TORANG SAMUA BASAUDARA

Bukan Manado kalau kotanya sunyi. Hampir di setiap sudut kota, orang-orang suka mendengarkan musik.
Genre apapun.
Mulai dari lagu pop berbahasa Inggris sampai lagu remix dangdut koplo.
Terlebih Sulawesi Utara mayoritas penduduknya beragama Kristen-Katolik, sehingga banyak gereja yang nyetel Lagu rohani dari pagi hingga petang.Belum lagi angkot nyentrik yang bikin saya menganga pertama kali melihatnya. Angkot biasa (ngga dimodifikasi) bisa dihitung dengan jari. Selebihnya seperti ini:









Para supir angkot sangat paham bahwa pelanggan adalah raja. Saya sendiri jumpai angkot yang terlalu dermawan bahkan kepada yang bukan pelanggannya.

Beberapa minggu lalu saat main ke kota, saya lihat angkot dengan flat LED TV yang entah berapa inch (pokoknya buesar buangets) yang ditaruh di bagian belakang dan menghadap ke belakang (jadi yang nonton yang posisi di belakangnya, dan justru bukan pelanggannya). Saya cuma geleng-geleng kepala sambil sibuk foto sana-sini.Jangan marah kalau Manado macet gara-gara angkot (apalagi di Zero Point) karena pak supir terlalu asyik nonton tab dihadapannya 😆Angkot Manado juga khas dengan suara musiknya yangnot ear-friendly.Terlalu keras. Dari jarak lebih dari 50 hingga 70 meter, lagu yang disetel masih bisa terdengar dengan jelas. Saya ngga tau apakah komposisi telinga saya dengan para supir angkot ini memang berbeda. Kayaknya kulit mereka lebih tebal beberapa lapis dan gendang telinganya punya garansi seumur hidup.Oh iya, lagu yang saya input di atas judulnya ‘Damai Lebe Bae’ yang dinyanyikan oleh Maumere. Belakangan, lagu ini diputar dimana-mana. Minimarket, angkot, sampai rumah juga. Jadi kayak lagu nasional 😄Saya sendiri masih berkali-kali ketawa kalau dengar lagu ini. Bahasa dan logat yang khas, plus arti yang sebagian besar belum saya mengerti. Tapi intinya, lagu ini mengajak untuk damai, ngga minum minuman keras, dan toleransi.


jangan lupa gan