Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Mas.BrayyAvatar border
TS
Mas.Brayy
Jokowi Ngamuk Tabungan Nasabah Gak Diputar, Sehingga Negara / Masy. Kekeringan uang


Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan melambatnya pertumbuhan likuiditas atau dana pihak ketiga (DPK) itu disebabkan instrumen investasi kini semakin banyak, sehingga masyarakat tidak hanya mengalokasikan uang lebihnya untuk ditabung di bank saja, melainkan juga masuk ke berbagai instrumen investasi.

"Dulunya hanya di DPK, di tabungan di perbankan, sekarang bisa beli SBN, ritel maupun investasi-investasi yang lain, sehingga memang untuk kelompok menengah ini memang penurunan DPK antara lain ada pergeseran dari dulunya di DPK ke pembelian obligasi pemerintah," tutur Perry saat konferensi pers di kantor pusat BI, Jakarta, dikutip Jumat (22/12/2023).

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini mengkritik industri perbankan yang malas menyalurkan kredit. Menurutnya bank terlalu mencari aman dengan banyak menaruh dananya di surat berharga.

"Saya mengajak seluruh perbankan harus prudent harus hati-hati tapi tolong lebih di dorong lagi kreditnya, terutama bagi umkm," kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, dikutip Jumat (22/12/2023).

Jokowi menyatakan, berdasarkan laporan pelaku usaha, peredaran uang kini makin kering. Ada indikasi, kata Jokowi, hal tersebut terjadi karena pembelian instrumen yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.

"Jangan-jangan terlalu banyak yang di pakai untuk membeli SBN atau terlalu banyak yang dipakai untuk membeli SRBI atau SVBI. Sehingga yang masuk ke sektor riil berkurang," paparnya.

Per November 2023, BI mencatat dana pihak ketiga (DPK) hanya tumbuh 3,04% yoy, jauh lebih rendah dari November 2022 yang tumbuhnya 8,78% yoy.

Deputi Gubernur BI Juda Agung juga mengatakan, kondisi lemahnya pertumbuhan DPK itu terutama disebabkan golongan nasabah korporasi. Dipicu oleh pendapatannya yang ikut menurun akibat melemahnya harga-harga komoditas.

"Tidak setinggi tahun lalu karena harga-harga komoditas sekarang agak turun, jadi income dia, ekspor tidak setinggi tahun lalu," kata Juda.

Juda mengakui pertumbuhan simpanan nasabah di bank melambat, tetapi dia memastikan likuiditas perbankan tidak mengalami gangguan, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap terjaga tinggi, yaitu 26,04%.

"Masih di angka 26%, ini jauh lebih tinggi dari rata-rata historisnya sekitar 20% dan juga threshold 10%," tegas Juda.

Di sisi lain, BI memastikan, melambatnya pertumbuhan DPK juga tidak akan mengganggu penyaluran kredit. Sebab, likuiditas perbankan BI anggap masih sangat cukup terutama masuk ke dalam SBN.

Likuiditas perbankan yang tetap memadai juga didukung oleh kebijakan makroprudensial akomodatif, antara lain implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Total tambahan likuiditas dari insentif KLM mencapai Rp163,3 triliun per Desember 2023 atau meningkat sebesar Rp55 triliun sejak penerapan KLM pada 1 Oktober 2023.



*DPK = dana pihak ketiga = sumber dana dari masy dalam bentuk simpanan bank.

Cerita Jokowi Ngamuk Tabungan Nasabah Gak Diputar, Bankir Buka Suara (cnbcindonesia.com)


---------------------------------------------------

jadi kira2 gini gan menurut ane,

Menkeu tugasnya cari utang, 
tapi dia nyari utangnya ke dalam negeri (Rupiah), bukan utang luar negeri (dolar)

Memang sih, bagi negara lebih menguntungkan utang ke dalam negeri.
karena nantinya saat bayar utang, gak terkena selisih kurs.
krn utangnya dalam mata uang rupiah.

akhirnya banyak diterbitkan obligasi (surat utang) di dalam negeri oleh kemenkeu.
celakanya, yg membeli obligasi2 itu bank2 dalam negeri. plus masy umum.
yg terjadi adalah uang yg beredar di masy semakin kering.

bank lebih suka beli surat utang negara, karena lebih aman & gak ribet.
akibatnya, kredit utk masy yg harusnya di salurkan ke masy, dipake buat beli surat utang negara.

sehingga kesempatan itu diambil oleh pinjol untuk menyalurkan kredit kpd masy.
tapi sayangnya kredit itu adalah kredit konsumtif.
kan kecil kemungkinannya, org utang pinjol utk usaha.

& yg terjadi skr, masy kekeringan uang yg beredar, produktifitas mandeg, tagihan macet. 
& sudah bisa ditebak, inflasi saat ini pasti rendah sekali.

bahkan ada yg cerita punya tagihan pengadaan di instansi pemerintah, dari tahun lalu tagihannya belum dibayar, krn anggaran blm turun.

ditambah lagi kemarin itu, kemenkeu memblokir dana 50T (entah utk apa ane lupa).
jadinya makin kering deh.

jadi menkeu itu ternyata bisa 'jahat' ke masy. dengan kebijakannya.
meski itu gak sepenuhnya salah, tapi tetap saja 'jahat' ke masy.
dari isi berita diatas, terlihat bahwa itu dilakukan tanpa sepengetahuan presiden.

kalo ane malah lebih jahat lagi prasangka ane.
jangan2 menkeu punya 'deal khusus' dgn perusahaan2 pinjol utk menyuburkan mereka emoticon-Malu
negara dibikin kekeringan uang, biar masy pada pinjam ke pinjol.
tinggal pinjol yg setor ke pembuat kebijakan emoticon-Mad

dan ane pun berprsangka, akibat kondisi seperti itu, skr ini sedang terjadi korupsi massif thd pemasukan negara, terutama dari pajak emoticon-Malu

menurut pendapat ente gimana gan, monggo di share pendapatnya emoticon-thumbsup




Diubah oleh Mas.Brayy 06-02-2024 06:46
dede4141Avatar border
aldonisticAvatar border
CMS830Avatar border
CMS830 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
1.1K
88
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan