- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Apa Sih Salahnya Bu Mega? Kenapa Emak-Emak dan Netizen Jadi Kesal?
TS
lonelylontong
Apa Sih Salahnya Bu Mega? Kenapa Emak-Emak dan Netizen Jadi Kesal?
Di trit sebelumnya TS membahas soal ucapan Bu Mega yang bertanya, "Apa ibu-ibu tidak tahu cara memasak yang lain, selain menggoreng?"
Dalam trit TS yang sebelumnya, TS ngeyel beragumen, bahwa secara isi pesan, tidak ada masalah dengan ucapan Bu Mega itu. Apalagi pesan itu disampaikan dalam sebuah Webinar yang membahas tentang memerangi stunting.
Kalau tidak ada yang salah dengan pesannya, mengapa kemudian ucapan itu menimbulkan reaksi negatif?
Tentu ada yang salah.
Dalam trit kali ini, ane berusaha memberikan opini, di mana letak kesalahannya Bu Mega. Ini cukup penting, karena tampaknya sampai sekarang, Bu Mega masih belum memahami di mana letak kesalahannya. Terlihat dari beberapa berita tentang Bu Mega dan anggota partainya yang berusaha memperbaiki keadaan, tapi dengan cara yang justru sebenarnya membuat orang semakin kesal.
Mereka masih sibuk membela diri, berusaha membuktikan bahwa pesan atau ucapan Bu Mega itu benar. Padahal, ya memang ucapan atau isi pesannya itu benar, yang salah itu bukan di situ. Maka bukan begitu caranya, kalau mau memperbaiki kesalahan. Bukan begitu caranya, kalau ingin mengurangi reaksi negatif yang timbul atas ucapan itu.
Ada beberapa point yang menurut TS, harus disadari Bu Mega saat dia berbicara di depan publik :
1. Sebagai ketua umum partai politik yang memenangi pemilu dan menempatkan kadernya di posisi puncak pemerintahan Indonesia, maka Bu Mega adalah bagian dari pemerintahan yang bertanggung jawab saat ini.
Memang sebaiknya seseorang mencerna sebuah pesan itu tanpa melihat siapa yang membawa pesan itu. Akan tetapi, reaksi yang muncul secara alami ketika mendengar, itu bukan hanya pesannya yang didengar, tapi juga siapa yang menyampaikan pesan.
Betapa tidaketis-nya jika pemerintah yang gagal dalam menjaga kestabilan harga dan memenuhi kebutuhan rakyat, justru menasehati rakyat tentang bagaimana rakyat harus bisa bertahan menghadapi kesusahan, yang diakibatkan oleh kegagalan dirinya.
2. Bu Mega membuka pesan-pesannya, dengan mengambil posisi sebagai seseorang yang lebih bijak, lebih tinggi, dari pendengarnya. Bu Mega tidak terlihat memahami kesulitan yang dihadapi oleh audiens yang jadi sasaran dari pidatonya.
Orang sudah lagi kesusahan, bukannya dihibur, masih juga disalah-salahkan. Tidak heran kalau kemudian emak-emak jadi kesal.
Di mana letak empatiBu Mega tersirat dari pesannya itu?
Adakah Bu Mega menyampaikan pemahamannya terhadap kesulitan yang dihadapi rakyatnya saat ini?
3. Mentalitas Bu Mega yang seakan-akan terjebak di sebuah masa, di mana seorang pejabat itu adalah sosok yang harus dihormati, dipuja-puja dan dimengerti oleh rakyatnya. Padahal, semangat saat ini adalah, pejabat itu abdi rakyat. Pejabat yang harus lebih aktif mendengarkan rakyat. Menyerap mimpi, harapan, aspirasi, dan kegalauan rakyat.
Bukan sebaliknya:
Bahkan sebenarnya ya bukan jaman demokrasi ini saja. Dari jaman dahulu pun, seorang pemimpin bisa menjadi berkharisma dan menyatukan rakyat dari berbagai golongan, itu karena dia mampu memahami kondisi batin rakyatnya.
Ir. Sukarno mendapatkan ide Marhaenisme, bukankah karena dia mendengarkan keluh kesah seorang petani?
Memahami rakyat, bukan minta dipahami. Mestinya Bu Mega belajar tentang itu dari bapaknya.
----------
Akhir kata, bayangkan jika pesan yang isinya sama, disampaikan oleh orang yang berbeda dan dengan cara yang berbeda. Misalnya yang menyampaikan itu ahli gizi, kemudian pesannya itu diawali dengan menunjukkan empati :
"Ibu-ibu kemarin sempat antri minyak goreng? Sekarang sudah nggak antri, tetapi harganya naik berkali-kali lipat. Saya bisa membayangkan kesulitan yang harus ibu hadapi saat ini.
Harga-harga kebutuhan pokok naik dan di saat yang sama, sebagai seorang ibu kita tetap harus memperhatikan asupan gizi anak kita."
Rasanya, isi pesannya bakal tetap tersampaikan dan tidak akan mengundang kemarahan pendengarnya.
Sumber :
Berita dan opini pribadi.
Gbr diambil dr Kaskus.com
Dalam trit TS yang sebelumnya, TS ngeyel beragumen, bahwa secara isi pesan, tidak ada masalah dengan ucapan Bu Mega itu. Apalagi pesan itu disampaikan dalam sebuah Webinar yang membahas tentang memerangi stunting.
Kalau tidak ada yang salah dengan pesannya, mengapa kemudian ucapan itu menimbulkan reaksi negatif?
Tentu ada yang salah.
Dalam trit kali ini, ane berusaha memberikan opini, di mana letak kesalahannya Bu Mega. Ini cukup penting, karena tampaknya sampai sekarang, Bu Mega masih belum memahami di mana letak kesalahannya. Terlihat dari beberapa berita tentang Bu Mega dan anggota partainya yang berusaha memperbaiki keadaan, tapi dengan cara yang justru sebenarnya membuat orang semakin kesal.
Gbr diambil dr WartaEkonomi.co.id
Mereka masih sibuk membela diri, berusaha membuktikan bahwa pesan atau ucapan Bu Mega itu benar. Padahal, ya memang ucapan atau isi pesannya itu benar, yang salah itu bukan di situ. Maka bukan begitu caranya, kalau mau memperbaiki kesalahan. Bukan begitu caranya, kalau ingin mengurangi reaksi negatif yang timbul atas ucapan itu.
Ada beberapa point yang menurut TS, harus disadari Bu Mega saat dia berbicara di depan publik :
1. Sebagai ketua umum partai politik yang memenangi pemilu dan menempatkan kadernya di posisi puncak pemerintahan Indonesia, maka Bu Mega adalah bagian dari pemerintahan yang bertanggung jawab saat ini.
Memang sebaiknya seseorang mencerna sebuah pesan itu tanpa melihat siapa yang membawa pesan itu. Akan tetapi, reaksi yang muncul secara alami ketika mendengar, itu bukan hanya pesannya yang didengar, tapi juga siapa yang menyampaikan pesan.
Betapa tidaketis-nya jika pemerintah yang gagal dalam menjaga kestabilan harga dan memenuhi kebutuhan rakyat, justru menasehati rakyat tentang bagaimana rakyat harus bisa bertahan menghadapi kesusahan, yang diakibatkan oleh kegagalan dirinya.
2. Bu Mega membuka pesan-pesannya, dengan mengambil posisi sebagai seseorang yang lebih bijak, lebih tinggi, dari pendengarnya. Bu Mega tidak terlihat memahami kesulitan yang dihadapi oleh audiens yang jadi sasaran dari pidatonya.
Gbr diambil dr Akurat.co
Orang sudah lagi kesusahan, bukannya dihibur, masih juga disalah-salahkan. Tidak heran kalau kemudian emak-emak jadi kesal.
Di mana letak empatiBu Mega tersirat dari pesannya itu?
Adakah Bu Mega menyampaikan pemahamannya terhadap kesulitan yang dihadapi rakyatnya saat ini?
3. Mentalitas Bu Mega yang seakan-akan terjebak di sebuah masa, di mana seorang pejabat itu adalah sosok yang harus dihormati, dipuja-puja dan dimengerti oleh rakyatnya. Padahal, semangat saat ini adalah, pejabat itu abdi rakyat. Pejabat yang harus lebih aktif mendengarkan rakyat. Menyerap mimpi, harapan, aspirasi, dan kegalauan rakyat.
Bukan sebaliknya:
Gbr diambil dr WartaEkonomi.co.id
Bahkan sebenarnya ya bukan jaman demokrasi ini saja. Dari jaman dahulu pun, seorang pemimpin bisa menjadi berkharisma dan menyatukan rakyat dari berbagai golongan, itu karena dia mampu memahami kondisi batin rakyatnya.
Ir. Sukarno mendapatkan ide Marhaenisme, bukankah karena dia mendengarkan keluh kesah seorang petani?
Memahami rakyat, bukan minta dipahami. Mestinya Bu Mega belajar tentang itu dari bapaknya.
----------
Akhir kata, bayangkan jika pesan yang isinya sama, disampaikan oleh orang yang berbeda dan dengan cara yang berbeda. Misalnya yang menyampaikan itu ahli gizi, kemudian pesannya itu diawali dengan menunjukkan empati :
"Ibu-ibu kemarin sempat antri minyak goreng? Sekarang sudah nggak antri, tetapi harganya naik berkali-kali lipat. Saya bisa membayangkan kesulitan yang harus ibu hadapi saat ini.
Harga-harga kebutuhan pokok naik dan di saat yang sama, sebagai seorang ibu kita tetap harus memperhatikan asupan gizi anak kita."
Rasanya, isi pesannya bakal tetap tersampaikan dan tidak akan mengundang kemarahan pendengarnya.
Sumber :
Berita dan opini pribadi.
Diubah oleh lonelylontong 31-03-2022 03:26
screamo37 dan 33 lainnya memberi reputasi
32
8.8K
131
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan