Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

fsphoseboyAvatar border
TS
fsphoseboy
#6
Wisang sedang berlari lari tertawa bersama kedua kakak dan ibunda nya, di sebuah padang rumput indah, ayahnya menunggu di akhir padang rumput itu, di bawah pohon beringin besar. Tawa canda bergantian ia lepaskan pada ibunda dan kedua kakaknya sambil berlari menuju ayahnya, namun, perlahan lahan tawa canda itu menghilang satu persatu dari kedua kakaknya kemudian ibunda nya, sampai akhirnya Wisang berlari sendiri menuju ayah nya dengan patah hati yang mendadak muncul, kemudian.

“IBU !”, teriak Wisang kecil singkat ketika ia buka mata dari pingsan lamanya,

“Kenapa dek, mimpi yah, ini minum dulu”, Ayah Wisang dengan sigap menemani anak bungsu satu satunya berikan ia minum juga buat ia tenang.

Wisang mereguk air yang di berikan ayahnya, sambil mata yang menjelajah di sekitar, ia sudah berada di rumah besar berisikan banyak orang mirip tentara angkatan darat berlarian lalu lalang di depan nya, di tempat ia beristirahat. Ini seperti markas tentara ia pikir.
“Marko dan Ani yang bawa kita kemari, kita di selamatkan dari kekacauan di monas,” ayah nya berusaha jelaskan mengurangi sedikit kebingungan anaknya,

“Ibu yah ibu, abang abang gimana ?”, Wisang kecil menanyakan keberadaan ibu dan kedua kakaknya
Menghela nafas berat, berfikir bahwa bukan saatnya menceritakan yang sebenarnya tentang ibu dan kedua kakaknya, kemudian,

“Pak Arjuna, silahkan ikut saya untuk bertemu dengan kapten Anton, untuk bicarakan evakuasi selanjutnya,” seorang prajurit potong pertanyaan Wisang.

Mereka berjalan keluar ruangan, sejauh mata memandang, walau gersang dan panas, terlihat banyak sekali prajurit yang lakukan latihan, aktifitas seperti dekat dengan perbatasan perang. Matahari terik soroti bumi pagi itu, pohon terlihat satu persatu sudah ada yang tumbang, Ada beberapa prajurit yang berlarian, ada suara senapan bergantian di ujung sana, nampak sedang latihan menembak. Situasi seperti siaga satu, siaga siap perang.

Mereka berjalan dengan prajurit itu menuju sebuah ruangan kecil mirip seperti kantor,

“KAP, IJIN MELAPOR INI LAPORAN YANG KAP MINTA DAN INI BAPAK ARJUNA DAN ANAKNYA”, ujar tentara itu sambil tanganya menghormat.

“Ya, silahkan kembali ke pos, terima kasih,” Kapten Anton menjawab seingkat

“SIAP LAKSANAKAN KAP,” prajurit itu membalikan badan sembari menghormat.

Wisang memeluk ayahnya erat, melihat kea rah kapten Anton yang berbadan tegap, berkulit gelap, kemudian dari belakang muncul Ani yang tadi kendalikan mobil jeep, di susul Marko yang muncul bersamaan.

“Pak Arjun, tadinya kami ingin merekrut anda untuk menjadi tentara, namun mengingat anak anda, kami putuskan untuk mengantar anda kembali ke rumah anda, sewaktu waktu tentara tentara berseragam hitam itu kembali datang silahkan kontak saya atau marko lewat komunikasi hologram yang saya beri ini yah,” Kapten Anton jelaskan dengan tenang dan jelas.

Ayah Wisang melamun sebentar, sambil memandang sarung tangan hitam yang bila di kenakan akan muncul alat komunikasi hologram. Kemudian ia lanjutkan dengan pertanyaan yang ada di unek unek nya sedari tadi,

“Sebenarnya siapa sih mereka ? apa yang terjadi ? kenapa sampai ada tragedi satu kepala seperti ini ?”, meluncurlah banyak pertanyaan dari ayah Wisang

“Pak Arjun, sebaiknya bapa kembali pulang dan amankan diri dari tentara tentara itu, yang jelas mereka ada niatan untuk mengambil kepemimpinan dunia ini di atas satu orang, satu orang itu mengakui dirinya tuhan dan butuh pengakuan pengikutnya, bagi yang masih percaya tuhan selain dia harus mati seperti di monas tadi,” penjelasan singkat kapten Anton , buat ayah Wisang berhenti berkata kata, dan diam.

----------------------------------------------


Kenangan beberapa tahun lalu meletup menembus angan Arjuna Halasaf, sambil mengakat sate daging sapi yang di tusuk dengan jari jari sepeda anaknya, ia berusaha mencari kata kata tepat untuk ceritakan kejadian sebenarnya pada anak bungsu nya yang sekarang beranjak remaja.

Di selamatkan oleh para tentara owl dan anggota pbb, ia dan anaknya akhirnya di antarkan pulang kembali ke rumah nya di kaki gunung daerah lembang. Sarung tangan hologram untuk komunikasi kan pada kapten Anton buat ia sedikit tenang, karena bila seseuatu terjadi sama seperti tragedi satu kepala ia segera gunakan sarung tangan hitam itu, untuk meminta bantuan.

Rumah yang dulu kemudian ia buat terlihat seperti tidak berpenghuni, di buat akar belukar dan banyak rumput penuhi pintu depan, juga jendela, agar bila sewaktu waktu tentara berseragam hitam itu datang lagi, ia bisa selamat. Menaganggap bahwa rumah yang ia tempati adalah rumah kosong yang tidak terawat.

Lalu ia tahu bahwa Wisang ketika masih berumur sepuluh tahun, menganggap ibu dan kedua kakaknya hilang, bukan seperti kenyataan yang terjadi, bahwa mereka telah tiada. Ayah Wisang ingin ceritakan yang sebenarnya terjadi menunggu hingga anaknya beranjak dewasa agar mental nya lebih siap juga lebih mengerti akan situasi saat itu.

“Kamu ga mau kan makan makanan cair itu, jadi ini adanya cuman daging sapi ini, makan aja yah, yang penting kalori untuk sehari tercukupi”, ujar Ayah wisang sambil menyantap sate itu bersama nya.

“Sapi kita cukup untuk berapa bulan lagi yah, nyari makan untuk mereka sekarang sulit sekali, kalau dalam dua hari aku ga nemuin rumput, terpaksa yang paling tua harus di potong lagi, iyah kan ?,” Wisang membuka obrolan tentang makanan binatang ternak nya.

“Tenang, nanti ayah bantu neangan (cari) rumput, kemarin paling jauh kamu cari kemana ?” tanya ayah Wisang

“Kemarin itu, sampai menginap semalam di hutan, masang tenda sampai daerah Bandung Barat daerah Cimahi, kalau tidak salah,
Alhamdulilah lumayan ketemu rumput banyak, daerah sana kayanya masih ada yah, nanti aku cari lagi,” jelas Wisang

“Untung kita masih punya sumber air, sumur di belakang rumah kita, yah walau airnya tidak sebersih dan sebanyak dulu, tapi dengan di masak sampai mendidih dapat membantu kita untuk konsumsi itu air, buat kita bertahan hidup, kamu hati hati cari rumput ke daerah Bandung barat awas ada tentara berseragam hitam,” jelas ayah Wisang, membalas penjelasan Wisang remaja mencari rumput.

Kemudian Arjuna merasa ini saatnya untuk Wisang tahu akan kebenaran yang terjadi pada ibunda dan kedua kakaknya.

“Ahmad Wisanggeni anaku, ada yang ingin Ayah tanyakan padamu penting sekali”

“Iyah kenapa yah ?”
“Apakah dirimu mengingat kejadian ketika engkau masih berumur sepuluh tahun kejadian di monas ?”

“hhmmmm… ingat yah, tapi ada bagian beberapa yang lupa ingatnya saya tertidur setelah mendengar ledakan besar, hmmmm soal kakak dan ibu yang hilang ya yah ?”

“Kurang lebih itu, tentang dua kakakmu dan ibunda mu hmmmmm” ia menghela nafas barang beberapa menit sebelum melanjutkan kalimat nya lalu , “Walau ayah tidak temukan kedua jasad kakakmu, rasanya serangan tigres yang hampir memangsa semua orang di monumen nasional itu buat kedua kakak mu tidak selamat ikut termangsa, dan ibu mu ,“ kemudian Arjuna menahan air mata yang mendadak muncul di pelipis mata, “Aisyah matahari, ibumu harus akhiri hidupnya di tragedi satu kepala …”

Mendengar itu lutut Wisang seperti tidak bersendi, ia yang duduk di meja makan seperti ada sesuatu yang menyedak di ulu hati memaksa ia memuntahkan air mata. Amarah gelisah dan kecewa campur aduk, harapan dulu menemukan kedua kakak dan ibunda nya yang hilang kini sirna, hanya ada dendam yang menjadi pada para komplotan tentara berseragam hitam, yang ingin kuasai dunia di atas satu kepemimpinan. Wisang mematung sambil meneteskan air mata, Ayahnya berusaha tegar dengan membereskan tusuk sate dan piring bekas mereka makan, menyimpan piring di wastafel, kemudian,

“KENAPA AYAH BARU BERI TAHU INI SEKARANG ?!” teriakan Wisang meledak, gambarkan emosi yang tidak stabil terima kenyataan pahit yang harus terjadi

“Ayah juga bingung, putuskan untuk cari waktu yang tepat Wisang anaku, waktu yang tepat agar kau bisa lebih kuat hadapi kenyataan bahwa ibunda dan dua kakakmu telah tiada,” jawab ayah nya tenang, sambil menghapus air mata yang sedikit demi sedikit basahi pipi.

Wisang terdiam, kemudian berdiri berjalan kesebelah lemari ruang tengah mengambil rotan canggihnya dan celurit hologram, kemudian ia mengambil beberapa daging di meja yang belum di bakar di bungkus kertas Koran. Membawa ransel miliknya, ia terdiam tanda sembunyikan kecewa marah juga sedih atas berita itu.

Ayahnya kemudian sudah prediksikan kemungkinan paling buruk adalah emosi anaknya yang tidak stabil, namun ia lega melihat anaknya mengambil arit hologram dan rotan canggih tempat menyimpan rumput itu, tandanya ia akan mencari rumput dan kembali lagi ke rumah.

Wisang kemudian pergi tanpa ucapkan sepatah kata pun pada ayahnya, hanya luka hati yang menganga di dalam sanubari nya , luka yang terbuka akibat kenyataaan bahwa kedua kakak dan ibunya bukan hilang tapi telah tinggalkan dunia ini selamanya.
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
841
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan