- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
RA Kartini Dalam Pengaruh PemikiranYahudi, Theosofi dan Pluralisme


TS
pempekmaknyus
RA Kartini Dalam Pengaruh PemikiranYahudi, Theosofi dan Pluralisme
Kebanyakan orang yang menjadikan Kartini
sebagai ikon perjuangan perempuan
Indonesia, tak melihat sisi lain dari
pemikirannya yang sangat berbau Theosofi
dan kebatinan. Padahal, banyak tokoh wanita
lain yang hidup semasa dengannya, yang
berjuang secara nyata dalam dunia
pendidikan, bukan dalam wacana surat
menyurat seperti yang dilakukan Kartini.
TANGGAL 21 April dikenal sebagai Hari
Kartini. Hampir semua perempuan di
Indonesia, termasuk kaum muslimah, yang
ikut-ikutan memperingati hari tersebut tanpa
mengetahui latar belakang sejarahnya yang
jelas. Siapa sesungguhnya Kartini? Siapa
orang-orang yang mempengaruhinya?
Bagaimana corak pemikirannya?
Peringatan Hari Kartini sering diikuti
beragam acara yang mengedepankan
emansipasi perempuan, kesetaraan gender,
perjuangan feminisme, dan lain-lain. Kartini,
dianggap sebagai ikon bagi perjuangan
perempuan dalam persoalan tersebut. Kartini
sering disebut sebagai ikon pendobrak bagi
kemajuan perempuan Indonesia dan diakui
secara resmi oleh pemerintah sebagai
Pahlawan Nasional dengan Keputusan
Presiden (Keppres) RI No. 108 tahun 1964.
Kartini lahir di desa Mayong, sebelah barat
Kota Kudus, Kabupaten Jepara. Sebagai anak
seorang bupati, Kartini hidup dalam keluarga
yang berkecukupan. Saat kecil, Kartini
dimasukkan ke sekolah elit orang-orang
Eropa, Europese Lagere School (ELS) dari
tahun 1885-1892. Di sekolah ini, Kartini
banyak bergaul dengan anak-anak Eropa.
Sebagai keluarga priyayi Jawa, kultur mistis
dan kebatinan begitu melekat di lingkungan
tempat tinggalnya. Namun bagi Kartini,
ikatan adat istiadat yang telah berurat akar
dalam itu, dianggap mengekangnya sebagai
perempuan. Setelah tamat dari sekolah ELS
Kartini memasuki masa pingitan. Sementara
itu, Kartini merasakan betul betapa haknya
mendapatkan pendidikan secara utuh
dibatasi. Di luar, ia melihat pendidikan
Barat-Eropa begitu maju.
Kartini banyak bergaul dan melakukan
korespondensi dengan orang-orang Belanda
berdarah Yahudi, seperti J. H Abendanon
dan istrinya Ny Abendanon Mandri, seorang
humanis yang ditugaskan oleh Snouck
Hurgronye untuk mendekati Kartini. Ny
Abendanon Mandri adalah seorang wanita
kelahiran Puerto Rico dan berdarah Yahudi.
…Kartini banyak bergaul dan
melakukan korespondensi dengan
orang-orang Belanda berdarah
Yahudi yang ditugaskan oleh Snouck
Hurgronye untuk mendekati
Kartini…
Tokoh lain yang berhubungan dengan Kartini
adalah, H. H Van Kol (Orang yang berwenang
dalam urusan jajahan untuk Partai Sosial
Demokrat di Belanda), Conrad Theodore van
Daventer (Anggota Partai Radikal Demokrat
Belanda), K. F Holle (Seorang Humanis), dan
Christian Snouck Hurgronye (Orientalis yang
juga menjabat sebagai Penasihat
Pemerintahan Hindia Belanda), dan Estella H
Zeehandelar, perempuan yang sering
dipanggil Kartini dalam suratnya dengan
nama Stella. Stella adalah wanita Yahudi
pejuang feminisme radikal yang bermukim di
Amsterdam. Selain sebagai pejuang
feminisme, Estella juga aktif sebagai anggota
Social Democratische Arbeiders Partij (SDAP).
Kartini berkorespondensi dengan Stella sejak
25 Mei 1899. Dengan perantara iklan yang di
tempatkan dalam sebuah majalah di Belanda,
Kartini berkenalan dengan Stella. Kemudian
melalui surat menyurat, Stella
memperkenalkan Kartini dengan berbagai ide
modern, terutama mengenai perjuangan
wanita dan sosialisme.
Dalam sebuah suratnya kepada Ny Nellie Van
Koll pada 28 Juni 1902, Stella mengakui
sebagai seorang Yahudi dan mengatakan
antara dirinya dan Kartini mempunyai
kesamaan pemikiran tentang Tuhan. Stella
mengatakan,”Kartini dilahirkan sebagai
seorang Muslim, dan saya dilahirkan sebagai
seorang Yahudi. Meskipun demikian, kami
mempunyai pikiran yang sama tentang
Tuhan. ”
Dr Th Sumarna dalam bukunya ”Tuhan dan
Agama dalam Pergulatan Batin Kartini”
menyatakan ada surat-surat Kartini yang tak
diterbitkan oleh Ny. Abendanon Mandri,
terutama surat-surat yang berkaitan dengan
pengalaman batin Kartini dalam dunia
okultisme (kebatinan dan mistis). Entah
dengan alasan apa, surat-surat tersebut tak
diterbitkan. Ny Abendanon hanya
menerbitkan kumpulan surat Kartini yang
diberi judul ”Door Duisternis tot
Licht" (Habis Gelap Terbitlah Terang).
Keterangan mengenai kepercayaan Kartini
terhadap okultisme hanya didapat dari surat-
suratnya yang ditujukan kepada Stella dan
keluarga Van Kol. Seperti diketahui, okultisme
banyak diajarkan oleh jaringan Freemasonry
dan Theosofi, sebagai bagian dari ritual
perkumpulan mereka.
Nama-nama lain yang menjadi teman
berkorespondensi Kartini adalah Tuan H. H
Van Kol, Ny Nellie Van Kol, Ny M. C. E Ovink
Soer, E. C Abendanon (anak J. H Abendanon),
dan Dr N Adriani (orang Jerman yang diduga
kuat sebagai evangelis di Sulawesi Utara).
Kepada Kartini, Ny Van Kol banyak
mengajarkan tentang Bibel, sedangkan
kepada Dr N Adriani, Kartini banyak
mengeritik soal zending Kristen, meskipun
dalam pandangan Kartini semua agama sama
saja.
Apakah korespondensi Kartini dengan para
keturunan Yahudi penganut humanisme,
yang juga diduga kuat sebagai aktivis
jaringan Theosofi-Freemasonry, berperang
penting dalam memengaruhi pemikiran
Kartini? Ridwan Saidi dalam buku Fakta dan
Data Yahudi di Indonesia menyebutkan,
sebagai orang yang berasal dari keturunan
priayi atau elit Jawa dan mempunyai bakat
yang besar dalam pendidikan, maka Kartini
menjadi bidikan kelompok Theosofi, sebuah
kelompok yang juga banyak digerakkan oleh
orang-orang Belanda saat itu.
…maka Kartini menjadi bidikan
kelompok Theosofi, sebuah
kelompok yang juga banyak
digerakkan oleh orang-orang
Belanda saat itu...
Dalam catatan Ridwan Saidi, orang-orang
Belanda gagal mengajak Kartini berangkat
studi ke negeri Belanda. Karena gagal, maka
mereka menyusupkan ke dalam kehidupan
Kartini seorang gadis kader Zionis bernama
Josephine Hartseen. Hartseen, menurut
Ridwan adalah nama keluarga Yahudi.
Siapa yang berperan penting merekatkan
hubungan Kartini dengan para elit Belanda?
Adalah Christian Snouck Hurgronje orang
yang mendorong J.H Abendanon agar
memberikan perhatian lebih kepada Kartini
bersaudara. Hurgronje adalah sahabat
Abendanon yang dianggap oleh Kartini
mengerti soal-soal hukum agama Islam. Atas
saran Hurgronje agar Abendanon
memperhatikan Kartini bersaudara,
sampailah pertemuan antara Abendanon dan
Kartini di Jepara.
Sebagai seorang orientalis, aktivis Gerakan
Politik Etis, dan penasihat pemerintah Hindia
Belanda, Snouck Hurgronje juga menaruh
perhatian kepada kepada anak-anak dari
keluarga priyayi Jawa lainnya. Hurgronje
berperan mencari anak-anak dari keluarga
terkemuka untuk mengikuti sistem
pendidikan Eropa agar proses asimilasi
berjalan lancar.
Langkah ini persis seperti yang dilakukan
sebelumnya oleh gerakan Freemasonry lewat
lembaga ”Dienaren van Indie” (Abdi Hindia)
di Batavia yang menjaring anak-anak muda
yang mempunyai bakat dan minat untuk
memperoleh beasiswa. Kader-kader dari
”Dienaren van Indie” kemudian banyak yang
menjadi anggota Theosofi dan Freemasonry.
Pengaruh Theosofi dalam Pemikiran Kartini
Surat-surat Kartini kepada Ny. Abendanon,
orang yang dianggap satu-satunya sosok yang
boleh tahu soal kehidupan batinnya, dan
surat-surat Kartini lainya para humanis Eropa
keturunan Yahudi di era 1900-an sangat
kental nuansa Theosofinya. Seperti ditulis
dalam surat-suratnya, Kartini mengakui ada
orang yang mengatakan bahwa dirinya tanpa
sadar sudah masuk kedalam alam pemikiran
Theosofi.
Bahkan, Kartini mengaku diperkenalkan
kepada kepercayaan dengan ritual-ritual
memanggil roh, seperti yang dilakukan oleh
kelompok Theosofi. Selain itu, semangat
pemikiran dan perjuangan Kartini juga sama
sebangun dengan apa yang menjadi
pemikiran kelompok Theosofi. Inilah yang
kemudian, banyak para humanis yang
menjadi sahabat karib Kartini begitu tertarik
kepada sosok perempuan ini.
…Kartini mengaku diperkenalkan
kepada kepercayaan dengan ritual-
ritual memanggil roh, seperti yang
dilakukan oleh kelompok Theosofi…
Kartini juga kerap mendapat kiriman buku-
buku dari Ny Abendanon, yang di antaranya
buku tentang humanisme, paham yang juga
lekat dengan Theosofi dan Freemasonry.
Diantara buku-buku yang dibaca Kartini
adalah, Karaktervorming der Vrouw
(Pembentukan Akhlak Perempuan) karya
Helena Mercier, Modern Maagden (Gadis
Modern) karya Marcel Prevost, De Vrouwen an
Socialisme (Wanita dan Sosialisme) karya
August Bebel dan Berthold Meryan karya
seorang sosialis bernama Cornelie Huygens.
Berikut surat-surat Kartini yang sangat kental
dengan doktrin-doktrin Theosofi:
”Sepanjang hemat kami, agama yang paling
indah dan paling suci ialah Kasih Sayang.
Dan untuk dapat hidup menurut perintah
luhur ini, haruskah seorang mutlak menjadi
Kristen? Orang Buddha, Brahma, Yahudi,
Islam, bahkan orang kafir pun dapat hidup
dengan kasih sayang yang murni. ” (Surat
kepada Ny Abendanon, 14 Desember 1902).
”Kami bernama orang Islam karena kami
keturunan orang-orang Islam, dan kami
adalah orang-orang Islam hanya pada
sebutan belaka, tidak lebih. Tuhan, Allah,
bagi kami adalah seruan, adalah seruan,
adalah bunyi tanpa makna..." (Surat Kepada
E. C Abendanon, 15 Agustus 1902).
”Agama yang sesungguhnya adalah
kebatinan, dan agama itu bisa dipeluk baik
sebagai Nasrani, maupun Islam, dan lain-
lain” (Surat 31 Januari 1903).
”Kalau orang mau juga mengajarkan agama
kepada orang Jawa, ajarkanlah kepada
mereka Tuhan yang satu-satunya, yaitu Bapak
Maha Pengasih, Bapak semua umat, baik
Kristen maupun Islam, Buddha maupun
Yahudi, dan lain-lain.” (Surat kepada E. C
Abendanon, 31 Januari 1903).
”Ia tidak seagama dengan kita, tetapi tidak
mengapa, Tuhannya, Tuhan kita. Tuhan kita
semua.” (Surat Kepada H. H Van Kol 10
Agustus 1902).
”Betapapun jalan-jalan yang kita lalui
berbeda, tetapi kesemuanya menuju kepada
satu tujuan yang sama, yaitu Kebaikan. Kita
juga mengabdi kepada Kebaikan, yang tuan
sebut Tuhan, dan kami sendiri menyebutnya
Allah.” (Surat kepada Dr N Adriani, 24
September 1902).
…Dari surat-surat tersebut, sangat
jelas bahwa corak pemikiran Kartini
sangat Theosofis, yang di antara inti
ajaran Theosofi adalah kebatinan
dan pluralisme…
Dari surat-surat tersebut, sangat jelas bahwa
corak pemikiran Kartini sangat Theosofis,
yang di antara inti ajaran Theosofi adalah
kebatinan dan pluralisme.
Mengenai keterkaitan dan hubungannya
dengan Theosofi, Kartini mengatakan:
”Orang yang tidak kami kenal secara pribadi
hendak membuat kami mutlak penganut
Theosofi, dia bersedia untuk memberi kami
keterangan mengenai segala macam
kegelapan di dalam pengetahuan itu. Orang
lain yang juga tidak kami kenal menyatakan
bahwa tanpa kami sadari sendiri, kami
adalah penganut Theosofi." (Surat Kepada Ny
Abendanon, 24 Agustus 1902).
Hari berikutnya kami berbicara dengan
Presiden Perkumpulan Theosofi, yang
bersedia memberi penerangan kepada kami,
lagi-lagi kami mendengar banyak yang
membuat kami berpikir.” (Surat Kepada
Nyonya Abendanon, 15 September 1902).
Sebagai orang Jawa yang hidup di dalam
lingkungan kebatinan, gambaran Kartini
tentang hubungan manusia dengan Tuhan
juga sama: manunggaling kawula gusti.
Karena itu, dalam surat-suratnya, Kartini
menulis Tuhan dengan sebutan ”Bapak”.
Selain itu, Kartini juga menyebut Tuhan
dengan istilah ”Kebenaran”, ”Kebaikan”, ”Hati
Nurani”, dan ”Cahaya”, seperti tercermin
dalam surat-suratnya berikut ini:
”Tuhan kami adalah nurani, neraka dan surga
kami adalah nurani. Dengan melakukan
kejahatan, nurani kamilah yang menghukum
kami. Dengan melakukan kebajikan, nurani
kamilah yang memberi kurnia.” (Surat kepada
E. C Abendanon, 15 Agustus 1902).
”Kebaikan dan Tuhan adalah satu.” (Surat
kepada Ny Nellie Van Kol, 20 Agustus 1902).
…Alam spiritual Kartini tak hanya
dipengaruhi oleh kepercayaan akan
mistis Jawa, tetapi juga oleh
pemikiran-pemikiran Barat…
Alam spiritual Kartini tak hanya dipengaruhi
oleh kepercayaan akan mistis Jawa, tetapi
juga oleh pemikiran-pemikiran Barat. Inilah
yang oleh kelompok Theosofi disebut sebagai
upaya menyatukan antara ”Timur dan Barat”.
Sebuah upaya yang banyak memikat para elit
Jawa, terutama mereka yang sudah
terbaratkan secara pemikiran.
Siti Soemandari, penulis biografi Kartini
mengatakan, dalam beragama, Kartini
kembali kepada akar-akar kejawennya atau
apa yang disebut dengan ngelmu kejawen.
Soemandari mempertegas, kepercayaan
Kartini adalah gabungan antara iman Islam
dan Kejawen. Atau dalam bahasa lain,
keyakinan agama atau kepercayaan Kartini
adalah sinkretisme yang berlandaskan pada
pluralisme agama.
…Belakangan, jaringan Theosofi di
Indonesia juga mendirikan Kartini
School (Sekolah Kartini) yang
mulanya didirikan di Bandung…
Belakangan, jaringan Theosofi di Indonesia
juga mendirikan Kartini School (Sekolah
Kartini) yang mulanya didirikan di Bandung
oleh seorang Teosof bernama R. Musa dan
kemudian menyebar di berabagai daerah di
Jawa. Tercatat ada beberapa daerah yang
berdiri Sekolah Kartini, yaitu Jatinegara
(Jakarta), Semarang, Bogor, Madiun (1914),
Cirebon, Malang (1916), dan Indramayu
(1918).
Sebagai sekolah yang dikelola oleh para
Teosof, ajaran tentang kebatinan,
sinkretisme--atau sekarang lebih populer
dengan istilah pluralisme-- juga tentang
pembentukan watak dan kepribadian, lebih
menonjol dalam pelajaran di sekolah-sekolah
tersebut. Sekolah lain yang didirikan di
berbagai daerah oleh kelompok Theosofi
adalah Arjuna School, dengan muatan nilai-
nilai pendidikan yang sama dengan Kartini
School.
Tepatkah jika Kartini, berpikiran Barat dan
berpaham Theosofi, dijadikan ikon bagi
perjuangan kaum wanita pribumi?
Sejarah mencatat, ada banyak perempuan
yang hidup sezaman dengan Kartini yang
namanya begitu saja dilupakan dalam
perannya memajukan pendidikan kaum hawa
di negeri ini. Di antara nama itu adalah Dewi
Sartika (1884-1947) di Bandung yang juga
berkiprah memajukan pendidikan kaum
perempuan. Dewi Sartika tak hanya
berwacana, tapi juga mendirikan lembaga
pendidikan yang belakangan bernama
Sakolah Kautamaan Istri (1910). Selain Dewi
Sartika, ada Rohana Kudus, kakak perempuan
Sutan Sjahrir, di Padang, Sumatera Barat,
yang berhasil mendirikan Sekolah Kerajinan
Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916).
Kartini, seperti yang tersirat dalam tulisan
Prof Harsja W Bachtiar, adalah sosok yang
diciptakan oleh Belanda untuk menunjukkan
bahwa pemikiran Barat-lah yang
menginspirasi kemajuan perempuan di
Indonesia. Atau setidaknya, bahwa proses
asimiliasi yang dilakukan kelompok humanis
Belanda yang mengusung Gerakan Politik Etis
pada masa kolonial, telah sukses melahirkan
sosok yang Kartini yang ”tercerahkan” dengan
pemikiran Barat
…Kartini adalah sosok yang
diciptakan oleh Belanda untuk
menunjukkan bahwa pemikiran
Barat-lah yang menginspirasi
kemajuan perempuan di Indonesia
Karena itu, Harsja menilai, sejarah harus
jujur dan secara terbuka melihat jika
memang ada orang-orang yang juga
mempunyai peran penting seperti Kartini,
maka orang-orang tersebut juga layak
mendapat penghargaan serupa, tanpa
menihilkan peran yang dilakukan oleh
Kartini.
Soal sosok Kartini yang diduga menjadi
”mitos dan rekayasa” yang diciptakan oleh
kolonialis juga menjadi perhatian sejarawan
senior Taufik Abdullah. Ia menulis:
”Tak banyak memang ”pahlawan” kita resmi
atau tidak resmi yang dapat menggugah
keluarnya sejarah dari selimut mitos yang
mengitari dirinya. Sebagian besar dibiarkan
aman tenteram berdiam di alam mitos—
mereka adalah ”pahlawan” dan selesai
masalahnya. R. A Kartini adalah pahlawan
tanpa henti membiarkan dirinya menjadi
medan laga antara mitos dan sejarah.
Pertanyaan selalu dilontarkan kepada selimut
makna yang menutupinya. Siapakah ia
sesungguhnya? Apakah ia hanya sekadar
hasil rekayasa politik etis pemerintah kolonial
yang ingin menjalankan politik asosiasi?”
Perjuangan dan pemikiran Kartini, terutama
yang berhubungan dengan pluralisme,
memang mendapat perhatian dunia
internasional. Ny Eleanor Roosevelt, istri
Presiden AS Franklin D Roosevelt memberikan
pernyataan tentang perjuangan Kartini:
”Saya senang sekali memperoleh pandangan-
pandangan yang tajam yang diberikan oleh
surat-surat ini. Satu catatan kecil dalam
surat itu, menurut saya merupakan sesuatu
yang patut kita semua ingat. Kartini katakan:
Kami merasa bahwa inti dari semua agama
sama adalah hidup yang benar, dan bahwa
semua agama itu baik dan indah. Akan
tetapi, wahai umat manusia, apa yang kalian
perbuat dengan dia? Daripada
mempersatukan kita, agama seringkali
memaksa kita terpisah, dan sedangkan gadis
yang muda ini, menyadari bahwa ia harus
menjadi kekuatan pemersatu”.
…Perjuangan dan pemikiran Kartini,
terutama yang berhubungan dengan
pluralisme, memang mendapat
perhatian dunia internasional…
Siapa Ny. Eleanor Roosevelt? Dalam buku
Decoding the Lost Symbol, Simon Cox
menyebut Eleanor Roosevelt adalah aktivis
organisasi the Star of East, sebuah organisasi
yang berada di bawah kendali Freemasonry,
yang menerima perempuan sebagai
anggotanya. Di Batavia, organisasi the Star of
East (Bintang Timur), pada masa lalu sangat
mengakar dengan berdirinya loge
Freemasonry, De Ster in het Oosten (Bintang
Timur) di kawasan Weltevreden, yang
sekarang berada di jalan Boedi Oetomo.
Jadi, masih mengidolakan Kartini?
[Artawijaya/voa-islam.com]
sebagai ikon perjuangan perempuan
Indonesia, tak melihat sisi lain dari
pemikirannya yang sangat berbau Theosofi
dan kebatinan. Padahal, banyak tokoh wanita
lain yang hidup semasa dengannya, yang
berjuang secara nyata dalam dunia
pendidikan, bukan dalam wacana surat
menyurat seperti yang dilakukan Kartini.
TANGGAL 21 April dikenal sebagai Hari
Kartini. Hampir semua perempuan di
Indonesia, termasuk kaum muslimah, yang
ikut-ikutan memperingati hari tersebut tanpa
mengetahui latar belakang sejarahnya yang
jelas. Siapa sesungguhnya Kartini? Siapa
orang-orang yang mempengaruhinya?
Bagaimana corak pemikirannya?
Peringatan Hari Kartini sering diikuti
beragam acara yang mengedepankan
emansipasi perempuan, kesetaraan gender,
perjuangan feminisme, dan lain-lain. Kartini,
dianggap sebagai ikon bagi perjuangan
perempuan dalam persoalan tersebut. Kartini
sering disebut sebagai ikon pendobrak bagi
kemajuan perempuan Indonesia dan diakui
secara resmi oleh pemerintah sebagai
Pahlawan Nasional dengan Keputusan
Presiden (Keppres) RI No. 108 tahun 1964.
Kartini lahir di desa Mayong, sebelah barat
Kota Kudus, Kabupaten Jepara. Sebagai anak
seorang bupati, Kartini hidup dalam keluarga
yang berkecukupan. Saat kecil, Kartini
dimasukkan ke sekolah elit orang-orang
Eropa, Europese Lagere School (ELS) dari
tahun 1885-1892. Di sekolah ini, Kartini
banyak bergaul dengan anak-anak Eropa.
Sebagai keluarga priyayi Jawa, kultur mistis
dan kebatinan begitu melekat di lingkungan
tempat tinggalnya. Namun bagi Kartini,
ikatan adat istiadat yang telah berurat akar
dalam itu, dianggap mengekangnya sebagai
perempuan. Setelah tamat dari sekolah ELS
Kartini memasuki masa pingitan. Sementara
itu, Kartini merasakan betul betapa haknya
mendapatkan pendidikan secara utuh
dibatasi. Di luar, ia melihat pendidikan
Barat-Eropa begitu maju.
Kartini banyak bergaul dan melakukan
korespondensi dengan orang-orang Belanda
berdarah Yahudi, seperti J. H Abendanon
dan istrinya Ny Abendanon Mandri, seorang
humanis yang ditugaskan oleh Snouck
Hurgronye untuk mendekati Kartini. Ny
Abendanon Mandri adalah seorang wanita
kelahiran Puerto Rico dan berdarah Yahudi.
…Kartini banyak bergaul dan
melakukan korespondensi dengan
orang-orang Belanda berdarah
Yahudi yang ditugaskan oleh Snouck
Hurgronye untuk mendekati
Kartini…
Tokoh lain yang berhubungan dengan Kartini
adalah, H. H Van Kol (Orang yang berwenang
dalam urusan jajahan untuk Partai Sosial
Demokrat di Belanda), Conrad Theodore van
Daventer (Anggota Partai Radikal Demokrat
Belanda), K. F Holle (Seorang Humanis), dan
Christian Snouck Hurgronye (Orientalis yang
juga menjabat sebagai Penasihat
Pemerintahan Hindia Belanda), dan Estella H
Zeehandelar, perempuan yang sering
dipanggil Kartini dalam suratnya dengan
nama Stella. Stella adalah wanita Yahudi
pejuang feminisme radikal yang bermukim di
Amsterdam. Selain sebagai pejuang
feminisme, Estella juga aktif sebagai anggota
Social Democratische Arbeiders Partij (SDAP).
Kartini berkorespondensi dengan Stella sejak
25 Mei 1899. Dengan perantara iklan yang di
tempatkan dalam sebuah majalah di Belanda,
Kartini berkenalan dengan Stella. Kemudian
melalui surat menyurat, Stella
memperkenalkan Kartini dengan berbagai ide
modern, terutama mengenai perjuangan
wanita dan sosialisme.
Dalam sebuah suratnya kepada Ny Nellie Van
Koll pada 28 Juni 1902, Stella mengakui
sebagai seorang Yahudi dan mengatakan
antara dirinya dan Kartini mempunyai
kesamaan pemikiran tentang Tuhan. Stella
mengatakan,”Kartini dilahirkan sebagai
seorang Muslim, dan saya dilahirkan sebagai
seorang Yahudi. Meskipun demikian, kami
mempunyai pikiran yang sama tentang
Tuhan. ”
Dr Th Sumarna dalam bukunya ”Tuhan dan
Agama dalam Pergulatan Batin Kartini”
menyatakan ada surat-surat Kartini yang tak
diterbitkan oleh Ny. Abendanon Mandri,
terutama surat-surat yang berkaitan dengan
pengalaman batin Kartini dalam dunia
okultisme (kebatinan dan mistis). Entah
dengan alasan apa, surat-surat tersebut tak
diterbitkan. Ny Abendanon hanya
menerbitkan kumpulan surat Kartini yang
diberi judul ”Door Duisternis tot
Licht" (Habis Gelap Terbitlah Terang).
Keterangan mengenai kepercayaan Kartini
terhadap okultisme hanya didapat dari surat-
suratnya yang ditujukan kepada Stella dan
keluarga Van Kol. Seperti diketahui, okultisme
banyak diajarkan oleh jaringan Freemasonry
dan Theosofi, sebagai bagian dari ritual
perkumpulan mereka.
Nama-nama lain yang menjadi teman
berkorespondensi Kartini adalah Tuan H. H
Van Kol, Ny Nellie Van Kol, Ny M. C. E Ovink
Soer, E. C Abendanon (anak J. H Abendanon),
dan Dr N Adriani (orang Jerman yang diduga
kuat sebagai evangelis di Sulawesi Utara).
Kepada Kartini, Ny Van Kol banyak
mengajarkan tentang Bibel, sedangkan
kepada Dr N Adriani, Kartini banyak
mengeritik soal zending Kristen, meskipun
dalam pandangan Kartini semua agama sama
saja.
Apakah korespondensi Kartini dengan para
keturunan Yahudi penganut humanisme,
yang juga diduga kuat sebagai aktivis
jaringan Theosofi-Freemasonry, berperang
penting dalam memengaruhi pemikiran
Kartini? Ridwan Saidi dalam buku Fakta dan
Data Yahudi di Indonesia menyebutkan,
sebagai orang yang berasal dari keturunan
priayi atau elit Jawa dan mempunyai bakat
yang besar dalam pendidikan, maka Kartini
menjadi bidikan kelompok Theosofi, sebuah
kelompok yang juga banyak digerakkan oleh
orang-orang Belanda saat itu.
…maka Kartini menjadi bidikan
kelompok Theosofi, sebuah
kelompok yang juga banyak
digerakkan oleh orang-orang
Belanda saat itu...
Dalam catatan Ridwan Saidi, orang-orang
Belanda gagal mengajak Kartini berangkat
studi ke negeri Belanda. Karena gagal, maka
mereka menyusupkan ke dalam kehidupan
Kartini seorang gadis kader Zionis bernama
Josephine Hartseen. Hartseen, menurut
Ridwan adalah nama keluarga Yahudi.
Siapa yang berperan penting merekatkan
hubungan Kartini dengan para elit Belanda?
Adalah Christian Snouck Hurgronje orang
yang mendorong J.H Abendanon agar
memberikan perhatian lebih kepada Kartini
bersaudara. Hurgronje adalah sahabat
Abendanon yang dianggap oleh Kartini
mengerti soal-soal hukum agama Islam. Atas
saran Hurgronje agar Abendanon
memperhatikan Kartini bersaudara,
sampailah pertemuan antara Abendanon dan
Kartini di Jepara.
Sebagai seorang orientalis, aktivis Gerakan
Politik Etis, dan penasihat pemerintah Hindia
Belanda, Snouck Hurgronje juga menaruh
perhatian kepada kepada anak-anak dari
keluarga priyayi Jawa lainnya. Hurgronje
berperan mencari anak-anak dari keluarga
terkemuka untuk mengikuti sistem
pendidikan Eropa agar proses asimilasi
berjalan lancar.
Langkah ini persis seperti yang dilakukan
sebelumnya oleh gerakan Freemasonry lewat
lembaga ”Dienaren van Indie” (Abdi Hindia)
di Batavia yang menjaring anak-anak muda
yang mempunyai bakat dan minat untuk
memperoleh beasiswa. Kader-kader dari
”Dienaren van Indie” kemudian banyak yang
menjadi anggota Theosofi dan Freemasonry.
Pengaruh Theosofi dalam Pemikiran Kartini
Surat-surat Kartini kepada Ny. Abendanon,
orang yang dianggap satu-satunya sosok yang
boleh tahu soal kehidupan batinnya, dan
surat-surat Kartini lainya para humanis Eropa
keturunan Yahudi di era 1900-an sangat
kental nuansa Theosofinya. Seperti ditulis
dalam surat-suratnya, Kartini mengakui ada
orang yang mengatakan bahwa dirinya tanpa
sadar sudah masuk kedalam alam pemikiran
Theosofi.
Bahkan, Kartini mengaku diperkenalkan
kepada kepercayaan dengan ritual-ritual
memanggil roh, seperti yang dilakukan oleh
kelompok Theosofi. Selain itu, semangat
pemikiran dan perjuangan Kartini juga sama
sebangun dengan apa yang menjadi
pemikiran kelompok Theosofi. Inilah yang
kemudian, banyak para humanis yang
menjadi sahabat karib Kartini begitu tertarik
kepada sosok perempuan ini.
…Kartini mengaku diperkenalkan
kepada kepercayaan dengan ritual-
ritual memanggil roh, seperti yang
dilakukan oleh kelompok Theosofi…
Kartini juga kerap mendapat kiriman buku-
buku dari Ny Abendanon, yang di antaranya
buku tentang humanisme, paham yang juga
lekat dengan Theosofi dan Freemasonry.
Diantara buku-buku yang dibaca Kartini
adalah, Karaktervorming der Vrouw
(Pembentukan Akhlak Perempuan) karya
Helena Mercier, Modern Maagden (Gadis
Modern) karya Marcel Prevost, De Vrouwen an
Socialisme (Wanita dan Sosialisme) karya
August Bebel dan Berthold Meryan karya
seorang sosialis bernama Cornelie Huygens.
Berikut surat-surat Kartini yang sangat kental
dengan doktrin-doktrin Theosofi:
”Sepanjang hemat kami, agama yang paling
indah dan paling suci ialah Kasih Sayang.
Dan untuk dapat hidup menurut perintah
luhur ini, haruskah seorang mutlak menjadi
Kristen? Orang Buddha, Brahma, Yahudi,
Islam, bahkan orang kafir pun dapat hidup
dengan kasih sayang yang murni. ” (Surat
kepada Ny Abendanon, 14 Desember 1902).
”Kami bernama orang Islam karena kami
keturunan orang-orang Islam, dan kami
adalah orang-orang Islam hanya pada
sebutan belaka, tidak lebih. Tuhan, Allah,
bagi kami adalah seruan, adalah seruan,
adalah bunyi tanpa makna..." (Surat Kepada
E. C Abendanon, 15 Agustus 1902).
”Agama yang sesungguhnya adalah
kebatinan, dan agama itu bisa dipeluk baik
sebagai Nasrani, maupun Islam, dan lain-
lain” (Surat 31 Januari 1903).
”Kalau orang mau juga mengajarkan agama
kepada orang Jawa, ajarkanlah kepada
mereka Tuhan yang satu-satunya, yaitu Bapak
Maha Pengasih, Bapak semua umat, baik
Kristen maupun Islam, Buddha maupun
Yahudi, dan lain-lain.” (Surat kepada E. C
Abendanon, 31 Januari 1903).
”Ia tidak seagama dengan kita, tetapi tidak
mengapa, Tuhannya, Tuhan kita. Tuhan kita
semua.” (Surat Kepada H. H Van Kol 10
Agustus 1902).
”Betapapun jalan-jalan yang kita lalui
berbeda, tetapi kesemuanya menuju kepada
satu tujuan yang sama, yaitu Kebaikan. Kita
juga mengabdi kepada Kebaikan, yang tuan
sebut Tuhan, dan kami sendiri menyebutnya
Allah.” (Surat kepada Dr N Adriani, 24
September 1902).
…Dari surat-surat tersebut, sangat
jelas bahwa corak pemikiran Kartini
sangat Theosofis, yang di antara inti
ajaran Theosofi adalah kebatinan
dan pluralisme…
Dari surat-surat tersebut, sangat jelas bahwa
corak pemikiran Kartini sangat Theosofis,
yang di antara inti ajaran Theosofi adalah
kebatinan dan pluralisme.
Mengenai keterkaitan dan hubungannya
dengan Theosofi, Kartini mengatakan:
”Orang yang tidak kami kenal secara pribadi
hendak membuat kami mutlak penganut
Theosofi, dia bersedia untuk memberi kami
keterangan mengenai segala macam
kegelapan di dalam pengetahuan itu. Orang
lain yang juga tidak kami kenal menyatakan
bahwa tanpa kami sadari sendiri, kami
adalah penganut Theosofi." (Surat Kepada Ny
Abendanon, 24 Agustus 1902).
Hari berikutnya kami berbicara dengan
Presiden Perkumpulan Theosofi, yang
bersedia memberi penerangan kepada kami,
lagi-lagi kami mendengar banyak yang
membuat kami berpikir.” (Surat Kepada
Nyonya Abendanon, 15 September 1902).
Sebagai orang Jawa yang hidup di dalam
lingkungan kebatinan, gambaran Kartini
tentang hubungan manusia dengan Tuhan
juga sama: manunggaling kawula gusti.
Karena itu, dalam surat-suratnya, Kartini
menulis Tuhan dengan sebutan ”Bapak”.
Selain itu, Kartini juga menyebut Tuhan
dengan istilah ”Kebenaran”, ”Kebaikan”, ”Hati
Nurani”, dan ”Cahaya”, seperti tercermin
dalam surat-suratnya berikut ini:
”Tuhan kami adalah nurani, neraka dan surga
kami adalah nurani. Dengan melakukan
kejahatan, nurani kamilah yang menghukum
kami. Dengan melakukan kebajikan, nurani
kamilah yang memberi kurnia.” (Surat kepada
E. C Abendanon, 15 Agustus 1902).
”Kebaikan dan Tuhan adalah satu.” (Surat
kepada Ny Nellie Van Kol, 20 Agustus 1902).
…Alam spiritual Kartini tak hanya
dipengaruhi oleh kepercayaan akan
mistis Jawa, tetapi juga oleh
pemikiran-pemikiran Barat…
Alam spiritual Kartini tak hanya dipengaruhi
oleh kepercayaan akan mistis Jawa, tetapi
juga oleh pemikiran-pemikiran Barat. Inilah
yang oleh kelompok Theosofi disebut sebagai
upaya menyatukan antara ”Timur dan Barat”.
Sebuah upaya yang banyak memikat para elit
Jawa, terutama mereka yang sudah
terbaratkan secara pemikiran.
Siti Soemandari, penulis biografi Kartini
mengatakan, dalam beragama, Kartini
kembali kepada akar-akar kejawennya atau
apa yang disebut dengan ngelmu kejawen.
Soemandari mempertegas, kepercayaan
Kartini adalah gabungan antara iman Islam
dan Kejawen. Atau dalam bahasa lain,
keyakinan agama atau kepercayaan Kartini
adalah sinkretisme yang berlandaskan pada
pluralisme agama.
…Belakangan, jaringan Theosofi di
Indonesia juga mendirikan Kartini
School (Sekolah Kartini) yang
mulanya didirikan di Bandung…
Belakangan, jaringan Theosofi di Indonesia
juga mendirikan Kartini School (Sekolah
Kartini) yang mulanya didirikan di Bandung
oleh seorang Teosof bernama R. Musa dan
kemudian menyebar di berabagai daerah di
Jawa. Tercatat ada beberapa daerah yang
berdiri Sekolah Kartini, yaitu Jatinegara
(Jakarta), Semarang, Bogor, Madiun (1914),
Cirebon, Malang (1916), dan Indramayu
(1918).
Sebagai sekolah yang dikelola oleh para
Teosof, ajaran tentang kebatinan,
sinkretisme--atau sekarang lebih populer
dengan istilah pluralisme-- juga tentang
pembentukan watak dan kepribadian, lebih
menonjol dalam pelajaran di sekolah-sekolah
tersebut. Sekolah lain yang didirikan di
berbagai daerah oleh kelompok Theosofi
adalah Arjuna School, dengan muatan nilai-
nilai pendidikan yang sama dengan Kartini
School.
Tepatkah jika Kartini, berpikiran Barat dan
berpaham Theosofi, dijadikan ikon bagi
perjuangan kaum wanita pribumi?
Sejarah mencatat, ada banyak perempuan
yang hidup sezaman dengan Kartini yang
namanya begitu saja dilupakan dalam
perannya memajukan pendidikan kaum hawa
di negeri ini. Di antara nama itu adalah Dewi
Sartika (1884-1947) di Bandung yang juga
berkiprah memajukan pendidikan kaum
perempuan. Dewi Sartika tak hanya
berwacana, tapi juga mendirikan lembaga
pendidikan yang belakangan bernama
Sakolah Kautamaan Istri (1910). Selain Dewi
Sartika, ada Rohana Kudus, kakak perempuan
Sutan Sjahrir, di Padang, Sumatera Barat,
yang berhasil mendirikan Sekolah Kerajinan
Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916).
Kartini, seperti yang tersirat dalam tulisan
Prof Harsja W Bachtiar, adalah sosok yang
diciptakan oleh Belanda untuk menunjukkan
bahwa pemikiran Barat-lah yang
menginspirasi kemajuan perempuan di
Indonesia. Atau setidaknya, bahwa proses
asimiliasi yang dilakukan kelompok humanis
Belanda yang mengusung Gerakan Politik Etis
pada masa kolonial, telah sukses melahirkan
sosok yang Kartini yang ”tercerahkan” dengan
pemikiran Barat
…Kartini adalah sosok yang
diciptakan oleh Belanda untuk
menunjukkan bahwa pemikiran
Barat-lah yang menginspirasi
kemajuan perempuan di Indonesia
Karena itu, Harsja menilai, sejarah harus
jujur dan secara terbuka melihat jika
memang ada orang-orang yang juga
mempunyai peran penting seperti Kartini,
maka orang-orang tersebut juga layak
mendapat penghargaan serupa, tanpa
menihilkan peran yang dilakukan oleh
Kartini.
Soal sosok Kartini yang diduga menjadi
”mitos dan rekayasa” yang diciptakan oleh
kolonialis juga menjadi perhatian sejarawan
senior Taufik Abdullah. Ia menulis:
”Tak banyak memang ”pahlawan” kita resmi
atau tidak resmi yang dapat menggugah
keluarnya sejarah dari selimut mitos yang
mengitari dirinya. Sebagian besar dibiarkan
aman tenteram berdiam di alam mitos—
mereka adalah ”pahlawan” dan selesai
masalahnya. R. A Kartini adalah pahlawan
tanpa henti membiarkan dirinya menjadi
medan laga antara mitos dan sejarah.
Pertanyaan selalu dilontarkan kepada selimut
makna yang menutupinya. Siapakah ia
sesungguhnya? Apakah ia hanya sekadar
hasil rekayasa politik etis pemerintah kolonial
yang ingin menjalankan politik asosiasi?”
Perjuangan dan pemikiran Kartini, terutama
yang berhubungan dengan pluralisme,
memang mendapat perhatian dunia
internasional. Ny Eleanor Roosevelt, istri
Presiden AS Franklin D Roosevelt memberikan
pernyataan tentang perjuangan Kartini:
”Saya senang sekali memperoleh pandangan-
pandangan yang tajam yang diberikan oleh
surat-surat ini. Satu catatan kecil dalam
surat itu, menurut saya merupakan sesuatu
yang patut kita semua ingat. Kartini katakan:
Kami merasa bahwa inti dari semua agama
sama adalah hidup yang benar, dan bahwa
semua agama itu baik dan indah. Akan
tetapi, wahai umat manusia, apa yang kalian
perbuat dengan dia? Daripada
mempersatukan kita, agama seringkali
memaksa kita terpisah, dan sedangkan gadis
yang muda ini, menyadari bahwa ia harus
menjadi kekuatan pemersatu”.
…Perjuangan dan pemikiran Kartini,
terutama yang berhubungan dengan
pluralisme, memang mendapat
perhatian dunia internasional…
Siapa Ny. Eleanor Roosevelt? Dalam buku
Decoding the Lost Symbol, Simon Cox
menyebut Eleanor Roosevelt adalah aktivis
organisasi the Star of East, sebuah organisasi
yang berada di bawah kendali Freemasonry,
yang menerima perempuan sebagai
anggotanya. Di Batavia, organisasi the Star of
East (Bintang Timur), pada masa lalu sangat
mengakar dengan berdirinya loge
Freemasonry, De Ster in het Oosten (Bintang
Timur) di kawasan Weltevreden, yang
sekarang berada di jalan Boedi Oetomo.
Jadi, masih mengidolakan Kartini?
[Artawijaya/voa-islam.com]
0
3.2K
34


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan