Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

annirAvatar border
TS
annir
Pohon Apel Ajaib
Assalamu'alaikum Wr. Wb


Cerita ini adalah salinan dari cerita yang ada di blog ane gan. Semoga menghibur dan kalian suka.

Ada sebuah desa di negeri dongeng, dimana desa itu berada jauh dari desa-desa lain. Desa itu berada di tengah hutan dan termasuk desa yang paling tertinggal di negeri tersebut. Desa bernama Desa Apel. Desa tersebut memiliki sebuah Pohon Apel Keramat yang sangat tinggi dan besar yang sudah sangat tua dan dipercayai penduduknya memiliki kekuatan magis yang sangat besar, dari situlah nama Desa Apel dibuat oleh nenek moyang penduduk Desa Apel.


Desa tersebut disebut paling tertinggal karena dari segi perekonomian penduduknya, desa tersebut paling rendah. Mayoritas dari penduduk Desa Apel bekerja sebagai petani, peternak, dan sedikit pedagang. Satu hal yang paling membuat Desa Apel disebut paling tertinggal adalah karena semua penduduknya masih mempercayai sebuah kepercayaan bahwa siapa-pun yang bisa memiliki sebuah apel dari dahan pohon Apel Ajaib di desa itu, maka si pemilik apel tersebut akan menjadi orang yang berhasil. Setiap warganya hanya boleh memiliki satu buah apel saja dan hanya boleh dipetik saat orang tersebut berusia tidak lebih dari 11 tahun. Cara memetiknya-pun bebas asal tidak memotong ranting, dahan, atau pohonnya. Kalau peraturan itu dilanggar, maka si pemilik apel tersebut akan sial seumur hidupnya.


Banyak dari orang tua di desa ini yang memetikkan apel dari dahan paling atas untuk anak-anak mereka. Si orang tua akan berusah sekuat tenaga untuk memetiknya dengan cara apapun. Ada yang memanjat langsung, ada yang menggunakan galah, bahkan ada pula yang menggunakan jasa orang lain untuk memetikkan apel dengan membayar sejumlah uang kepada orang yang disuruh tersebut.


Apel dari dahan paling tinggi memiliki kulit yang paling mulus, mengkilap, dan baunya harum. Semakin ke bawah, maka kualitasnya semakin berkurang. Sama halnya dengan apel yang didapat. Semakin tinggi letak apelnya, maka semakin tinggi kualitasnya. Hal itu akan memberikan kepercayaan diri, kebahagiaan, dan kebanggaan tersendiri bagi si pemiliknya. Tidak heran banyak orang tua yang berusaha memetikkan apel dari dahan paling tinggi untuk anaknya, karena orang tua tersebut ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Lalu semakin rendah letak apel tersebut saat masih di pohon, maka semakin rendah pula kualitasnya. Bukan kebanggaan yang didapat si pemilik apel tersebut, justru cacian, ejekan, dan selalu direndahkan orang lain.


Suatu ketika di sekolah SD Apel 1 sedang ribut perihal acara memetik Apel dari Pohon Ajaib yang akan diselenggarakan di hari minggu. Para siswa di sekolah itu ribut memamerkan cara orang tua mereka masing-masing dalam memetikkan apel untuk mereka. Ada yang dengan bangga akan mendapatkan apel dari dahan paling tinggi karena orang tua mereka sangat kaya, jadi mereka bisa menggunakan jasa pemanjat handal untuk memetik apel dari dahan paling tinggi. Ada pula siswa dari keluarga tidak terlalu kaya yang memamerkan ayahnya yang piawai memanjat dan akan mendapatkan apel dari dahan paling atas pastinya.


Di saat semua siswa yang belum memiliki apel ajaib ribut sendiri, ada seorang anak yang tidak ikut dalam keributan ini. Namanya adalah Adi. Adi dari keluarga cukup berada. Ayahnya bekerja sebagai pedagan sembako di pasar. Keluarganya juga termasuk salah satu keluarga terpandang di desa. Sedangkan ibunya hanyalah ibu rumah tangga dengan sesekali ikut jualan di pasar. Perekonomian keluarga Adi sudah lebih dari cukup, nama keluarganya-pun juga dikenal baik di desa ini. Tapi ada masalah yang cukup besar tapi tidak bisa dianggap remeh di keluarga Adi. Adi ingin memetik apel sendiri.


Tidak ada yang Adi banggakan kepada teman-temannya karena keinginnan Adi sudah sangat bulat. Dia ingin memetik apel itu dengan usahanya sendiri. Keinginan Adi ini sangat ditentang kedua orang tuanya. Kedua orang tua Adi sangat yakin kalau Adi tidak akan bisa memetik apel dari dahan paling atas jika dengan usahanya sendiri. Walaupun Adi masih SD, Adi sudah berani beradu argumen dengan kedua orang tuanya. Adi tidak pernah meruntuhkan tekadnya yang sudah buat itu walaupun kedua orang tuanya sendirilah yang berusaha meruntuhkannya.


Dua hari lagi acara ini diselenggarakan. Segala persiapan sudah disiapkan oleh masing-masing keluarga yang akan terlibat dalam acara ini. Tapi keluarga Adi masih sibuk dengan adu argumen. Semakin hari semakin parah. Di hari ini sepulang dari sholat Jum'at, Adi langsung didesak oleh ayahnya untuk mengurungkan niatnya memetik apel sendiri. Hal serupa dilakukan oleh Ibu Adi saat makan siang. Tapi Adi tetap teguh dengan pendiriannya. "Maaf yah, buk, aku lebih baik tidak mempunyai apel dari pohon ajaib itu daripada aku mendapatkannya dari tangan orang lain." Ini jawaban Adi sebagai bukti kebulatan tekadnya.


Keesokan harinya tepatnya di hari sabtu, Ayah Adi sudah mempersiapkan seorang pemanjat handal dari desa tetangga. Ayah Adi harus membayar cukup malah untuk menyewa pemanjat itu. Adi sangat marah mengetahui ayahnya menyewa seorang pemanjat untuk dirinya. Adi tidak mau sekolah. Adi lari keluar dari rumahnya. Dia berlari dengan sambil menangis dan larinya berhenti saat Adi tiba di bibir sungai. Dia menangis sejadi-jadinya, sampai nafasnya sesak. Amarahnya terkadang tidak bisa dikendalikan, dan saat itu Adi melempar batu sekencang-kencangnya ke sungai. Semakin lama batu yang Adi lempar semakin besar, hingga percikan air sungat mengenai pakaiannya.


Adi tidak kuat lagi berdiri. Kakinya lemas, dan nafasnya sesak. Adi jongkok dan tanpa sengaja dia melihat wajahnya terbayang di air sungai itu. Adi melihat wajahnya yang menangis. Sangat jelek dan kasihan. Adi semakin sedih saat melihat wajahnya sendiri. Adi sadar kalau dia tidak boleh bersedih. Air mata tidak boleh keluar lagi dan berkali-kali Adi menghapusnya. Dengan sekuat tenaga yang tersisa dan keyakinan yang mulai dia pupuk lagi, Adi akhirnya berhasil berdiri.


Wajahnya sudah tidak bersedih lagi walaupun sesekali matanya masih mengeluarkan air mata kekecewaan. Tapi Adi sudah senang melihat bayangan wajahnya di air sungai yang mulai berseri. Adi sadar dia tidak bisa memanjat, terlebih dia takut ketinggian. Akhirnya Adi memutuskan untuk belajar memanjat pohoh mangga yang ada di dekat sungai. Berkali-kali Adi harus terjatuh. Lutut dan sikunya berdarah. Telapak kakinya juga berdarah karena menginjak batu saat dia terjatuh. Adi kepayahan dan hampir menyerah. Tapi Adi tidak mau kalah dengan pemanjat yang disewa ayahnya. Adi ingin membuktikan kalau dirinya hebat dengan usahanya sendiri. Tapi semua itu tidaklah mudah.


Hari sudah sore dan Adi memutuskan untuk pulang. Setibanya di rumah, Adi tidak disambut dengan baik oleh orang tuanya. Bahkan orang tuanya terkesan tidak peduli dengan Adi saat Adi bolos sekolah dan pulang sore hari. Adi kena marah dan sesekali pantat Adi dipukul dengan gagang sapu. Adi marah dan kecewa tapi Adi berusaha menutupinya. Adi berusaha tegar dengan semua yang Adi alami.


Dengan wajah sedih yang Adi tahan, Adi berkata "Yah, kalaupun si pemanjat itu berhasil memetikkan apel dari tahan paling tinggi untukku, aku tidak akan menerimanya. Dan itu akan menjadi kesialan untukknya karena tidak boleh ada yang mempunyai apel lebih dari satu buah, dan orang dari luar desa ini tidak boleh memiliki apel dari pohon ajaib itu. Aku akan memetik sendiri dan aku akan bangga dengan apel yang berhasil aku petik sendiri, walaupun itu apel dari dahan paling rendah."


Ayah Adi langsung lemas dan duduk di kursi tamu yang ada dibelakangnya. Ayah Adi tidak bisa berkata apapun lagi, bahkan untuk marahpun tidak sanggup. Ibu Adi juga sama. Dia hanya berdiri memandangi Adi berjalan masuk ke dalam kamarnya.


Keesokan harinya, tepatnya di minggu pagi. Semua peserta sudah siap mengelilingi Pohon Apel Ajaib. Semua peserta yang terdiri dari pemanjat pohon sewaan, para ayah yang membawa galah, para ayah yang siap memanjatkan apel untuk anaknya, dan Adi sudah siap untuk memetik apel. Kepala Desa yang sekaligus menjadi juri dari acar ini sudah siap memulai acara. Saat hitungan ketiga, semua peserta sudah diperbolehkan untuk memetik apel itu.


"1...2....3.....mulai!" Kata Kepala Desa tanda acara dimulai.


Baik pemanjat ataupun para ayah yang ingin memetikkan apel untuk anaknya sudah mulai memanjat pohon ajaib itu. Begitu juga peserta yang menggunakan galah, mereka juga sudah siap mencoba meraih dan memetik apel dari dahan paling atas.


Adi tidak ketinggalan, dia langsung berusaha memanjat Pohon Ajaib itu. Telapak kaki dan lututnya masih sakit. Itu membuat Adi yang tidak pandai memanjat semakin sulit untuk memanjat pohoh. Di menit awal saja Adi sudah dua kali terjatuh dari pohon. Peserta lain hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 10 menit untuk mendapatkan apel dari dahan paling atas. Apel-apel itu langsung diberikan kepada anak dari orang tua yang menyewa mereka atau anak dari si pemanjat itu sendiri. Peserta yang menggunakan galah juga tidak membutuhkan waktu lama untuk memetik apel itu. Tapi Adi tidak. Di menit 15, hanya Adi yang belum mandapatkan apel. Adi menjadi bahan ejekan semua orang yang menonton acara ini. Kedua orang tuanya sangat malu karena anak mereka menjadi bahan cemoohan orang lain. Ingin sekali mereka membantu Adi, tapi Adi sendiri yang tidak mau.


Tidak kurang 10 kali Adi terjatuh, tapi Adi tidak menyerah dan terus mencoba. Luka di kaki dan tangan Adi semakin bertambah. Air matanya-pun mulai mengalir. Hatinya teriris-iris perih menahan setiap ejekan yang dia terima. Tapi terus berusaha walaupun keringat sudah membasahi tubuhnya. Sudah lebih dari 30 menit Adi berusaha dan kahirnya Adi hampir berhasil meraih satu apel. Apel dari dahan paling rendah yang bahkan orang lain enggan menyentuhnya. Tangan Adi dijulurkan sebisanya untuk meraih apel itu. Adi tidak bisa mendekati apel itu karena takut dahannya patah. Setelah bersusah payah, akhirnya Adi berhasil memetik satu apel dari dahan paling rendah. Adi langsung menjatuhkan dirinya ke tanah.


Adi menangis haru tapi dia tersenyum. Lalu Adi berdiri dan berjalan menghampiri kedua orang tuanya. Adi menyodorkan apel itu kepada orang tuanya dengan perasaan sangat bangga.


"Yah ini apelku!" Kata Adi sambil menangis.


"Tapi ini apel dari dahan paling rendah Nak. Apa yang bisa kamu banggakan dari apel ini. Bahkan orang lain tidak pernah mau menyentuhnya karena kualitasnya tidak bagus." Jawab Ayah Adi.


"Aku bangga bisa memetiknya sendiri yah. Bahkan mereka yang menghinaku tidak pernah merasakan rasanya memetik dengan usahanya sendiri. Lalu apa yang mereka banggakan?" Tanya Adi.


"Tapi Nak." Ayah Adi masih dengan rasa kecewanya.


"Andai ayah mengajariku cara memanjat, pasti aku bisa memanjat dengan cepat dan tidak terluka karena terjatuh berkali-kali. Ayah juga pasti akan merasakan rasa bangga yang teramat besar seperti yang aku rasakan hari ini. Ini pengalaman sekali seumur hidupku. Pohon ini memang ajaib yah. Dia mengajarkan orang lain sebuah hasil yang indah berada di puncak. Tapi pohon ini mengajarkanku bahwa hasil paling rendah yang aku dapat dengan caraku sendiri, sangatlah bernilai bagiku walaupun tidak ada harganya untuk orang lain. Pohon ini mengajarkanku sebuah kerja keras yang harus aku lakukan kelak saat aku dewasa nanti. Pohon ini mengingatkanku tentang ayah yang menafkahiku dengan cara ayah sendiri, bukan orang lain. Pohon ini tidaklah ajaib untuk mereka, tapi pohon ini keajaiban yang diturunkan Tuhan untukku karena mengajarkan hal yang sangat bernilai untukku." Kata Adi dengan tersenyum bahagia sambil menunjukkan apel miliknya.


Ayah dan Ibu Adi menangis. Mereka terharu mendengar perkataan Adi dan melihat usaha Adi. Semua keraguan dan anggapan tentang Adi yang selama ini mereka fikirkan, sirna dalam sekejap. Rasa bangga mereka kepada Adi menghepaskan semua cemoohan dari orang lain. Ayah Adi memeluk Adi seraya meminta maaf kepada Adi.


Tindakan Adi ini masih belum bisa diterima dengan baik oleh sebagian besar orang. Mereka masih tetap menganggap apel dari dahan paling atas lah yang bisa membanggakan. Tapi Adi dan keluarganya tidak. Apa yang dilakukan Adi dengan memetik apelnya sendirilah yang patut dibanggakan. Adi dan keluarganya sadar mereka tidak bisa merubah fikiran semua orang, tapi mereka sadar apa yang dilakukan Adi adalah hal yang sangat bernilai bagi mereka yang mau berfikir dan menghargai sebuah proses.



Terimakasih ya gan sudah mau menyempatkan membaca cerita dari ane. Nantikan cerita berikutnya dari ane yakk! emoticon-Ngakak (S)
Diubah oleh annir 12-05-2017 05:36
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
2.7K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan