Bursa pesawat tempur bekas memang menarik untuk disimak, tak hanya menarik minat negara dengan dana militer ngepas. Tapi juga negara adidaya tempat asal pesawat tempur tersebut dibuat. Kabar terbaru mengatakan jika Kuwait berencana untuk menjual seluruh pesawat tempur F/A-18C/D Hornet mereka.

Menurur artikel theaviationgeekclub.com Malaysia dan Tunisia juga tertarik untuk membeli pesawat bekas tersebut. Selain itu Korps Marinir AS (USMC) juga dikabarkan tertarik untuk membelinya. Malaysia digadang-gadang menjadi salah satu negara yang berharap bisa meminang "janda sultan" dari negeri teluk tersebut. Mengingat Malaysia kini juga telah mengoperasikan 8 unit F/A-18D Hornet.

Wakil menteri pertahanan Malaysia Ikmal Hisham Abdul Aziz mengatakan bahwa, negara Asia Tenggara itu sedang berusaha untuk membeli armada Angkatan Udara Kuwait yang terdiri dari 33 Hornet. Menurutnya armada Hornet Kuwait masih dalam kondisi yang bagus dan memiliki sedikit jam terbang.

Sementara itu tantangan berat datang dari USMC, di mana mereka juga berniat membeli Hornet bekas Kuwait. Mereka membeli Hornet bekas sebagai armada cadangan sembari menunggu kedatangan pesanan F-35. Sebelumnya USMC juga telah menerima Hornet bekas dari US Navy, Hornet bekas USMC itu dijadwalkan untuk tetap beroperasi sampai tahun 2030. Dengan upgrade radar baru dengan memasang AN/APG-79(v)4 dan kursi lontarnya.





Sementara itu antara Malaysia dan Kuwait belum diadakan pembicaraan lanjutan terkait akuisisi jet bekas tersebut. Malaysia sendiri menerima Hornet varian kursi ganda pada tahun 1997, dan sudah dilakukan upgrade beberapa kali. Ali Al Hashim seorang analis militer di Kuwait mengatakan jika negaranya tidak bisa menjual Hornet ke negara lain tanpa persetujuan negara pembuatnya.

Sebagai ganti F/A-18C/D Hornet yang akan pensiun, Kuwait telah memesan sebanyak 28 unit Eurofighter Typhoon yang saat ini sedang dibuat oleh manufaktur Leonardo di Italia. Dua pesawat diserahkan ke Kuwait pada akhir tahun lalu. Kontrak pembelian 28 Typhoon Tranche 3 dilakukan pada tahun 2016 dengan nilai kontrak US$ 8,7 miliar (Rp 125 triliun), kontrak itu mencakup dukungan suku cadang, pelatihan dan pembangunan fasilitas perawatan pesawat di Kuwait.

Kuwait membeli Typhoon Tranche 3 untuk menyeragamkan armada pesawat tempurnya dengan negara teluk yang lain. Arab Saudi dan Oman telah memakai Typhoon, sementara Qatar sedang mempertimbangkan untuk membelinya. Dengan memakai pesawat yang sama, maka akan memudahkan dalam pasokan suku cadang dan operasi. Typhoon pesanan Kuwait terdiri dari 22 unit kursi tunggal dan 6 unit kursi tunggal. Kuwait sendiri kemungkinan akan memensiunkan Hornet pada tahun 2023, sembari menanti armada pesawat tempur pesanan mereka tiba.





Sementara itu, selain membeli Eurofighter Typhoon, Kuwait juga telah menandatangani kontrak untuk membeli 28 unit F/18-E/F Super Hornet pada tahun 2016. Kontrak itu bernilai US$ 10 miliar (Rp 150 triliun), pesanan itu terdiri dari 22 unit F/A-18E kursi tunggal dan 6 F/A-18F kursi ganda. Varian yang dipesan Kuwait adalah Super Hornet Block 3, versi terbaru yang kini mulai dioperasikan oleh US Navy.

Sebagai negara pengguna Hornet, adalah hal yang logis dan alami bagi Kuwait untuk membeli varian Super Hornet. Kuwait sendiri mulai mengoperasikan Hornet setelah Perang Teluk 1991. Waktu itu mereka menerima 27 unit F/A-18C kursi tunggal serta 6 F/A-18D kursi ganda.

Sementara itu jika Malaysia berniat meminang Hornet, tentunya mereka harus meminta izin dulu kepada Amerika Serikat. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka Malaysia tidak akan pernah bisa mendapatkan pesawat tempur tersebut. Mengingat USMC juga mengincar pesawat yang sama, maka sudah bisa ditebak ke mana pesawat tempur tersebut akan pergi.