MursidingAvatar border
TS
Mursiding
Polemik Al-Zaytun : Bagaimana sebetulnya posisi MUI ?
Ma’had Al- Zaytun, sebuah pondok pesantren yang dipimpin oleh Panji gumilang, didirikan pada 13 Agustus 1996, dibawah naungan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) dan berlokasi di Mekarjaya, Indramayu, Jawa Barat. Kemenag Jabar mencatat jumlah santri di Ponpes Al-Zaytun pada periode 2022-2023 sejumlah 5.014 orang. Para santri sekolah di Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 1.289 orang, Madrasah Tsanawiyah (MTs) 1.979, madrasah aliyah (MA) 1.746.

Belakangan ramai diperbincangkan diberbagai Media Nasional, bahkan menjadi konten For Your Page di Tiktok, mengenai praktik-praktik keagamaan dan ajaran-ajaran yang dinilai sesat, tidak sesuai dengan praktik dan ajaran-ajaran keislaman pada umumnya. Diantaranya praktik dan ajaran yang dimaksud adalah :
- Shaf shalat antara pria dan wanita yang bercampur
- Perempuan jadi khatib shalat jum’at
- Praktik adzan yang berbeda dengan adzan pada umumnya
- Dituduh terlibat NII
- Tebus dosa zina dengan uang

MUI Jadi Terlapor

Wakil ketua umum MUI periode 2020-2025, Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag, menegaskan bahwa sederet kontroversi dari Ponpes Al Zaitun ini sebenarnya sudah terjadi puluhan tahun yang lalu. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui bentukan tim peneliti khusus sudah mengungkap sederet fakta dan temuan pada 2002 terkait pesantren ini.

Kajian pustaka dan dokumentasi dilakukan dengan mengambil semua sumber yang dapat memberikan informasi komprehensif tentang sejarah, latar belakang berdirinya Al-Zaytun, serta sistem pendidikan yang diterapkan.

Berikut temuan MUI pada 2002 lalu :

1. Ditemukan indikasi kuat adanya relasi dan afiliasi antara MAZ) dengan organisasi NII KW IX, baik hubungan yang bersifat historis, finansial, dan kepemimpinan.
2. Terdapat penyimpangan paham dan ajaran Islam yang dipraktikkan organisasi NII KW IX. Seperti mobilisasi dana yang mengatasnamanakan ajaran Islam yang diselewengkan, penafsiran ayat-ayat Alquran yang menyimpang dan mengafirkan kelompok di luar organisasi mereka.
3. Ditemukan adanya indikasi penyimpangan paham keagamaan dalam masalah zakat fitrah dan kurban yang diterapkan pimpinan MAZ, sebagaimana dimuat dalam majalah Al-Zaytun.
4. Persoalan Al-Zaytun terletak pada aspek kepemimpinan yang kontroversial (AS Panji Gumilang dan sejumlah pengurus yayasan) yang memiliki kedekatan dengan organisasi NII KW IX.
5. Ada indikasi keterkaitan sebagian koordinator wilayah yang bertugas sebagai tempat rekrutmen santri MAZ dengan organisasi NII KW IX.

MUI dinilai Abuse of Power

Ribuan orang yang tergabung di sejumlah ormas mengadakan aksi damai di depan Kantor MUI Pusat, Jakarta Pusat, pada Kamis 6 Juli 2023. Masa aksi yang berasal dari sejumlah ormas di antaranya Pemuda Bulan Bintang DKI Jakarta dan Solidaritas Nasional Kebhinekaan Bersatu (SNBK) menegaskan bahwa Majelis Ulama Indonesia adalah organisasi masyarakat dan bukan lembaga hukum, yang memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum.

Majelis Ulama Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki, memberikan sanksi, dan menjadikan suatu fatwa atau hukum terhadap Pondok Pesantren Al-Zaytun dan Saudara Panji Gumilang.

Sudut Pandang Penulis

Majelis Ulama Indonesia (“MUI”) menurut Peraturan Presiden Nomor 151 Tahun 2014 Tentang Bantuan Pendanaan Kegiatan Majelis Ulama Indonesia (“Perpres 151/2014”) adalah wadah musyawarah para ulama, pemimpin dan cendekiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami serta meningkatkan partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional. MUI merupakan mitra pemerintah dalam penyelenggaraan program pembangunan pengembangan kehidupan yang islami.

Dalam situs resminya dijelaskan, MUI sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk:

a. memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala;
b. memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta;
c. menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional;
d. meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.

Lebih lanjut dijelaskan, dalam khitah pengabdian MUI telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:

1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya)
2. Sebagai pemberi fatwa (mufti)
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al ummah)
4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid
5. Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar

Berbicara mengenai kedudukan Fatwa MUI dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia, Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Fatwa MUI memang bukan merupakan suatu jenis peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. Namun, dalam perkembangannya, beberapa fatwa yang dikeluarkan oleh MUI merupakan hukum positif yang mengikat. Sebab, keberadaannya sering dilegitimasi lewat peraturan perundang-undangan oleh lembaga pemerintah, sehingga harus dipatuhi pelaku ekonomi syariah.
areszzjayAvatar border
nomoreliesAvatar border
dafitdivadAvatar border
dafitdivad dan 3 lainnya memberi reputasi
-2
645
26
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan