- Beranda
- Komunitas
- Hobby
- Green Lifestyle
Rusa Bawean, Pelari Ulung yg Semakin Langka


TS
bakachibi
Rusa Bawean, Pelari Ulung yg Semakin Langka

Quote:

Mukaddimah
Spoiler for :

sumber gambar: alamendah.org
Dalam thread ane kali ini, ane bakal ngasih tau agan sekalian tentang Rusa Bawean, hewan langka dari Indonesia tepatnya di Pulau Bawean di tengah Laut Jawa. Populasi hewan ini sekarang diperkirakan sekitar 300 ekor saja. Mungkin udah banyak Agan disini yg pernah liat hewan yg satu ini di kebun binatang? Bagi yg belum tau langsung aja ane kasih tau informasi lebih lanjut mengenai hewan endemik yg satu ini.


Quote:
Mengenal Rusa Bawean
Spoiler for :
sumber gambar: kamerabawean.blogspot.com
Rusa Bawean (bahasa latinnya Axis kuhlii), merupakan satwa endemik pulau Bawean (Kab. Gresik, Jawa Timur) yang populasinya semakin langka dan terancam kepunahan. Oleh IUCN Redlist, Rusa Bawean, yang merupakan satu diantara 4 jenis (spesies) Rusa yang dimiliki Indonesia ini, dikategorikan dalam “Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat terancam kepunahan”. Spesies Rusa Bawean ini juga terdaftar pada CITES sebagai appendix I. Dalam bahasa inggris disebut sebagai Bawean Deer. Rusa Bawean hidup dalam kelompok kecil yang biasanya terdiri atas rusa betina dengan anaknya atau jantan yang mengikuti betina untuk kimpoi. Mereka tergolong hewan nokturnal atau aktif mencari makan di malam hari.

Quote:
Ciri-ciri dan Habitat
Spoiler for :

sumber gambar: baweanadv.blogspot.com
Rusa Bawean memiliki tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan Rusa jenis lainnya. Rusa Bawean (Axis kuhlii) mempunyai tinggi tubuh antara 60-70 cm dan panjang tubuh antara 105-115 cm. Rusa endemik Pulau Bawean ini mempunyai bobot antara 15-25 kg untuk rusa betina dan 19-30 kg untuk rusa jantan.
Selain tubuhnya yang mungil, ciri khas lainnya adalah memiliki ekor sepanjang 20 cm yang berwarna coklat dan keputihan pada lipatan ekor bagian dalam. Tubuhnya yang mungil ini menjadikan Rusa Bawean lincah dan menjadi pelari yang ulung.
Warna bulunya sama dengan kebanyakan rusa, cokelat kemerahan kecuali pada leher dan mata yang berwarna putih terang. Bulu pada Rusa Bawean anak-anak memiliki totol-totol tetapi seiring bertambahnya umur, noktah ini akan hilang dengan sendirinya.
Sebagaimana rusa lainnya, Rusa Bawean jantan memiliki tanduk (ranggah) yang mulai tumbuh ketika berusia delapan bulan. Tanduk (ranggah) tumbuh bercabang tiga hingga rusa berusia 30 bulan. Ranggah rusa ini tidak langsung menjadi tanduk tetap tetapi mengalami proses patah tanggal untuk digantikan ranggah yang baru. Baru ketika rusa berusia 7 tahun, ranggah (tanduk rusa) ini menjadi tanduk tetap dan tidak patah tanggal kembali.
Rusa Bawean merupakan nokturnal, lebih sering aktif di sepanjang malam. Dan mempunyai habitat di semak-semak pada hutan sekunder yang berada pada ketinggian hingga 500 mdpl. Mereka sangat hati-hati, dan muncul untuk menghindari kontak dengan orang-orang; di mana aktivitas manusia berat, rusa menghabiskan hari di hutan di lereng-lereng curam yang tidak dapat diakses oleh penebang kayu jati.
Rusa Bawean (Axis kuhlii) mempunyai masa kehamilan antara 225-230 hari dan melahirkan satu anak tunggal (jarang terjadi kelahiran kembar). Kebanyakan kelahiran terjadi antara bulan Februari hingga Juni.
Selain tubuhnya yang mungil, ciri khas lainnya adalah memiliki ekor sepanjang 20 cm yang berwarna coklat dan keputihan pada lipatan ekor bagian dalam. Tubuhnya yang mungil ini menjadikan Rusa Bawean lincah dan menjadi pelari yang ulung.
Warna bulunya sama dengan kebanyakan rusa, cokelat kemerahan kecuali pada leher dan mata yang berwarna putih terang. Bulu pada Rusa Bawean anak-anak memiliki totol-totol tetapi seiring bertambahnya umur, noktah ini akan hilang dengan sendirinya.
Sebagaimana rusa lainnya, Rusa Bawean jantan memiliki tanduk (ranggah) yang mulai tumbuh ketika berusia delapan bulan. Tanduk (ranggah) tumbuh bercabang tiga hingga rusa berusia 30 bulan. Ranggah rusa ini tidak langsung menjadi tanduk tetap tetapi mengalami proses patah tanggal untuk digantikan ranggah yang baru. Baru ketika rusa berusia 7 tahun, ranggah (tanduk rusa) ini menjadi tanduk tetap dan tidak patah tanggal kembali.
Rusa Bawean merupakan nokturnal, lebih sering aktif di sepanjang malam. Dan mempunyai habitat di semak-semak pada hutan sekunder yang berada pada ketinggian hingga 500 mdpl. Mereka sangat hati-hati, dan muncul untuk menghindari kontak dengan orang-orang; di mana aktivitas manusia berat, rusa menghabiskan hari di hutan di lereng-lereng curam yang tidak dapat diakses oleh penebang kayu jati.
Rusa Bawean (Axis kuhlii) mempunyai masa kehamilan antara 225-230 hari dan melahirkan satu anak tunggal (jarang terjadi kelahiran kembar). Kebanyakan kelahiran terjadi antara bulan Februari hingga Juni.

Quote:
Populasi dan Konservasi
Spoiler for :

sumber gambar: ranggaimages.wordpress.com
Di habitat aslinya, Rusa Bawean semakin terancam kepunahan. Pada akhir 2008, peneliti LIPI menyebutkan jumlah populasi rusa bawean yang berkisar 400-600 ekor. Sedang menurut IUCN, satwa endemik yang mulai langka ini diperkirakan berjumlah sekitar 250-300 ekor yang tersisa di habitat asli (2006)
Karena populasinya yang sangat kecil dan kurang dari 250 ekor spesies dewasa, IUCN Redlist sejak tahun 2008 memasukkan Rusa Bawean dalam kategori “Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat terancam kepunahan”. Selain itu CITES juga mengategorikan spesies bernama latin Axis kuhlii ini sebagai “Appendix I”
Semakin langka dan berkurangnya populasi Rusa Bawean (Axis kuhlii) dikarenakan berkurangnya habitat Rusa Bawean yang semula hutan alami berubah menjadi hutan jati yang memiliki sedikit semak-semak. Ini berakibat pada berkurangnya sumber makanan.
Penurunan jumlah populasi ini mendorong berbagai usaha konservasi diantaranya pembentukan Suaka Margasatwa Pulau Bawean seluas 3.831,6 ha sejak tahun 1979. Selain itu untuk menghindari kepunahan sejak tahun 2000 telah diupayakan suatu usaha penangkaran Rusa Bawean (Axis kuhlii).
Menurut Kepala Resort BKSDA Bawean Ponimon mengatakan, berdasarkan penelitian terakhir kerjasama antara UGM dengan BKSDA tahun 2005, tinggi Rusa Bawean sekitar 60-70 cm, populasinya hanya tinggal 300 ekor. Jumlah ini berkurang jauh dibanding dulu seblum tahun 1932. Berkurangnya populasi rusa bawean ini karena ada perubahan habitat. Saat ini, populasi rusa bawean di hutan konservasi lebih banyak tinggal di daerah Gunung Besar, Gunung Cina, dan Komalasa.
"Pada zaman Belanda, hutan di Bawean ini adalah hutan lindung, jadi populasi rusa bawean ini berkembangbiak dengan pesat dan mencapai ribuan, tapi kemudian tahun 1932 hutan di bawean ini diubah menjadi hutan produksi, sebagian tanaman di lahan di hutan Bawean ini diganti dengan tanaman jati, jadi habitat rusa baawean semakin sempit, dan ini berpengaruh dengan perkebangbiakannya, bahkan banyak rusa bawean waktu itu yang terlantar ke kampung, sehingga ditangkap oleh warga sekitar," jelas Ponimon.
Namun kemudian tahun 1979 diubah lagi dari hutan produksi menjadi hutan konservasi. Dikatakan Poniman, perubahan dari hutan produksi menjadi hutan konservasi ini atas jasa Rolic, peneliti asal Amerika dari lembaga konservasi world wildlife fund (WWF), Rolic meneliti populasi rusa bawean di sini dengan didampingi Mohammad Taha yang saat ini menjadi staf Ponimon di Resort BKSDA Bawean.
Sementra itu, Mohammad Taha menceritakan, keberangkatan Rolic ke Bawean waktu itu setelah dia membaca buku yang ditulis oleh Blowd, orang dari Belanda pada era penjajahan Belanda dulu. Di buku Blowd itu dituliskan ada rusa yang di dunia ini keberadaannya hanya di Bawean. Karena itu Rolic kemudian tertarik dan datang ke Bawean untuk meneliti rusa bawean.
"Saat itu mulai tahun 1977, selama dua tahun. Setiap petak di hutan Rolic memberi plot, setiap hari pula Rolic masuk hutan dan memeriksa plot-plot tersebut. Dengan telaten dia mencatat jejak kaki rusa dan kotoran rusa. Baik jejak kaki maupun kotorannya dia ukur dan timbang. Dari penelitian Rolic tahun itu kemudian diketahui ada sekitar 200 hingga 300 ekor rusa bawean," cerita Mohammad Taha.
Karena populasi rusa Bawean terjadi kemerosotan yang signifikan jika dibandingkan dengan zaman Belanda, waktu itu Rolic mengusulkan hutan Bawean yang telah diubah menjadi hutan produksi, diubah lagi menjadi hutan suaka alam.
Karena populasinya yang sangat kecil dan kurang dari 250 ekor spesies dewasa, IUCN Redlist sejak tahun 2008 memasukkan Rusa Bawean dalam kategori “Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat terancam kepunahan”. Selain itu CITES juga mengategorikan spesies bernama latin Axis kuhlii ini sebagai “Appendix I”
Semakin langka dan berkurangnya populasi Rusa Bawean (Axis kuhlii) dikarenakan berkurangnya habitat Rusa Bawean yang semula hutan alami berubah menjadi hutan jati yang memiliki sedikit semak-semak. Ini berakibat pada berkurangnya sumber makanan.
Penurunan jumlah populasi ini mendorong berbagai usaha konservasi diantaranya pembentukan Suaka Margasatwa Pulau Bawean seluas 3.831,6 ha sejak tahun 1979. Selain itu untuk menghindari kepunahan sejak tahun 2000 telah diupayakan suatu usaha penangkaran Rusa Bawean (Axis kuhlii).
Menurut Kepala Resort BKSDA Bawean Ponimon mengatakan, berdasarkan penelitian terakhir kerjasama antara UGM dengan BKSDA tahun 2005, tinggi Rusa Bawean sekitar 60-70 cm, populasinya hanya tinggal 300 ekor. Jumlah ini berkurang jauh dibanding dulu seblum tahun 1932. Berkurangnya populasi rusa bawean ini karena ada perubahan habitat. Saat ini, populasi rusa bawean di hutan konservasi lebih banyak tinggal di daerah Gunung Besar, Gunung Cina, dan Komalasa.
"Pada zaman Belanda, hutan di Bawean ini adalah hutan lindung, jadi populasi rusa bawean ini berkembangbiak dengan pesat dan mencapai ribuan, tapi kemudian tahun 1932 hutan di bawean ini diubah menjadi hutan produksi, sebagian tanaman di lahan di hutan Bawean ini diganti dengan tanaman jati, jadi habitat rusa baawean semakin sempit, dan ini berpengaruh dengan perkebangbiakannya, bahkan banyak rusa bawean waktu itu yang terlantar ke kampung, sehingga ditangkap oleh warga sekitar," jelas Ponimon.
Namun kemudian tahun 1979 diubah lagi dari hutan produksi menjadi hutan konservasi. Dikatakan Poniman, perubahan dari hutan produksi menjadi hutan konservasi ini atas jasa Rolic, peneliti asal Amerika dari lembaga konservasi world wildlife fund (WWF), Rolic meneliti populasi rusa bawean di sini dengan didampingi Mohammad Taha yang saat ini menjadi staf Ponimon di Resort BKSDA Bawean.
Sementra itu, Mohammad Taha menceritakan, keberangkatan Rolic ke Bawean waktu itu setelah dia membaca buku yang ditulis oleh Blowd, orang dari Belanda pada era penjajahan Belanda dulu. Di buku Blowd itu dituliskan ada rusa yang di dunia ini keberadaannya hanya di Bawean. Karena itu Rolic kemudian tertarik dan datang ke Bawean untuk meneliti rusa bawean.
"Saat itu mulai tahun 1977, selama dua tahun. Setiap petak di hutan Rolic memberi plot, setiap hari pula Rolic masuk hutan dan memeriksa plot-plot tersebut. Dengan telaten dia mencatat jejak kaki rusa dan kotoran rusa. Baik jejak kaki maupun kotorannya dia ukur dan timbang. Dari penelitian Rolic tahun itu kemudian diketahui ada sekitar 200 hingga 300 ekor rusa bawean," cerita Mohammad Taha.
Karena populasi rusa Bawean terjadi kemerosotan yang signifikan jika dibandingkan dengan zaman Belanda, waktu itu Rolic mengusulkan hutan Bawean yang telah diubah menjadi hutan produksi, diubah lagi menjadi hutan suaka alam.

Quote:

Spoiler for :

sumber gambar: alamendah.org
Spoiler for :

sumber gambar: esont.wordpress.com
Spoiler for :

sumber gambar: kamerabawean.blogspot.com
Spoiler for :

sumber gambar: detik.com
Spoiler for :

sumber gambar: tamasyafoto.net
Spoiler for :

sumber gambar: baweanadventure.wordpress.com
Spoiler for :

sumber gambar: kaskus.co.id
Spoiler for :

sumber gambar: instagramkusu.com
Spoiler for :
sumber gambar: 1.bp.blogspot.com
Spoiler for :

sumber gambar: fsadam.wordpress.com

Quote:
0
8.8K
Kutip
16
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan