bisa bebas begitu saja. Tidak seorangpun menyerang orang yang berkata tersebut seperti mereka menyerang Justine. Kita begitu bersemangat menghancurkan Justine sehingga otak kita yang kecil ini hanya berfokus pada satu orang yang salah. Justine telah menyatukan banyak grup pada malam itu, dari para filantropis dan grup yang berteriak “rudapaksa wanita sialan itu”.

Wanita selalu akan mendapatkan hukuman lebih buruk dari pria. Ketika seorang pria dipermalukan, maka netizen akan, “Aku akan membuatmu dipecat.” Tapi ketika seorang wanita dipermalukan, maka netizen akan, “ Aku akan membuatmu dipecat dan dirudapaksa dan memutilasi rahimmu!”

Dan akhirnya perusahaan Justine mulai terlibat:


[Tanggapan IAC kepada @JustineSacco tweet: Ini benar – benar meresahkan, dan tulisan yang menghina. Staf yang bermasalah ini sedang tidak bisa dijangkau karena sedang berada di penerbangan internasional.]

Dan seketika netizen yang marah menjadi bersemangat senang:


[Yang paling kuinginkan di Natal ini adalah melihat wajah @JustineSacco
ketika pesawatnya mendarat dan dia membuka inboxnya. #fired]

[@Justinesacco akan mengalami momen menyalakan
handphone yang paling menyakitkan ketika pesawatnya mendarat.]

[Kita akan melihat wanita sialan ini @JustineSacco dipecat. Secara LIVE.
Sebelum dia sendiri tahu bahwa dirinya akan dipecat.]


Netizen telah memiliki narasi yang sudah mengenyangkan diri mereka. Kita sudah mengetahui sesuatu yang tidak diketahui Justine. Justine tertidur di pesawat dan tidak bisa memberikan penjelasannya. Ketidakmampuan member penjelasan ini menjadi bagian yang terlucu.
Seseorang yang bekerja bagi penerbangan Justine, jadi orang tersebut menghubungkan website tracking penerbangan.


[British Airways Flight 43 On-time – mendarat dalam 1 jam 34 menit]

Sebuah hashtag menjadi trending worldwide pada malam itu: #hasJustineLandedYet?


[Heboh juga ya melihat seseorang menghancurkan dirinya sendiri ketika dia sendiri tidak sadar. #hasJustineLandedYet]

[Jujur saja, aku mau pulang dan tidur, tapi semua orang di bar lagi mengikuti #HasJustineLandedYet. Tidak boleh ketinggalan.]

[#HasJustineLandedYet hal terbaik yang terjadi di malam Jumat.]

[Tidak adakah seseorang di Cape Town yang akan mentweet kedatangannya? Ayo dong minta fotonya.]


Dan tentu saja ada orang yang memfotonya. Dan jika kamu mau melihat bagaimana seseorang yang dipermalukan karena candaan yang berakhir buruk. Justine dihancurkan bukan oleh orang jahat, tapi oleh orang – orang baik seperti kita. Inilah sosok Justine:



[@JustineSacco telah mendarat di Cape Town international. ...
Dia memakai kacamata hitam untuk menutupi wajahnya.]


Jadi bagaimana bisa kita melakukan ini?
Saya pikir beberapa orang memang merasa benar marah akan tweet tersebut, tapi saya pikir juga untuk beberapa orang lainnya hanya karena ikut – ikutan saja. Ini karena Twitter menjadi semacam mesin di mana ketika saling memanas – manaskan teman sosial media kita dengan ide dan berita bersama-sama dengan orang yang sepemikiran dengan kita, kita saling menerima orang yang sama dengan kita, dan ini memberikan perasaan yang menyenangkan diri kita sendiri. Seperti menuangkan bensin kepada api. Dan ketika ada orang yang berbeda, kita akan menendang mereka, bahkan juga membully mereka.


credit: IG@thekobam

Dan tindakan kita semua ini bertentangan dengan apa? Tindakan kita ini bertentangan dengan demokrasi. Kita ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa kita peduli dengan orang – orang yang menderita AIDS di Afrika. Tapi nafsu untuk menunjukkan bahwa kita orang yang berbelas kasih ini membuat kita melakukan tindakan yang sama sekali tidak berbelas kasih. Seperti yang dituliskan Meghan O'Gieblyn, "Ini bukanlah keadilan sosial. Ini merupakan sebuah alternatif pencahar untuk menyalurkan semua emosi gila kita dengan memilih seorang target untuk dihancurkan bersama."

Selama tiga tahun berkeliling dunia, Saya telah bertemu dengan orang – orang seperti Justine Sacco dan percayalah, banyak orang yang hancur seperti Justine Sacco. Jumlahnya bertambah setiap hari. Dan kita percaya bahwa mereka baik – baik saja, tapi nyatanya mereka sangat tidak baik – baik saja.

Orang – orang yang saya kunjungi telah benar – benar hancur. Mereka telah merasakan depresi, anxiety, insomnia, dan juga keinginan bunuh diri. Seorang wanita yang telah saja kunjungi, yang juga pernah memberikan candaan yang berakhir buruk, dia memilih untuk mengurung diri di rumahnya selama satu setengah tahun. Sebelumnya, dia merupakan seorang relawan yang bekerja membantu para orang dewasa dengan gangguan mental dan pembelajaran, dan nyatanya wanita tersebut sangat baik dalam mengerjakan tugasnya.

Justine dipecat, tentu saja, karena sosial media menuntutnya. Tapi hal yang lebih buruk terjadi. Dia benar – benar depresi hingga suatu malam dia terbangun dan tidak ingat siapa dirinya sendiri. Dia dijadikan sasaran empuk untuk memuaskan nafsu kita karena Justine telah menyalahgunakan privilegenya. (misuse of privilege). Tapi istilah ‘misuse of privilege’ ini sekarang digunakan netizen untuk menghancurkan siapa saja yang mereka mau. Hal ini menyebabkan kita menjadi kehilangan kemauan untuk berempati dan menyadari mana yang serius dan candaan.

Justine hanya memiliki 170 follower, untuk membuat semua orang menyerangnya, maka diciptakanlah hoax. Gosip menyebar bahwa dia adalah anak dari seorang billionare, Desmond Sacco.


[Jangan mau dibodohi oleh #JustineSacco ayahnya seorang bos tambang.
Dia merasa tidak bersalah. Begitu juga dengan ayahnya.]


Dan ketika saya tanyakan sendiri ke Justine mengenai ayahnya, dan dia menjawab,”Ayahku hanya seorang penjual karpet.”



Hari ini sosial media menjadi lahan perburuan untuk memburu kesalahan dan kebodohan orang lain. Sebuah tweet dapat membangkitkan iblis kecil dalam diri kita. Mungkin di dunia ini ada dua jenis orang: ada orang yang memilih untuk mengedepankan kemanusiaan daripada ideologi dan ada juga yang lebih mengedepankan ideologi daripada kemanusiaan.

Saya lebih memilih untuk mengedepankan kemanusiaan daripada ideologi, tapi pada saat ini, para pemuja ideologi lebih banyak. Dan mereka menciptakan sebuah panggung yang penuh dengan drama – drama maya yang konyol di mana salah satu pihak dijadikan bak sang pahlawan besar dan pihak lain dijadikan penjahat paling bengis dan menjijikan.

Meskipun begitu kita telah mengetahui bahwa hal itu tidak benar terhadap kawan kita..
kenyataannya adalah kita manusia yang pintar sekaligus bodoh, kita hidup di dalam area abu – abu.

Hal terbaik dari sosial media adalah sosial media memberikan suara bagi orang – orang kecil yang tidak punya suara, tapi sosial media sekarang menciptakan sebuah komunitas yang saling mengawasi dan mencari kesalahan dari orang lain, di mana orang – orang merasa bahwa jalan paling pintar agar tidak dipermalukan adalah kembali menjadi diam dan tidak berani bersuara...







Jangan Lupa check lapak ane juga
emoticon-Requestemoticon-Request emoticon-Request

Kipas Buat Anak Kos dan yang Kepanasan
Diubah oleh mongkiefun 18-05-2017 14:36
0
96.7K
402
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan