chndracb88Avatar border
TS
chndracb88
Tentang Dilema dan Cinta
Kipas angin itu masih terus mendinginkan ruangan. Kipas yang menggantung di langit-langit kamar berputar ke arah kanan seperti jarum jam yang juga terus berputar ke kanan. Jam sudah menunjukkan pukul 02.00 WIB. Agam masih terjaga. Kipas itu sudah dinyalakan sejak tadi seperti baling-baling helikopter. Akan tetapi Agam masih merasa gerah. Dia buka baju dan dia lemparkan ke sudut kamar.
“Ahhh!” Pekik dia setengah tertahan.
Di sudut kamar yang lain ada sepasang ikan di dalam akuarium yang menunggu sang tuan tidur. Mata ikan itu tampak lelah sekali. “Ayolah, Gam, cepat tidur. Kami sudah mengantuk. Kami juga butuh istirahat,” bentak ikan itu.
Namun Agam tak menghiraukan. Agam masih tidak percaya atas ucapan Shinta, sang pacar. Tiba-tiba pintu kamar Agam terbuka. Muncullah Sri, ibu Agam. Sri masuk dan menghampiri Agam.
“Ada apa, Nak? Mengapa engkau begitu berantakan?” sapa Sri memulai percakapan.
Agam diam. Dia hanya termenung dan memeluk ibunya. Air matanya menetes, membasahi bagian pundak baju Sri. Ia bingung, tak tahu harus mulai dari mana bercerita.
“Mengapa cinta begitu rumit? Apa yang engkau rencanakan ya, Tuhan?” Agam bergumam dalam hati.
“Tidurlah, Nak, sudah malam,” kata Sri lembut sambil mengecup kening Agam. Sri memilih diam dan tidak mengulik masalah yang dihadapi anaknya. Biarlah Agam yang bercerita sendiri. Sri berlalu dan meninggalkan Agam di kamar.
“Mungkin Agam butuh waktu untuk sendiri,” Sri membatin.
Suasana kamar kembali hening. Ikan yang semula begitu cerewet menjadi diam. Cecak-cecak yang menghiasi dinding kamar pun terdiam. Bahkan jangkrik di taman sebelah kamar Agam pun membisu. Agam teringat kembali percakapannya dengan Shinta.

Siang itu, Awan gelap menyelimuti Kota Lumpia. Saat nikmat sekali udara saat itu, matahari tak sepenuhnya tampak seperti biasa. Mungkin ia malu karena akhir-akhir ini selalu tampak telanjang di langit. Sinarnya hanya sedikit yang menembus celah awan gelap. Agam memarkir motor Vespa Excel kesayangan di tempat parkir, di sebelah gedung tua bercat putih. Itulah Gereja Blenduk
“Sendirian, Gam?” tanya pria berbaju putih yang selalu menjaga tempat parkir itu.
“Enggak kok, Pak. Mungkin bentar lagi Shinta datang,” jawab Agam sekenanya.
Tampak akrab sekali mereka berdua. Agam berlalu meninggalkan bapak itu. Dia berjalan menuju taman. Taman Srigunting. Dia melewati tangga yang menyerupai jembatan. Di sana ada dua tiang yang mendampingi jembatan. Di atas tiang itu dihiasi lampu tertutup kaca yang sangat indah bila dihidupkan pada malam hari. Agam memilih tempat duduk di tempat biasa, di ujung kiri taman. Padahal, di taman itu ada empat sisi yang sama-sama indah. Di setiap sisi dihiasi sebatang pohon besar yang rindang.
Agam duduk tepat di sebelah kotak keramik berukuran satu meter bertuliskan “Air Siap Minum” yang disediakan Pemerintah Kota Semarang. Entah sudah berapa lama kotak itu tidak berfungsi.
Menurut pandangan dia, sisi itu sangat strategis dari sisi lain. Dia bisa melihat seluruh kendaraan yang lalu-lalang di jalanan Kota Lama. Dia juga dapat melihat Gereja Blenduk secara utuh dari sudut itu.
Dia melihat Shinta memarkir motor di tempat yang sama. Setelah melepaskan helm, Shinta berbincang dengan bapak berbaju putih yang tadi disapa Agam. Entah apa yang mereka bicarakan. Agam tak tahu. Shinta berlalu dan menghampiri Agam.
“Kenapa matamu begitu sembap, Sayang?” sapa Agam memulai percakapan.
“Aku habis nangis semalaman, Gam,” jawab Shinta singkat.
“Kenapa menangis? Ada masalah apa?” tanya Agam heran. “Maukah kau berbagi denganku?” lanjut Agam.
“Aku mau bercerita padamu. Namun janji ya, jangan beri tahu siapa pun?!” kata Shinta setengah mengancam.
“Apa dulu masalahnya?” Agam mengerutkan dahi.
“Janji dulu!” bentak wanita bermata sipit itu sambil melotot kepada Agam.
“Tak usah sok melotot. Mata sipit ya sipit aja. Ha-ha-ha!” Agam tertawa untuk mencairkan suasana.
“Gak usah bercanda dulu deh, Gam. Aku serius nih.” Nada ngambek Shinta keluar sambil menyilangkan kedua tangan ke perut.
“Iya deh iya. Maaf ya, Cantik, aku hanya mencoba menghiburmu. Aku janji deh gak bakal cerita ke siapa pun.” Dua jari Agam mengacung ke udara
“Aku hamil,” bisik Shinta sambil menutup muka dengan kedua telapak tangan.
Seketika suasana hening. Agam sangat kaget. Dia tidak dapat berbicara apa-apa. Matanya berkaca-kaca. Di sekelilingnya banyak sekali orang berbincang dan tertawa bahagia, tetapi tidak seorang pun bersuara. Entah apa yang mereka ucapkan. Mulut mereka bergerak-gerak, tetapi tidak ada suara.
Siapakah laki-laki yang menghamili Shinta? Apakah dia selingkuhan Shinta? Apakah dia lebih tampan? Banyak sekali pertanyaan berkecamuk dalam pikiran Agam.
“Bagaimana engkau bisa hamil? Padahal, kita tak pernah berhubungan seks?” tanya Agam penasaran.
“Kejadiannya sekitar dua bulan lalu. Ketika itu aku pulang jalan kaki dari kampus. Aku telepon kamu, tetapi teleponmu gak aktif. Aku mau naik angkutan umum, tetapi sudah tidak ada. Sudah terlalu malam. Tiba-tiba ada pemuda mabuk mendekap dan membekap mulutku dengan sapu tangan. Sepertinya aku pingsan. Ketika tersadar, tubuhku tak terbalut sehelai benang pun. Pakaianku berserakan, pangkal pahaku perih. Akan tetapi ruangan itu sangat sepi. Aku sendirian. Aku tak tahu apa yang terjadi, Gam,” omongan Shinta terhenti. Dia mengusap air mata yang menetes.
Agam terdiam. Dia sangat memahami Shinta. Agam tidak mau memotong cerita Shinta. Karena setiap kali bercerita dan Agam memotong, Shinta akan berhenti, tidak mau melanjutkan.
“Biarlah Shinta bercerita sampai akhir,” ucap Agam dalam hati.
“Setelah sepenuhnya sadar, aku memakai pakaian dan pergi mengendap-endap dari rumah itu. Aku pikir aku gak kenapa-kenapa. Namun aku bingung. Menstruasiku tak kunjung datang. Aku pun mengecek apakah hamil atau tidak. Ternyata aku positif hamil,” terang Shinta sambil menangis. Dia mengusap setiap air mata yang menetes dari mata sipitnya.
“Kamu tenang ya, Sayang. Kamu tahu siapa orangnya? Ayo, kita lapor polisi,” Agam geram, tetapi masih terlihat santai karena tidak mau membuat Shinta panik.
“Aku tak kenal orang itu dan aku gak mau lapor ke polisi. Kamu kan udah janji gak bilang siapa pun?” cegah Shinta sambil memegang erat tangan Agam.
“Kenapa? Kenapa kamu tidak mau lapor ke polisi?” tanya Agam bingung.
“Aku gak mau aib ini tersebar luas. Cukup aku yang tahu,” jawab Shinta. “Aku menceritakan padamu karena memang harus menceritakan kejadian ini. Aku gak mau memendam sendiri. Sakit, Gam, sangat sakit memendam semua ini sendirian. Aku percaya kamu, Gam. Karena itu aku cerita padamu,” lanjut Shinta.
“Terus mau kamu gimana?” tanya Agam lagi.
“Gak tahu,” jawab Shinta sambil menggelengkan kepala.
Agam membuyarkan lamunan. Dia ambil kembali baju yang dia lempar ke sudut kamar. Dia kenakan kembali baju itu. Agam mencoba tidur. Dia melihat jam sudah menunjukkan pukul 03.20 WIB. Walaupun tidak bisa tidur, Agam tetap memejamkan mata. Dia memiringkan badan ke kanan dan ke kiri, tetapi tetap tidak bisa tidur. Dia membuka handphone, entah apa yang dia cari. Dia hanya menggeser-geser menu. Terlihat sekali betapa Agam frustrasi atas kejadian yang menimpa Shinta.
“Apa yang harus kulakukan, Tuhan? Relakah aku menerima Shinta apa adanya? Relakah aku tidak mendapatkan keperawanannya ketika malam pertamaku? Aku belum siap menikah, umurku baru 21 tahun!” teriak Agam dalam hati.
“Apakah aku harus mengakhiri hubungan ini?” Itulah yang sekilas terbesit dalam pikiran Agam. “Tegakah aku meninggalkan gadis cantik yang sangat kucintai?”
Sementara itu, di kamar berbeda, di bawah atap berbeda, Shinta belum juga terlelap. Ia masih terus menangis. Matanya membengkak. Bola matanya hampir tertutup rapat.
“Apa yang harus kulakukan, Tuhan?” Pikiran yang sama seperti Agam terbersit di kepalanya. “Aku tidak tahu untuk apalagi aku hidup. Aku sudah tidak perawan, bahkan hamil!” Jerit Shinta tanpa suara.
Shinta bangun dari pembaringan dan menghidupkan lampu kamar. Dia mencari sesuatu di meja belajar. Namun tak ujung menemukan.
“Haruskah aku meninggalkan Agam? Haruskah aku akhiri hidup ini?” Pekik dia tak sadar sambil memegang benda yang akhirnya dia temukan. Gunting!
0
1.2K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan