- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Yakin mau ikut Pemilu ? [Muslim ONLY] <BACA
TS
Vincent_law
Yakin mau ikut Pemilu ? [Muslim ONLY] <BACA
Sebelumnya bagi yg non-muslim yg buka thread ini diharapkan segera meninggalkan TKP karena mungkin anda akan bingung, tapi kalau masih mau tau Risk on your own.
Kedua, ane gak keberatan dipanggil sebagai pengacau, atau nanti ada yg ngelempar bata, PM gak jelas dsb, yg penting ane udah share, dan hidayah adalah hak Allah ia memberi Hidayah kepada orang yang ia ke hendaki.
Ketiga thread ini tidak ada hub dgn parpol apapun, & tidak menjelek2an parpol apapun. Ane juga bkn dari Harakah, Parpol, Tanzim apapun, cuma seorang muslim biasa.
Keempat tujuan thread ini adalah untuk mencari ilmu dan tabayyun, barangsiapa yg mengajak debat dsb, ane mendingan ngalah dan gak akan digubris.
Kelima mudah2an kita selalu diberikan petunjuk & hidayah oleh Allah
masih ragu dengan sistem islam? bahkan di Amerika "supreme court" sendiri nabi Muhammad saw. diberikan penghargaan "greatest law givers of the world"
Jadi kenapa masih ngikut sistem amerika kalau amerika nya sendiri mengakui kalau sistem islam adalah yang terbaik.
Sumber: http://muslim.or.id
Kedua, ane gak keberatan dipanggil sebagai pengacau, atau nanti ada yg ngelempar bata, PM gak jelas dsb, yg penting ane udah share, dan hidayah adalah hak Allah ia memberi Hidayah kepada orang yang ia ke hendaki.
Ketiga thread ini tidak ada hub dgn parpol apapun, & tidak menjelek2an parpol apapun. Ane juga bkn dari Harakah, Parpol, Tanzim apapun, cuma seorang muslim biasa.
Keempat tujuan thread ini adalah untuk mencari ilmu dan tabayyun, barangsiapa yg mengajak debat dsb, ane mendingan ngalah dan gak akan digubris.
Kelima mudah2an kita selalu diberikan petunjuk & hidayah oleh Allah
Spoiler for Gambar:
Spoiler for Intermezzo:
Keburukan Sistem Pemilu & Demokrasi:
jika dijabarkan banyak sekali keburukan pemilihan pemimpin menggunakan sistem pemilu, namun saya akan menyebutkan dampak yg paling bahaya saja:
Rusaknya tauhid org yg ikut pemilu, sebab ia telah mengingkari firman Allah QS. Al an'am: 57 “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah...” padahal dalam sistem ini menetapkan "rakyat adalah sumber kekuasaan" (pasal 24 UUD ayat 1).
Bagaimana mungkin ada seorang muslim yang mengatakan "Allahu akbar" dalam solatnya sedangkan di luar solat ia merujuk kepada "rakyat akbar"... bukankah ini suatu kesyirikan yang nyata, dan apa dosa yg lebih besar dari syirik? sangatlah tidak patut mereka yg mengatakan "kami ikut pemilu untuk mengambil mudharat yg lebih kecil", lalu apakah mereka beranggapan bahwa syirik bukan merupakan suatu ke mudharatan yg paling besar? la haula wala quwwata illa billah.
Demi Allah saya memilih tidak ikut pemilu bukan karena saya tidak peduli dgn nasib bangsa ini, tapi untuk memurnikan aqidah saya, sebab iman tak hanya bisa turun, tapi bisa juga hilangtanpa kita sadari dengan adanya syirik yg tersembunyi seperti ini.
Akhir kata saya akan mengutip hadist yg sangat indah dan dalam maknanya:
“Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridho manusia namun Allah itu murka, maka Allah akan biarkan dia bergantung pada manusia.” (HR. Tirmidzi no. 2414 dan Ibnu Hibban no. 276. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
wallahu a'lam
jika dijabarkan banyak sekali keburukan pemilihan pemimpin menggunakan sistem pemilu, namun saya akan menyebutkan dampak yg paling bahaya saja:
Rusaknya tauhid org yg ikut pemilu, sebab ia telah mengingkari firman Allah QS. Al an'am: 57 “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah...” padahal dalam sistem ini menetapkan "rakyat adalah sumber kekuasaan" (pasal 24 UUD ayat 1).
Bagaimana mungkin ada seorang muslim yang mengatakan "Allahu akbar" dalam solatnya sedangkan di luar solat ia merujuk kepada "rakyat akbar"... bukankah ini suatu kesyirikan yang nyata, dan apa dosa yg lebih besar dari syirik? sangatlah tidak patut mereka yg mengatakan "kami ikut pemilu untuk mengambil mudharat yg lebih kecil", lalu apakah mereka beranggapan bahwa syirik bukan merupakan suatu ke mudharatan yg paling besar? la haula wala quwwata illa billah.
Demi Allah saya memilih tidak ikut pemilu bukan karena saya tidak peduli dgn nasib bangsa ini, tapi untuk memurnikan aqidah saya, sebab iman tak hanya bisa turun, tapi bisa juga hilangtanpa kita sadari dengan adanya syirik yg tersembunyi seperti ini.
Akhir kata saya akan mengutip hadist yg sangat indah dan dalam maknanya:
“Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridho manusia namun Allah itu murka, maka Allah akan biarkan dia bergantung pada manusia.” (HR. Tirmidzi no. 2414 dan Ibnu Hibban no. 276. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
wallahu a'lam
Spoiler for Penjelasan 1 muslim.or.id:
Fatwa Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani Tentang Pemilu
Tanya (Abdullah bin Taslim): Sehubungan dengan Pemilu untuk memilih presiden yang sebentar lagi akan diadakan di Indonesia, dimana Majelis Ulama Indonesia mewajibkan masyarakat Indonesia untuk memilih dan mengharamkan golput, bagaimana sikap kaum muslimin dalam menghadapi masalah ini?
Syaikh Abdul Malik Ar Ramadhani menjawab: Segala puji bagi Allah, serta salawat, salam dan keberkahan semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kepada keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang setia mengikuti jalannya, amma ba’du:
Saat ini mayoritas negara-negara Islam menghadapi cobaan (berat) dalam memilih pemimpin (kepala negara) mereka melalui cara pemilihan umum, yang ini merupakan (penerapan) sistem demokrasi yang sudah dikenal. Padahal terdapat perbedaan yang sangat jauh antara sistem demokrasi dan (syariat) Islam (dalam memilih pemimpin), yang ini dijelaskan oleh banyak ulama (ahlus sunnah wal jama’ah). Untuk penjelasan masalah ini, saudara-saudaraku (sesama ahlus sunnah) bisa merujuk kepada sebuah kitab ringkas yang ditulis oleh seorang ulama besar dan mulia, yaitu kitab “al-’Adlu fil Islaam wa laisa fi dimokratiyyah al maz’uumah” (Keadilan yang hakiki ada pada syariat Islam dan bukan pada sistem demokrasi yang dielu-elukan), tulisan guru kami syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-’Abbaad al-Badr –semoga Allah menjaga beliau dan memanjangkan umur beliau dalam ketaatan kepada-Nya –.
‘Ala kulli hal, pemilihan umum dalam sistem demokrasi telah diketahui, yaitu dilakukan dengan cara seorang muslim atau kafir memilih seseorang atau beberapa orang tertentu (sebagai calon presiden). Semua perempuan dan laki-laki juga ikut memilih, tanpa mempertimbangkan/membedakan orang yang banyak berbuat maksiat atau orang shaleh yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semua ini (jelas) merupakan pelanggaran terhadap (syariat) Islam. Sesungguhnya para sahabat yang membai’at (memilih) Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu (sebagai khalifah/pemimpin kaum muslimin sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) di saqiifah (ruangan besar beratap tempat pertemuan) milik (suku) Bani Saa’idah, tidak ada seorang perempuan pun yang ikut serta dalam pemilihan tersebut. Karena urusan siyasah (politik) tidak sesuai dengan tabiat (fitrah) kaum perempuan, sehingga mereka tidak boleh ikut berkecimpung di dalamnya. Dan ini termasuk pelanggaran (syariat Islam), padahal Allah Ta’ala berfirman:
وَلَيْسَ الذكَرُ كَالْأُنْثَى
“Dan laki-laki tidaklah seperti perempuan.” (Qs. Ali ‘Imraan: 36)
Maka bagaimana kalian (wahai para penganut sistem demorasi) menyamakan antara laki-laki dan perempuan, padahal Allah yang menciptakan dua jenis manusia ini membedakan antara keduanya?! Allah Ta’ala berfirman:
وَرَبكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.” (Qs. al-Qashash: 68)
Di sisi lain Allah Ta’ala berfirman:
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir). Mengapa kamu (berbuat demikian); bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (Qs. al-Qalam: 35 – 36)
Sementara kalian (wahai para penganut sistem demokrasi) menyamakan antara orang muslim dan orang kafir?! Maka ini tidak mungkin untuk…(kalimat yang kurang jelas). Masalah ini (butuh) penjelasan yang panjang lebar.
Akan tetapi (bersamaan dengan itu), sebagian dari para ulama zaman sekarang berpendapat bolehnya ikut serta dalam pemilihan umum dalam rangka untuk memperkecil kerusakan (dalam keadaan terpaksa). Meskipun mereka mengatakan bahwa (hukum) asal (ikut dalam pemilihan umum) adalah tidak boleh (haram). Mereka mengatakan: Kalau seandainya semua orang diharuskan ikut serta dalam pemilu, maka apakah anda ikut memilih atau tidak? Mereka berkata: anda ikut memilih dan pilihlah orang yang paling sedikit keburukannya di antara mereka (para kandidat yang ada). Karena umumnya mereka yang akan dipilih adalah orang-orang yang memasukkkan (mencalonkan) diri mereka dalam pemilihan tersebut. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah radhiallahu ‘anhu:
“Janganlah engkau (berambisi) mencari kepemimpinan, karena sesungguhnya hal itu adalah kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat nanti.” (Gabungan dua hadits shahih riwayat imam al-Bukhari (no. 6248) dan Muslim (no. 1652), dan riwayat Muslim (no. 1825))
Maka orang yang terpilih dalam pemilu adalah orang yang (berambisi) mencari kepemimpinan, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang (berambisi) mencari kepemimpinan maka dia akan diserahkan kepada dirinya sendiri (tidak ditolong oleh Allah dalam menjalankan kepemimpinannya).” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain, dinyatakan lemah oleh syaikh al-Albani dalam “adh-Dha’iifah” (no. 1154). Lafazh hadits yang shahih Riwayat al-Bukhari dan Muslim: “Jika engkau menjadi pemimpin karena (berambisi) mencarinya maka engkau akan diserahkan kepadanya (tidak akan ditolong oleh Allah).”
Allah akan meninggalkannya (tidak menolongnya), dan barangsiapa yang diserahkan kepada dirinya sendiri maka berarti dia telah diserahkan kepada kelemahan, ketidakmampuan dan kesia-siaan, sebagaimana yang dinyatakan oleh salah seorang ulama salaf – semoga Allah meridhai mereka–.
‘Ala kulli hal, mereka berpendapat seperti ini dalam rangka menghindari atau memperkecil kerusakan (yang lebih besar). Ini kalau keadaannya memaksa kita terjeremus ke dalam dua keburukan (jika kita tidak memilih). Adapun jika ada dua orang calon (pemimpin yang baik), maka kita memilih yang paling berhak di antara keduanya.
Akan tetapi jika seseorang tidak mengatahui siapa yang lebih baik (agamanya) di antara para kandidat yang ada, maka bagaimana mungkin kita mewajibkan dia untuk memilih, padahal dia sendiri mengatakan: aku tidak mengetahui siapa yang paling baik (agamanya) di antara mereka. Karena Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِن السمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُل أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (Qs. al-Israa’: 36)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menipu/mengkhianati kami maka dia bukan termasuk golongan kami.” (HSR Muslim (no. 101)). Jika anda memilih orang yang anda tidak ketahui keadaannya maka ini adalah penipuan/pengkhianatan.
Demikian pula, jika ada seorang yang tidak merasa puas dengan kondisi pemilu (tidak memandang bolehnya ikut serta dalam pemilu) secara mutlak, baik dalam keadaan terpaksa maupun tidak, maka bagaimana mungkin kita mewajibkan dia melakukan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam?!
Maka ‘ala kulli hal, kita meyakini bahwa Allah Ta’ala Dialah yang memilih untuk umat ini pemimpin-pemimpin mereka. Kalau umat ini baik maka Allah akan memilih untuk mereka pemimpin-pemimpin yang baik pula, (sabaliknya) kalau mereka buruk maka Allah akan memilih untuk mereka pemimpin-pemimpin yang buruk pula. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
وَكَذَلِكَ نُوَلي بَعْضَ الظالِمِينَ بَعْضاً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (Qs. al-An’aam: 129)
Maka orang yang zhalim akan menjadi pemimpin bagi masyarakat yang zhalim, demikianlah keadaannya.
Kalau demikian, upayakanlah untuk menghilangkan kezhaliman dari umat ini, dengan mendidik mereka mengamalkan ajaran Islam (yang benar), agar Allah memberikan untuk kalian pemimpin yang kalian idam-idamkan, yaitu seorang pemimpin yang shaleh. Karena Allah Ta’ala berfirman:
إِن اللهَ لا يُغَيرُ مَا بِقَوْمٍ حَتى يُغَيرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Dalam ayat ini) Allah tidak mengatakan “…sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada pemimpin-pemimpin mereka”, akan tetapi (yang Allah katakan): “…sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Aku telah menulis sebuah kitab tentang masalah ini, yang sebenarnya kitab ini khusus untuk para juru dakwah, yang mengajak (manusia) ke jalan Allah Ta’ala, yang aku beri judul “Kamaa takuunuu yuwallaa ‘alaikum” (sebagaimana keadaanmu maka begitupulalah keadaan orang yang menjadi pemimpinmu). Aku jelaskan dalam kitab ini bahwa watak para penguasa selalu berasal dari watak masyarakatnya, maka jika masyarakatnya (berwatak) baik penguasanya pun akan (berwatak) baik, dan sebaliknya.
Maka orang-orang yang menyangka bahwa (yang terpenting dalam) masalah ini adalah bersegera untuk merebut kekuasaan, sungguh mereka telah melakukan kesalahan yang fatal dalam hal ini, dan mereka tidak mungkin mencapai hasil apapun (dengan cara-cara seperti ini). Allah Ta’ala ketika melihat kerusakan pada Bani Israil disebabkan (perbuatan) Fir’aun, maka Allah membinasakan Fir’aun dan memberikan kepada Bani Israil apa yang mereka inginkan, dengan Allah menjadikan Nabi Musa ‘alaihissalam sebagai pemimpin mereka. (Akan tetapi) bersamaan dengan itu, kondisi (akhlak dan perbuatan) mereka tidak menjadi baik, sebagaimana yang Allah kisahkan dalam al-Qur’an. Mereka tidak menjadi baik meskipun pemimpin mereka adalah kaliimullah (orang yang langsung berbicara dengan Allah Ta’ala), yaitu Nabi Musa ‘alaihissalam, sebagaimana yang sudah kita ketahui. Bahkan sewaktu Allah berfirman (menghukum) sebagian dari Bani Israil:
كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
“Jadilah kamu kera yang hina.” (Qs. al-Baqarah: 65)
Kejadian ini bukanlah di zaman kekuasaan Fir’aun. Akan tetapi hukuman Allah ini (menimpa) sebagian mereka (karena mereka melanggar perintah Allah) ketika mereka di bawah kepemimpinan Nabi Musa ‘alaihissalam dan para Nabi Bani Israil ‘alaihimussalam sepeninggal Nabi Musa ‘alaihissalam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi ‘alaihimussalam, setiap seorang Nabi wafat maka akan digantikan oleh Nabi berikutnya.” (HSR al-Bukhari dan Muslim)
Dan hanya Allah-lah yang mampu memberikan taufik (kepada manusia).
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Madinah Nabawiyyah, 15 Rabi’ul awal 1430 H / 11 Maret 2009 M
***
Penulis: Abdullah bin Taslim al-Buthani, Lc.
Artikel www.muslim.or.id
Tanya (Abdullah bin Taslim): Sehubungan dengan Pemilu untuk memilih presiden yang sebentar lagi akan diadakan di Indonesia, dimana Majelis Ulama Indonesia mewajibkan masyarakat Indonesia untuk memilih dan mengharamkan golput, bagaimana sikap kaum muslimin dalam menghadapi masalah ini?
Syaikh Abdul Malik Ar Ramadhani menjawab: Segala puji bagi Allah, serta salawat, salam dan keberkahan semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kepada keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang setia mengikuti jalannya, amma ba’du:
Saat ini mayoritas negara-negara Islam menghadapi cobaan (berat) dalam memilih pemimpin (kepala negara) mereka melalui cara pemilihan umum, yang ini merupakan (penerapan) sistem demokrasi yang sudah dikenal. Padahal terdapat perbedaan yang sangat jauh antara sistem demokrasi dan (syariat) Islam (dalam memilih pemimpin), yang ini dijelaskan oleh banyak ulama (ahlus sunnah wal jama’ah). Untuk penjelasan masalah ini, saudara-saudaraku (sesama ahlus sunnah) bisa merujuk kepada sebuah kitab ringkas yang ditulis oleh seorang ulama besar dan mulia, yaitu kitab “al-’Adlu fil Islaam wa laisa fi dimokratiyyah al maz’uumah” (Keadilan yang hakiki ada pada syariat Islam dan bukan pada sistem demokrasi yang dielu-elukan), tulisan guru kami syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-’Abbaad al-Badr –semoga Allah menjaga beliau dan memanjangkan umur beliau dalam ketaatan kepada-Nya –.
‘Ala kulli hal, pemilihan umum dalam sistem demokrasi telah diketahui, yaitu dilakukan dengan cara seorang muslim atau kafir memilih seseorang atau beberapa orang tertentu (sebagai calon presiden). Semua perempuan dan laki-laki juga ikut memilih, tanpa mempertimbangkan/membedakan orang yang banyak berbuat maksiat atau orang shaleh yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semua ini (jelas) merupakan pelanggaran terhadap (syariat) Islam. Sesungguhnya para sahabat yang membai’at (memilih) Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu (sebagai khalifah/pemimpin kaum muslimin sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) di saqiifah (ruangan besar beratap tempat pertemuan) milik (suku) Bani Saa’idah, tidak ada seorang perempuan pun yang ikut serta dalam pemilihan tersebut. Karena urusan siyasah (politik) tidak sesuai dengan tabiat (fitrah) kaum perempuan, sehingga mereka tidak boleh ikut berkecimpung di dalamnya. Dan ini termasuk pelanggaran (syariat Islam), padahal Allah Ta’ala berfirman:
وَلَيْسَ الذكَرُ كَالْأُنْثَى
“Dan laki-laki tidaklah seperti perempuan.” (Qs. Ali ‘Imraan: 36)
Maka bagaimana kalian (wahai para penganut sistem demorasi) menyamakan antara laki-laki dan perempuan, padahal Allah yang menciptakan dua jenis manusia ini membedakan antara keduanya?! Allah Ta’ala berfirman:
وَرَبكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.” (Qs. al-Qashash: 68)
Di sisi lain Allah Ta’ala berfirman:
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir). Mengapa kamu (berbuat demikian); bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (Qs. al-Qalam: 35 – 36)
Sementara kalian (wahai para penganut sistem demokrasi) menyamakan antara orang muslim dan orang kafir?! Maka ini tidak mungkin untuk…(kalimat yang kurang jelas). Masalah ini (butuh) penjelasan yang panjang lebar.
Akan tetapi (bersamaan dengan itu), sebagian dari para ulama zaman sekarang berpendapat bolehnya ikut serta dalam pemilihan umum dalam rangka untuk memperkecil kerusakan (dalam keadaan terpaksa). Meskipun mereka mengatakan bahwa (hukum) asal (ikut dalam pemilihan umum) adalah tidak boleh (haram). Mereka mengatakan: Kalau seandainya semua orang diharuskan ikut serta dalam pemilu, maka apakah anda ikut memilih atau tidak? Mereka berkata: anda ikut memilih dan pilihlah orang yang paling sedikit keburukannya di antara mereka (para kandidat yang ada). Karena umumnya mereka yang akan dipilih adalah orang-orang yang memasukkkan (mencalonkan) diri mereka dalam pemilihan tersebut. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah radhiallahu ‘anhu:
“Janganlah engkau (berambisi) mencari kepemimpinan, karena sesungguhnya hal itu adalah kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat nanti.” (Gabungan dua hadits shahih riwayat imam al-Bukhari (no. 6248) dan Muslim (no. 1652), dan riwayat Muslim (no. 1825))
Maka orang yang terpilih dalam pemilu adalah orang yang (berambisi) mencari kepemimpinan, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang (berambisi) mencari kepemimpinan maka dia akan diserahkan kepada dirinya sendiri (tidak ditolong oleh Allah dalam menjalankan kepemimpinannya).” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain, dinyatakan lemah oleh syaikh al-Albani dalam “adh-Dha’iifah” (no. 1154). Lafazh hadits yang shahih Riwayat al-Bukhari dan Muslim: “Jika engkau menjadi pemimpin karena (berambisi) mencarinya maka engkau akan diserahkan kepadanya (tidak akan ditolong oleh Allah).”
Allah akan meninggalkannya (tidak menolongnya), dan barangsiapa yang diserahkan kepada dirinya sendiri maka berarti dia telah diserahkan kepada kelemahan, ketidakmampuan dan kesia-siaan, sebagaimana yang dinyatakan oleh salah seorang ulama salaf – semoga Allah meridhai mereka–.
‘Ala kulli hal, mereka berpendapat seperti ini dalam rangka menghindari atau memperkecil kerusakan (yang lebih besar). Ini kalau keadaannya memaksa kita terjeremus ke dalam dua keburukan (jika kita tidak memilih). Adapun jika ada dua orang calon (pemimpin yang baik), maka kita memilih yang paling berhak di antara keduanya.
Akan tetapi jika seseorang tidak mengatahui siapa yang lebih baik (agamanya) di antara para kandidat yang ada, maka bagaimana mungkin kita mewajibkan dia untuk memilih, padahal dia sendiri mengatakan: aku tidak mengetahui siapa yang paling baik (agamanya) di antara mereka. Karena Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِن السمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُل أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (Qs. al-Israa’: 36)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menipu/mengkhianati kami maka dia bukan termasuk golongan kami.” (HSR Muslim (no. 101)). Jika anda memilih orang yang anda tidak ketahui keadaannya maka ini adalah penipuan/pengkhianatan.
Demikian pula, jika ada seorang yang tidak merasa puas dengan kondisi pemilu (tidak memandang bolehnya ikut serta dalam pemilu) secara mutlak, baik dalam keadaan terpaksa maupun tidak, maka bagaimana mungkin kita mewajibkan dia melakukan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam?!
Maka ‘ala kulli hal, kita meyakini bahwa Allah Ta’ala Dialah yang memilih untuk umat ini pemimpin-pemimpin mereka. Kalau umat ini baik maka Allah akan memilih untuk mereka pemimpin-pemimpin yang baik pula, (sabaliknya) kalau mereka buruk maka Allah akan memilih untuk mereka pemimpin-pemimpin yang buruk pula. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
وَكَذَلِكَ نُوَلي بَعْضَ الظالِمِينَ بَعْضاً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (Qs. al-An’aam: 129)
Maka orang yang zhalim akan menjadi pemimpin bagi masyarakat yang zhalim, demikianlah keadaannya.
Kalau demikian, upayakanlah untuk menghilangkan kezhaliman dari umat ini, dengan mendidik mereka mengamalkan ajaran Islam (yang benar), agar Allah memberikan untuk kalian pemimpin yang kalian idam-idamkan, yaitu seorang pemimpin yang shaleh. Karena Allah Ta’ala berfirman:
إِن اللهَ لا يُغَيرُ مَا بِقَوْمٍ حَتى يُغَيرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Dalam ayat ini) Allah tidak mengatakan “…sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada pemimpin-pemimpin mereka”, akan tetapi (yang Allah katakan): “…sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Aku telah menulis sebuah kitab tentang masalah ini, yang sebenarnya kitab ini khusus untuk para juru dakwah, yang mengajak (manusia) ke jalan Allah Ta’ala, yang aku beri judul “Kamaa takuunuu yuwallaa ‘alaikum” (sebagaimana keadaanmu maka begitupulalah keadaan orang yang menjadi pemimpinmu). Aku jelaskan dalam kitab ini bahwa watak para penguasa selalu berasal dari watak masyarakatnya, maka jika masyarakatnya (berwatak) baik penguasanya pun akan (berwatak) baik, dan sebaliknya.
Maka orang-orang yang menyangka bahwa (yang terpenting dalam) masalah ini adalah bersegera untuk merebut kekuasaan, sungguh mereka telah melakukan kesalahan yang fatal dalam hal ini, dan mereka tidak mungkin mencapai hasil apapun (dengan cara-cara seperti ini). Allah Ta’ala ketika melihat kerusakan pada Bani Israil disebabkan (perbuatan) Fir’aun, maka Allah membinasakan Fir’aun dan memberikan kepada Bani Israil apa yang mereka inginkan, dengan Allah menjadikan Nabi Musa ‘alaihissalam sebagai pemimpin mereka. (Akan tetapi) bersamaan dengan itu, kondisi (akhlak dan perbuatan) mereka tidak menjadi baik, sebagaimana yang Allah kisahkan dalam al-Qur’an. Mereka tidak menjadi baik meskipun pemimpin mereka adalah kaliimullah (orang yang langsung berbicara dengan Allah Ta’ala), yaitu Nabi Musa ‘alaihissalam, sebagaimana yang sudah kita ketahui. Bahkan sewaktu Allah berfirman (menghukum) sebagian dari Bani Israil:
كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
“Jadilah kamu kera yang hina.” (Qs. al-Baqarah: 65)
Kejadian ini bukanlah di zaman kekuasaan Fir’aun. Akan tetapi hukuman Allah ini (menimpa) sebagian mereka (karena mereka melanggar perintah Allah) ketika mereka di bawah kepemimpinan Nabi Musa ‘alaihissalam dan para Nabi Bani Israil ‘alaihimussalam sepeninggal Nabi Musa ‘alaihissalam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi ‘alaihimussalam, setiap seorang Nabi wafat maka akan digantikan oleh Nabi berikutnya.” (HSR al-Bukhari dan Muslim)
Dan hanya Allah-lah yang mampu memberikan taufik (kepada manusia).
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Madinah Nabawiyyah, 15 Rabi’ul awal 1430 H / 11 Maret 2009 M
***
Penulis: Abdullah bin Taslim al-Buthani, Lc.
Artikel www.muslim.or.id
Spoiler for Penjelasan 2 muslim.or.id:
Hanya Karena Mencari Kursi Panas
Menjelang bergulirnya Pemilu tahun depan, sebagian pencari suara mulai mencari pendukung. Di antara mereka mencari kursi, sampai pun ridho pada hal yang sebenarnya tidak Allah sukai. Mereka tahu akan haramnya perbuatan bid’ah, namun karena demi kursi panas dan demi meraup pendukung, segala cara pun ditempuh. Padahal sudah dijelaskan dalam untaian nasehat Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa siapa yang mencari ridho manusia dan membuat Allah murka, maka lihatlah saja nanti bagaimana Allah akan membolak-balikkan hati manusia sehingga akhirnya menjadi tidak ridho.
Dalam hadits disebutkan,
عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَالَ كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى عَائِشَةَ أُم الْمُؤْمِنِينَ رضى الله عنها أَنِ اكْتُبِى إِلَى كِتَابًا تُوصِينِى فِيهِ وَلاَ تُكْثِرِى عَلَى. فَكَتَبَتْ عَائِشَةُ رضى الله عنها إِلَى مُعَاوِيَةَ سَلاَمٌ عَلَيْكَ أَما بَعْدُ فَإِنى سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللهِ بِسَخَطِ الناسِ كَفَاهُ اللهُ مُؤْنَةَ الناسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ الناسِ بِسَخَطِ اللهِ وَكَلَهُ اللهُ إِلَى الناسِ »
Dari seseorang penduduk Madinah, ia berkata bahwa Mu’awiyah pernah menuliskan surat pada ‘Aisyah -Ummul Mukminin- radhiyallahu ‘anha, di mana ia berkata, “Tuliskanlah padaku suatu nasehat untuk dan jangan engkau perbanyak.” ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pun menuliskan pada Mu’awiyah, “Salamun ‘alaikum (keselamatan semoga tercurahkan untukmu). Amma ba’du. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridho manusia namun Allah itu murka, maka Allah akan biarkan dia bergantung pada manusia.” (HR. Tirmidzi no. 2414 dan Ibnu Hibban no. 276. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam lafazh Ibnu Hibban disebutkan,
مَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا اللهِ بِسَخَطِ الناسِ رضي الله عنه وَأَرْضَى عَنْهُ الناسَ ، وَمَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا الناسِ بِسَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ الناسَ
“Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan meridhoinya dan Allah akan membuat manusia yang meridhoinya. Barangsiapa yang mencari ridho manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan murka padanya dan membuat manusia pun ikut murka.”
Sebagaimana keterangan dalam Tuhfatul Ahwadzi (7: 82), maksud hadits “Allah akan cukupkan dia dari beban manusia” adalah Allah akan menjadikan dia sebagai golongan Allah dan Allah tidak mungkin menyengsarakan siapa pun yang bersandar pada-Nya. Dan golongan Allah (hizb Allah), itulah yang bahagia. Sedangkan maksud “Allah akan biarkan dia bergantung pada manusia” adalah Allah akan menjadikan manusia menguasainya hingga menyakiti dan berbuat zholim padanya.
Beberapa faedah dari hadits ‘Aisyah di atas:
Wajib takut pada Allah dan mendahulukan ridho Allah daripada ridho manusia.
Hadits tersebut menunjukkan akibat dari orang yang mendahulukan mencari ridho manusia daripada ridho Allah.
Wajib tawakkal dan bersandar pada Allah.
Akibat yang baik bagi orang yang mendahulukan ridho Allah walau membuat manusia tidak suka dan akibat buruk bagi yang mendahulukan ridho manusia dan ketika itu Allah murka.
Hati setiap insan dalam genggaman, Allah yang dapat membolak-balikkan sekehendak Dia. (Lihat Al Mulakhosh fii Syarh Kitab Tauhid, Syaikh Sholih Al Fauzan, hal. 267).
Sehingga dari pelajaran di atas, maka semestinya yang diharap adalah ridho Allah, bukan ridho manusia. Jangan sampai membuat Allah murka hanya karena ingin meraup nikmatnya kursi panas.
Wallahu waliyyut taufiq.
—
Riyadh, KSA, 21 Rabi’ul Awwal 1434 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Menjelang bergulirnya Pemilu tahun depan, sebagian pencari suara mulai mencari pendukung. Di antara mereka mencari kursi, sampai pun ridho pada hal yang sebenarnya tidak Allah sukai. Mereka tahu akan haramnya perbuatan bid’ah, namun karena demi kursi panas dan demi meraup pendukung, segala cara pun ditempuh. Padahal sudah dijelaskan dalam untaian nasehat Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa siapa yang mencari ridho manusia dan membuat Allah murka, maka lihatlah saja nanti bagaimana Allah akan membolak-balikkan hati manusia sehingga akhirnya menjadi tidak ridho.
Dalam hadits disebutkan,
عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَالَ كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى عَائِشَةَ أُم الْمُؤْمِنِينَ رضى الله عنها أَنِ اكْتُبِى إِلَى كِتَابًا تُوصِينِى فِيهِ وَلاَ تُكْثِرِى عَلَى. فَكَتَبَتْ عَائِشَةُ رضى الله عنها إِلَى مُعَاوِيَةَ سَلاَمٌ عَلَيْكَ أَما بَعْدُ فَإِنى سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللهِ بِسَخَطِ الناسِ كَفَاهُ اللهُ مُؤْنَةَ الناسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ الناسِ بِسَخَطِ اللهِ وَكَلَهُ اللهُ إِلَى الناسِ »
Dari seseorang penduduk Madinah, ia berkata bahwa Mu’awiyah pernah menuliskan surat pada ‘Aisyah -Ummul Mukminin- radhiyallahu ‘anha, di mana ia berkata, “Tuliskanlah padaku suatu nasehat untuk dan jangan engkau perbanyak.” ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pun menuliskan pada Mu’awiyah, “Salamun ‘alaikum (keselamatan semoga tercurahkan untukmu). Amma ba’du. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridho manusia namun Allah itu murka, maka Allah akan biarkan dia bergantung pada manusia.” (HR. Tirmidzi no. 2414 dan Ibnu Hibban no. 276. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam lafazh Ibnu Hibban disebutkan,
مَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا اللهِ بِسَخَطِ الناسِ رضي الله عنه وَأَرْضَى عَنْهُ الناسَ ، وَمَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا الناسِ بِسَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ الناسَ
“Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan meridhoinya dan Allah akan membuat manusia yang meridhoinya. Barangsiapa yang mencari ridho manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan murka padanya dan membuat manusia pun ikut murka.”
Sebagaimana keterangan dalam Tuhfatul Ahwadzi (7: 82), maksud hadits “Allah akan cukupkan dia dari beban manusia” adalah Allah akan menjadikan dia sebagai golongan Allah dan Allah tidak mungkin menyengsarakan siapa pun yang bersandar pada-Nya. Dan golongan Allah (hizb Allah), itulah yang bahagia. Sedangkan maksud “Allah akan biarkan dia bergantung pada manusia” adalah Allah akan menjadikan manusia menguasainya hingga menyakiti dan berbuat zholim padanya.
Beberapa faedah dari hadits ‘Aisyah di atas:
Wajib takut pada Allah dan mendahulukan ridho Allah daripada ridho manusia.
Hadits tersebut menunjukkan akibat dari orang yang mendahulukan mencari ridho manusia daripada ridho Allah.
Wajib tawakkal dan bersandar pada Allah.
Akibat yang baik bagi orang yang mendahulukan ridho Allah walau membuat manusia tidak suka dan akibat buruk bagi yang mendahulukan ridho manusia dan ketika itu Allah murka.
Hati setiap insan dalam genggaman, Allah yang dapat membolak-balikkan sekehendak Dia. (Lihat Al Mulakhosh fii Syarh Kitab Tauhid, Syaikh Sholih Al Fauzan, hal. 267).
Sehingga dari pelajaran di atas, maka semestinya yang diharap adalah ridho Allah, bukan ridho manusia. Jangan sampai membuat Allah murka hanya karena ingin meraup nikmatnya kursi panas.
Wallahu waliyyut taufiq.
—
Riyadh, KSA, 21 Rabi’ul Awwal 1434 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Spoiler for SOLUSI:
Trus apa yang kita lakukan? diam saja?, tentu tidak, hal yang perlu dilakukan adalah:
1. Penuhi diri kita dengan kitab2 tauhid, ceramah2 ttg tauhid, dengan metode salaf As-sholeh. Jiika kita banyak baca dan mendengar, insya Allah ente akan paham, dan masalah yg dibahas di thread ini cuma satu dari bahaya fitnah yg mengancam akidah.
2. Menyadarkan keluarga, sahabat, teman kita ttg pentingnya menjaga aqidah di era penuh fitnah akhir zaman ini. Jika ingin membentuk sebuah sistem, mari kita mulai dari diri sendiri, keluarga, orang lain.
3. Berjihad dengan harta dan jiwa,
“Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? Yaitu, kamu beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Ash-Shaff : 10-11)
Saat ini konflik di suriah, poso menyebabkan teraniyayanya umat islam dengan pembunuhan dan genosida, inilah prioritas. Kalau ente sanggup & dimudahkan, silahkan berjihad disana. Jikalau belum mampu, maka berjihadlah dengan harta, dengan mengirim bantuan kesana, masih banyak umat islam korban bencana yg membutuhkan bantuan, masih banyak keluarga (terutama istri) yg membutuhkan bantuan yg merupakan korban dari penangkapan "teroris" oleh Salep 88,
1. Penuhi diri kita dengan kitab2 tauhid, ceramah2 ttg tauhid, dengan metode salaf As-sholeh. Jiika kita banyak baca dan mendengar, insya Allah ente akan paham, dan masalah yg dibahas di thread ini cuma satu dari bahaya fitnah yg mengancam akidah.
2. Menyadarkan keluarga, sahabat, teman kita ttg pentingnya menjaga aqidah di era penuh fitnah akhir zaman ini. Jika ingin membentuk sebuah sistem, mari kita mulai dari diri sendiri, keluarga, orang lain.
3. Berjihad dengan harta dan jiwa,
“Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? Yaitu, kamu beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Ash-Shaff : 10-11)
Saat ini konflik di suriah, poso menyebabkan teraniyayanya umat islam dengan pembunuhan dan genosida, inilah prioritas. Kalau ente sanggup & dimudahkan, silahkan berjihad disana. Jikalau belum mampu, maka berjihadlah dengan harta, dengan mengirim bantuan kesana, masih banyak umat islam korban bencana yg membutuhkan bantuan, masih banyak keluarga (terutama istri) yg membutuhkan bantuan yg merupakan korban dari penangkapan "teroris" oleh Salep 88,
Spoiler for Bonus:
Bagi Teman2 yang khususnya tinggal di kawasan depok, sekalian deh ane ngasih info pengajian oleh Ust Ihsan Tanjung, dengan tema; "Menjaga Aqidah di Era Penuh Fitnah Akhir Zaman". di masjid Darussalam, Perumahan Griya Tugu Asri (GTA), Jl RTM, Kelapa Dua, Depok; Setiap Jum'at Malam, Ba'da Isya (Jam 20.00)
Insya Allah ini penggajian netral, siapa aja boleh ikut. Pengajian ini tidak berafiliasi dgn Harakah, Partai, Tanzim apapun.
Insya Allah ini penggajian netral, siapa aja boleh ikut. Pengajian ini tidak berafiliasi dgn Harakah, Partai, Tanzim apapun.
masih ragu dengan sistem islam? bahkan di Amerika "supreme court" sendiri nabi Muhammad saw. diberikan penghargaan "greatest law givers of the world"
Jadi kenapa masih ngikut sistem amerika kalau amerika nya sendiri mengakui kalau sistem islam adalah yang terbaik.
Sumber: http://muslim.or.id
Diubah oleh Vincent_law 13-03-2014 05:40
0
23.9K
Kutip
446
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan