Sebentar lagi akan diperingati hari buruh internasional. Seperti biasa, agenda buruh untuk berdemo juga sudah disiapkan. Menyambut hari buruh internasional juga, saya ingin mengajak kita sekalian, mengenang tragedi Marsinah.

Trit ini muncul karena tergelitik komen Agan @T2Y, yang bertanya tentang Marsinah. Komentar itu membawa saya untuk kembali membaca-baca kronologi terbunuhnya Marsinah. Setelah membaca kembali berita-berita tentang Marsinah (mudah dicari pakai Google), ada beberapa hal yang menggelitik saya.

1. Tuntutan dari demo buruh yang dikoordinir oleh Marsinah waktu itu.

Demo yang akhirnya membawa musibah bagi Marsinah, hanya menuntut kenaikan upah harian dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250. Angka Rp 2.250 itu pun, sudah sesuai dengan UMR buruh yang ditetapkan oleh Gubernur Jatim waktu itu. Jadi mereka hanya menuntut hak mereka, sesuai keputusan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah.

Mereka bukan sedang menuntut kenaikan UMR pada pemerintah.

Bandingkan upah yang mereka tuntut, dengan harga beras di tahun itu :


Kira-kira apakah tuntutan mereka berlebihan?

2. Pesan Marsinah pada rekan-rekannya, setelah tuntutan mereka dipenuhi.

"Wes yo rek, perjuangane awak dewe wes mari. Upahe awak dewe wes diundakno. Saiki, aku titip. Ayo kerjo sing temen, gawe masa depane awak dewe sesuk (Sudah iya, perjuangan kita semua sudah selesai. Upah kita sudah dinaikan. Sekarang, saya titip. Ayo kerja yang benar, buat masa depan kita)," kata salah seorang teman Marsinah mengisahkan pesan wanita itu.

Tidak tersirat adanya tuntutan yang terus-menerus, makin lama makin tinggi.

Setelah mereka mendapatkan hak mereka (sesuai keputusan pemerintah), mereka pun tak lupa dengan kewajiban mereka.

3. Hasil otopsi Marsinah.

Tak lama setelah berpesan pada rekan-rekannya, Marsinah menghilang dan ditemukan tiga hari kemudian. Dia sudah meninggal dengan luka-luka bekas siksaan.



Tiap kali membaca hasil otopsi Marsinah, saya suka bergidik ngeri. Saya tidak bisa membayangkan pengalaman wanita itu selama berada di bawah kekuasaan penyiksanya.

Bandingkan resiko menuntut hak di masa itu, dengan demonstrasi di masa sekarang.

4. Nasib tersangka yang ditangkap tanpa melewati prosedur hukum.

Delapan orang petinggi di perusahaan tempat Marsinah bekerja, ditangkap tanpa melewati prosedur hukum yang jelas.

Disekap selama berhari-hari, mereka disiksa dan dipaksa untuk mengakui skenario matinya Marsinah, menjadi kambing hitam dalam kasus terbunuhnya Marsinah.

Meski akhirnya mereka bebas setelah mengajukan kasasi, siksaan dan penghinaan yang mereka alami, tidak pernah mendapatkan keadilan.

Sama seperti Marsinah, yang hingga sekarang tidak pernah terungkap, siapa pelaku penyiksaan dan pembunuhnya.

---------

Kondisi negara saat ini memang masih mengundang banyak keprihatinan. Akan tetapi, reformasi yang pernah diperjuangkan itu, sebenarnya sudah membawa perubahan yang lebih baik

Tentu saja perjuangan untuk membuat negara ini jadi lebih baik tidak akan pernah berakhir.

Namun, bukan pula berarti tumbal-tumbal yang darahnya sudah membasahi negeri ini, mati sia-sia. Mereka jadi mati sia-sia, kalau kita yang masih hidup tidak memanfaatkan hasil perjuangan mereka, untuk berjuang ke arah yang lebih baik.

Jadi sia-sia, kalau kebebasan berpendapat sudah terjamin, kita justru menggunakannya untuk memaki-maki (cebong, kampret, kadrun, dungu, babi, nguik-nguik, dll), debat kusir, hoax, dan fitnah.

Jadi sia-sia, kalau demokrasi yang sudah terbangun, hanya jadi lahan perebutan kekuasaan, dan kekuasaan hanya digunakan untuk memperkaya diri sendiri.

Jadi sia-sia, kalau perbedaan pendapat, masih juga kita selesaikan dengan kekerasan.

Dst.

Dst.


Salam ....





Sumber referensi
1. https://tirto.id/pembunuhan-buruh-ma...orde-baru-cJSB
2. https://hot.liputan6.com/read/464291...curi-perhatian
3. https://www.kompasiana.com/jokowipre...ang-serbamurah