- Beranda
- Komunitas
- Female
- Kids & Parenting
Jangan Terlalu Membantu Anak Dalam Mengerjakan Tugas Rumahnya
TS
heriiel
Jangan Terlalu Membantu Anak Dalam Mengerjakan Tugas Rumahnya
Siapa yang tidak ingin memiliki anak yang pintar. Namun, ada kalanya anak malas belajar, apalagi mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Padahal PR sangat penting dalam proses belajar.
PR merupakan salah satu instrumen yang dipergunakan guru dalam pembelajaran. PR membantu siswa untuk mengetahui, memiliki keterampilan, dan pemahaman tentang apa yang sedang mereka pelajari. Melalui pemberian PR kepada siswa diharapkan proses pencapaian tujuan pembelajaran berjalan dua arah yaitu di sekolah dan di rumah.
Sebenarnya, PR yang diberikan bermanfaat untuk anak agar dapat berlatih mempunyai rasa tanggung jawab terhadap suatu tugas. PR akan mematangkan konsep anak atas pelajaran yang sudah diperoleh di sekolah. Itu sebabnya, PR biasanya berupa latihan soal atau prakarya sederhana.
PR juga sangat bermanfaat terutama saat ada waktu sekolah yang terpotong hari libur nasional, studi wisata, maupun kejadian rutin lain di sekolah. Sementara di satu sisi, tuntutan kurikulum terus berjalan. Itu sebabnya, dari sudut pandang seorang guru, mau tak mau harus mengikuti sistem agar kurikulum yang sudah ditetapkan bisa sesuai.
Untuk mencermati efektivitas sebuah PR bagi para siswa ada beberapa hal yang penting diperhatikan. Marzano,R.J & dkk pada 2001 dalam bukunya yang berjudul "Classroom Instruction that Works" menunjukkan bahwa setidaknya ada empat hal penting yang perlu diperhatikan ketika guru memberikan PR kepada siswa.
Pertama, banyaknya pekerjaan rumah sebaiknya berbeda untuk setiap levelnya. Banyaknya PR bagi siswa Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak perlu sebanyak dan seberat dengan PR yang diberikan kepada siswa Sekolah Menegah Atas (SMA) misalnya.
Kedua, keterlibatan orangtua diusahakan seminimal mungkin. Peran orangtua lebih bersifat fasilitator sejauh itu dibutuhkan anak. Ketiga, tujuan setiap PR harus jelas dan dapat diterjemahkan secara konkret. Marzano mengingatkan, setiap bentuk PR adalah berbeda. Tujuan PR yang berbeda mestinya dicapai dengan bentuk soal dan masalah yang berbeda.Tujuan pemberian PR biasanya meliputi dua hal, yakni bersifat praktis persiapan dan untuk sebuah elaborasi atau persiapan materi baru.
Dan keempat, guru mesti memberikan umpan balik (feedback) atas setiap PR yang diberikan. Dalam riset yang dilakukan Marzano, efektivitas dan efisiensi sebuah PR sangat bergantung pada sejauh mana umpan balik yang diberikan guru tersebut. PR yang tidak pernah mendapatkan umpan balik memiliki "pengaruh" yang lebih rendah daripada yang senantiasa mendapatkan umpan balik.
Para pendidik di Amerika Serikat masih mendebatkan manfaat dari pemberian PR. Namun, Prof. Harris Cooper dari Duke University seperti dilaporkan The Washington Post, yang pernah mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara pencapaian akademis dengan PR, selain membaca, pada murid SD, kini mulai mengubah pola pikirnya. Kali ini Cooper mengatakan hal yang berbeda.
Dia menyatakan, ada bukti-bukti yang menunjukkan pelajar kelas 2 hingga 5 SD lebih baik terhadap tes, saat mereka mengerjakan PR dengan kemampuan dasar yang berkaitan secara langsung dengan tes. Cooper yang juga seorang psikolog dan Direktur Dukes Program in Education mengatakan, pelajar sekolah menengah sebaiknya tidak menghabiskan lebih dari dua jam setiap malam berkutat dengan buku.
Sementara murid di kelas pertengahan sebaiknya menghentikannya saat sudah belajar selama 90 menit. Rata-rata anak SD mengerjakan PR 15-60 menit. Sementara murid sekolah menengah menyelesaikan PR bisa sampai hitungan jam dalam satu malam.
"Selain bermanfaat bagi anak, PR juga menjadi media perekat antara orangtua dan anak. Setiap akhir minggu, orangtua dapat memanfaatkan PR untuk kembali menjalin tali kasih yang sempat renggang selama seminggu karena kesibukan bekerja," katanya.
Lalu bagaimana cara orangtua agar anak mau mengerjakan PR dengan nyaman dan mudah? Menurut Psikolog Marie Hartwell Walker, Ed.D, orangtua perlu terus memberi pengawasan. Untuk membantu anak secara efektif, orangtua perlu berkomitmen terhadap proses. Kalau saat masih anak-anak, Anda menjadi pelajar yang berhasil, tak ada salahnya menyalurkan antusiasme yang lama terhadap tugas anak.
Namun, bila Anda mengalami masa sulit di sekolah dan tidak menyukai PR, perlihatkan perubahan perilaku yang Anda alami terhadap anak. Berikan kesempatan kedua pada anak bila dia mengalami hal yang sama.
"Dengan bantuan Anda, anak dapat meraih pengalaman berbeda secara keseluruhan dengan sekolah Anda dulu," tuturnya.
Lalu, lanjut dia, sediakan waktu tenang. Cobalah menciptakan waktu tersebut setiap hari. Namun, pertimbangkan pula kebutuhan anak. Beberapa anak merasa lebih baik mengerjakan PR begitu tiba di rumah, karena masih bisa mengikuti ritme sekolah. Ada pula yang perlu waktu cukup lama sebeium ia mampu berkonsentrasi pada PR.
"Yang penting adalah mengatur dan mempertahankan waktu rutin itu. Katakanlah, dari pukul 19.00 sampai 20.30 malam menjadi waktu tenang bagi setiap anggota keluarga. Tidak ada siaran televisi, telepon, video games, dan lain-lain," ujar Marie.
Selain itu, Marie meminta orangtua untuk menjadi panutan. Anak-anak belajar melalui contoh. Selama waktu tenang, orangtua bisa melakukan sesuatu, misalnya menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan di kantor. Salah satunya, menyiapkan bahan presentasi. Kalau anak sedang tidak ada PR, dorong dia untuk membaca buku, baik sendiri maupun bersama-sama.
Orangtua juga harus menemani anak membuat PR. Tak cukup hanya berkoar-koar meminta anak menyelesaikan PR-nya. Anda sebaiknya ada di samping anak saat dia membuat PR.
"Orangtua bisa membantu atau menemani anak saat mengerjakan PR. Sah-sah saja kalau anak menginginkan Anda melihat PR-nya setiap beberapa menit. Setiap anak ingin bahwa apa yang dia lakukan juga penting bagi orangtuanya," terangnya.
Meski menemani, dia menegaskan orangtua jangan menyelesaikan semua PR anak. Tidak akan banyak membantu bila orangtua terlalu menolong anak mengerjakan seluruh PR. Guru juga perlu tahu apa yang dikerjakan anak dan apa yang tidak diketahui anak.
Mereka hanya bisa mengetahuinya bila melihat hasil kerja dan mengoreksi saat terjadi kesalahan. Bisa jadi, sebagai orangtua, Anda ingin membantu anak untuk mendapat nilai yang baik.
"Namun, percayalah, membantu anak secara berlebihan tidak akan menolong mereka mempelajari materi tersebut," imbuh Marie.
newbi ijin main kesini...Lets Diskusi gan
PR merupakan salah satu instrumen yang dipergunakan guru dalam pembelajaran. PR membantu siswa untuk mengetahui, memiliki keterampilan, dan pemahaman tentang apa yang sedang mereka pelajari. Melalui pemberian PR kepada siswa diharapkan proses pencapaian tujuan pembelajaran berjalan dua arah yaitu di sekolah dan di rumah.
Sebenarnya, PR yang diberikan bermanfaat untuk anak agar dapat berlatih mempunyai rasa tanggung jawab terhadap suatu tugas. PR akan mematangkan konsep anak atas pelajaran yang sudah diperoleh di sekolah. Itu sebabnya, PR biasanya berupa latihan soal atau prakarya sederhana.
PR juga sangat bermanfaat terutama saat ada waktu sekolah yang terpotong hari libur nasional, studi wisata, maupun kejadian rutin lain di sekolah. Sementara di satu sisi, tuntutan kurikulum terus berjalan. Itu sebabnya, dari sudut pandang seorang guru, mau tak mau harus mengikuti sistem agar kurikulum yang sudah ditetapkan bisa sesuai.
Untuk mencermati efektivitas sebuah PR bagi para siswa ada beberapa hal yang penting diperhatikan. Marzano,R.J & dkk pada 2001 dalam bukunya yang berjudul "Classroom Instruction that Works" menunjukkan bahwa setidaknya ada empat hal penting yang perlu diperhatikan ketika guru memberikan PR kepada siswa.
Pertama, banyaknya pekerjaan rumah sebaiknya berbeda untuk setiap levelnya. Banyaknya PR bagi siswa Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak perlu sebanyak dan seberat dengan PR yang diberikan kepada siswa Sekolah Menegah Atas (SMA) misalnya.
Kedua, keterlibatan orangtua diusahakan seminimal mungkin. Peran orangtua lebih bersifat fasilitator sejauh itu dibutuhkan anak. Ketiga, tujuan setiap PR harus jelas dan dapat diterjemahkan secara konkret. Marzano mengingatkan, setiap bentuk PR adalah berbeda. Tujuan PR yang berbeda mestinya dicapai dengan bentuk soal dan masalah yang berbeda.Tujuan pemberian PR biasanya meliputi dua hal, yakni bersifat praktis persiapan dan untuk sebuah elaborasi atau persiapan materi baru.
Dan keempat, guru mesti memberikan umpan balik (feedback) atas setiap PR yang diberikan. Dalam riset yang dilakukan Marzano, efektivitas dan efisiensi sebuah PR sangat bergantung pada sejauh mana umpan balik yang diberikan guru tersebut. PR yang tidak pernah mendapatkan umpan balik memiliki "pengaruh" yang lebih rendah daripada yang senantiasa mendapatkan umpan balik.
Para pendidik di Amerika Serikat masih mendebatkan manfaat dari pemberian PR. Namun, Prof. Harris Cooper dari Duke University seperti dilaporkan The Washington Post, yang pernah mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara pencapaian akademis dengan PR, selain membaca, pada murid SD, kini mulai mengubah pola pikirnya. Kali ini Cooper mengatakan hal yang berbeda.
Dia menyatakan, ada bukti-bukti yang menunjukkan pelajar kelas 2 hingga 5 SD lebih baik terhadap tes, saat mereka mengerjakan PR dengan kemampuan dasar yang berkaitan secara langsung dengan tes. Cooper yang juga seorang psikolog dan Direktur Dukes Program in Education mengatakan, pelajar sekolah menengah sebaiknya tidak menghabiskan lebih dari dua jam setiap malam berkutat dengan buku.
Sementara murid di kelas pertengahan sebaiknya menghentikannya saat sudah belajar selama 90 menit. Rata-rata anak SD mengerjakan PR 15-60 menit. Sementara murid sekolah menengah menyelesaikan PR bisa sampai hitungan jam dalam satu malam.
"Selain bermanfaat bagi anak, PR juga menjadi media perekat antara orangtua dan anak. Setiap akhir minggu, orangtua dapat memanfaatkan PR untuk kembali menjalin tali kasih yang sempat renggang selama seminggu karena kesibukan bekerja," katanya.
Lalu bagaimana cara orangtua agar anak mau mengerjakan PR dengan nyaman dan mudah? Menurut Psikolog Marie Hartwell Walker, Ed.D, orangtua perlu terus memberi pengawasan. Untuk membantu anak secara efektif, orangtua perlu berkomitmen terhadap proses. Kalau saat masih anak-anak, Anda menjadi pelajar yang berhasil, tak ada salahnya menyalurkan antusiasme yang lama terhadap tugas anak.
Namun, bila Anda mengalami masa sulit di sekolah dan tidak menyukai PR, perlihatkan perubahan perilaku yang Anda alami terhadap anak. Berikan kesempatan kedua pada anak bila dia mengalami hal yang sama.
"Dengan bantuan Anda, anak dapat meraih pengalaman berbeda secara keseluruhan dengan sekolah Anda dulu," tuturnya.
Lalu, lanjut dia, sediakan waktu tenang. Cobalah menciptakan waktu tersebut setiap hari. Namun, pertimbangkan pula kebutuhan anak. Beberapa anak merasa lebih baik mengerjakan PR begitu tiba di rumah, karena masih bisa mengikuti ritme sekolah. Ada pula yang perlu waktu cukup lama sebeium ia mampu berkonsentrasi pada PR.
"Yang penting adalah mengatur dan mempertahankan waktu rutin itu. Katakanlah, dari pukul 19.00 sampai 20.30 malam menjadi waktu tenang bagi setiap anggota keluarga. Tidak ada siaran televisi, telepon, video games, dan lain-lain," ujar Marie.
Selain itu, Marie meminta orangtua untuk menjadi panutan. Anak-anak belajar melalui contoh. Selama waktu tenang, orangtua bisa melakukan sesuatu, misalnya menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan di kantor. Salah satunya, menyiapkan bahan presentasi. Kalau anak sedang tidak ada PR, dorong dia untuk membaca buku, baik sendiri maupun bersama-sama.
Orangtua juga harus menemani anak membuat PR. Tak cukup hanya berkoar-koar meminta anak menyelesaikan PR-nya. Anda sebaiknya ada di samping anak saat dia membuat PR.
"Orangtua bisa membantu atau menemani anak saat mengerjakan PR. Sah-sah saja kalau anak menginginkan Anda melihat PR-nya setiap beberapa menit. Setiap anak ingin bahwa apa yang dia lakukan juga penting bagi orangtuanya," terangnya.
Meski menemani, dia menegaskan orangtua jangan menyelesaikan semua PR anak. Tidak akan banyak membantu bila orangtua terlalu menolong anak mengerjakan seluruh PR. Guru juga perlu tahu apa yang dikerjakan anak dan apa yang tidak diketahui anak.
Mereka hanya bisa mengetahuinya bila melihat hasil kerja dan mengoreksi saat terjadi kesalahan. Bisa jadi, sebagai orangtua, Anda ingin membantu anak untuk mendapat nilai yang baik.
"Namun, percayalah, membantu anak secara berlebihan tidak akan menolong mereka mempelajari materi tersebut," imbuh Marie.
newbi ijin main kesini...Lets Diskusi gan
Quote:
0
5.8K
54
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan