poponherlinaAvatar border
TS
poponherlina
SINARNYA WANITA MALAM
Konten Sensitif


# SINARNYA WANITA MALAM

Hilir mudik penggunda motor dan mobil tak pernah berhenti menyepikan jalanan kota. Kebisingan, berbebu, dan kemacetan menjadi paket komplit yang menghiasi. Beberapa manusia berlalu lalang menuju tujuan masingmasing. Segelintir pengamen, menyanyikan irama musik di perempatan jalan tepat saat lampu merah menyala. Beberapa ternak lagi untuk berbaris penjualan mereka.

Salah satu anak muda dengan tinggi 175 cm berdiri di pinggir jalan. Ia terlihat maskulin dengan T-shirt hitam, jaket putih dan celana jeans hitam. Jam tangan Rolex ada di sebelah kirinya. Ada aroma maskulinnya. Sebelah tangannya menenteng sebuah tas kecil yang berisi dua botol minuman dan dua buah burger.

"Dimana?"
Sebuah chat masuk ke ponsel pemuda tersebut. Ia segera membalas chat dari seorang wanita cantik yang akan ia temui malam ini.

"Aku sebentar lagi sampai. Kamu sudah di hotel?" balasnya.
“Oke. Aku sudah menunggumu, jangan menunggu lama, Zain.”
Pemuda Zain membaca obrolan dan memasukkan kembali ponselnya ke saku depan.

Lampu hijau menyala. Dia menyeberangi pejalan kaki lain. Saya tidak pergi sejauh itu. Dia berhenti tepat di depan hotel tempat dia dan Tasha bertemu. Dia memasuki hotel dan naik lift langsung ke lantai 5. Sesampainya di lantai 5, ia mulai mencari kamar hotel nomor 227.

Dia melihat ke kiri dan ke kanan beberapa kali untuk menemukan nomor kamar Tasha. Dia menemukan nomor kamar yang sama dengan Tasha sampai akhirnya dia berbelok ke kanan.
Zain beberapa kali menarik nafas sebelum menyalakan bel. Tak lama, seseorang membukakan pintu dari dalam.

"Hai, ayo masuk!" Itu Tasya. Tapi Zain hanya terdiam. Ia menelisik pakaian Tasya yang sangat minim berwarna maroon. Badannya sangat indah dan ramping. Terutama bagian depan yang sangat menonjol dan padat. Rambut Tasya tak luput memabukkan Zain. Rambutnya yang bergelombang menguarkan aroma wangi mawar.

Tasya masuk terlebih dahulu sementara Zain mengikuti dari belakang. Begitu masuk, baru beberapa langkah, Tasya langsung memeluk Zain dari belakang. Tentu saja Zain kaget bukan kepayang.
"Kamu wangi banget! Aku suka!" Tasya terus memeluk Zain dengan erat sembari mengendus aroma tubuh Zain.
"Tasya bisakah kita makan dulu? Aku sudah membeli burger sebelum kesini," tawar Zain.

Tasya menggeleng. "Gak! Aku gak mau. Sudah sedari siang aku menunggu kamu sampai kamu pulang kerja. Sekarang aku tidak lapar ingin makan itu," Tasya menjeda ucapannya. Jari lentiknya menaikan pakaian Zain dan mengusap perut sispect Zain. "Tapi ingin memakan kamu," lanjut Tasya dengan nada manja dan sedikit mendesah.

Darah Zain terasa mendidih. Gairahnya terasa terbangkitkan. Segera Zain menjauhkan tangan Tasya dari perutnya. Ia membalikan badan tepat di depan Tasya.

Ia menatap Tasya penuh arti. Begitupun Tasya sebaliknya. Tasya merasa sangat gerogi dipandang seperti ini. Pipinya terasa panas apalagi saat jari Zain membenarkan rambut Tasya dengan lembut.

"Kamu itu cantik. Sangat indah sehingga sayang sekali seseorang akan menyukainya. Zain diam-diam membungkam Tasya. “Aku tidak tertarik melakukan apapun denganmu. Bahkan jika kamu ingin melakukannya. Percayalah, aku juga insting.” Zain berhenti sejenak. “Tapi aku tidak mau denganmu.” Tasha bingung, tapi marah di satu sisi. Apakah Zain mempermainkannya?
"Maksud kamu?" tanya Tasya sedikit sinis.

Zain memegang kedua bahu Tasya. Ia tersenyum sebelum berbicara, "Bicaralah! Berapa biaya hidup kamu? Jangan menjadi seperti ini walau kamu menderita. Anda tidak hidup untuk menjadi rumah bagi semua orang yang lapar.

Tasha tersinggung. Dia mendorong tangan Zain dari bahunya dan tersenyum lagi. Senyum itu mengangkat hati Tasha.

"Aku akan membiayai kehidupan kuliahmu. Baiklah, aku akui penghasilan arsitek tak begitu besar. Tapi, aku ingin sedikit membantumu keluar dari kabut malam."
Zain berjalan mengelilingi Tasya sambil berbicara, "Percayalah Tasya, kamu indah dan kamu mulia, bahkan jika seandainya badan kamu telah terjamah oleh banyak pria. Jangan terlalu jauh bermain dalam tipu daya dunia."

"Aku tidak butuh ceramahmu! Emangnya kamu mampu membelikan skincare untukku yang mahal? Bisa membayarkan kuliahku? Bisa membelikan gaun indah untukku?!" Tasya tertawa sumbang. "Tidak akan bisa, kan?"

Zain berhenti berjalan tepat di depan Tasya. "Bisa. Allah memberiku rezeki. Walau mungkin tak bisa semalah yang kamu beli. Tapi apakah Anda puas dengan diri Anda sekarang? Pertanyaan Zain membuat Tasya kewalahan. Dia tidak mengatakan apa-apa. Dia menyadari bahwa pekerjaannya tidak lebih dari kepuasan sementara. Pakaian, tas, dan perawatan kulit hanya melewati kegembiraan membuat mereka yang kembali bahagia merasa kesepian.

Mereka merasa sangat sedih dan terhina karena terus melayani laki-laki yang tidak selalu bersih. Bahkan, mungkin ada sesuatu di bagian wanita yang membuatnya kewalahan dan membuatnya sakit.

"Aku tahu hidup ini tidak mudah, tapi percayalah. Kita tidak akan pernah hidup. Apakah kamu percaya pada kematian? … Seperti apa situasi Anda?
Pertanyaan Zain memperlambat detak jantung Tasya. Pertanyaan Anda sangat benar, Zain mengembalikan kalimat itu. “Jadi bagaimana jika suatu malam suami saya bertemu seorang wanita untuk berpuasa? Sementara Anda di rumah dan menghabiskan malam yang tenang. Menurut Imam Syafii, perzinahan tidak bersalah.

Tasha menggelengkan kepalanya ke dalam. Dia ingin mencegahnya. dari terjadi. Hatinya akan tercabik dan mati.
“Tasha, pulanglah. Allah Maha Penyayang.” Setelah mengatakan itu, Zain meninggalkan kantong makanan yang dibawanya di atas meja. “Saya tidak berdoa untuk Isya. Saya ingin berdoa dulu.”

Tasha tetap membeku. Dia terlihat bodoh di depan Zain. Sementara Zain pergi ke kamar mandi dan minum air cucian. Setelah selesai, Zain langsung berjalan di depan Tasha yang masih memahat.

Zain hanya berdoa tanpa alasan. Hotel yang ia sewa tidak memiliki sajadah. Zain shalat dengan khusyuk. Sementara Tasya hanya melihat Zain dengan haru. Tapi hatinya tetap menolak semua ajakan dan ucapan Zain.

Selesai berdoa, Zain bangkit berdiri. Ia mendekat kepada Tasya, "Makan dulu yu, kayaknya kamu belum makan."
Tasya tetap terdiam tanpa menjawab.
"Baiklah. Kalau begitu aku akan pulang. Hubungi aku jika kamu perlu. Mengenai ucapan tadi, aku sungguhsungguh. Aku memang tidak bisa membiayai kamu dengan banyak.

Nocopyrigt
Hasil karya sendiri
Sumber foto : google gambar
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
743
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan