Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
Aku Sudah Lama Mati!


PROLOG

Sebuah kisah cinta terlarang yang tidak seharusnya terjadi, namun siapa yang bisa menghindari jika semua itu datang begitu saja?

Dan ketika semuanya terjadi, semuanya menjadi serba rumit ketika sesosok mahluk astral yang diyakini selama ini selalu mengikuti sang wanita kemanapun dia pergi, ikut campur dalam kisah percintaan ini.

Maka mulailah kisah percintaan ini semakin tak terkendali. Banyak pihak yang ikut campur. Dari teman, keluarga, hingga orang pintar yang mengirim jin (?) untuk menghentikan semuanya.

Dan dendam, tumbuh begitu saja. Petaka tak bisa dihindari. Masing-masing pihak berseteru dalam sebuah pertarungan tak kasat mata.

"Aku boleh saja kalah untuk mendapatkanmu. Tapi aku tak rela jika semua ini tak didasari oleh kata hatimu sendiri. Aku ingin semua yang menyebabkan ini mati. Dan biar dia bertemu dengan sosok yang selama ini selalu membayangimu! Camkan itu."

Anggap saja kisah ini adalah kisah fiksi. Dan semua kejadian, nama, tempat, jika ada kesamaan, anggap hanya kebetulan belaka.

Cerita ini untuk 18+, sebab ada bumbu-bumbu erotisme yang tak bisa dihindari, seiring berjalannya cerita.

Latar belakang kisah dalam cerita ini dimulai dari tahun 2008.

Dan cerita ini hanya ditulis di Kaskus, untuk pertama kalinya.



1. Dia Adik Gue


"Ndra, lu bisa kerumah gue nggak pulang kerja nanti?" Azzam menghampiri gue yang tengah merapikan alat kerja di Lab Komputer. Azzam ini adalah karyawan kontrak di Lembaga Pendidikan milik Arab Saudi. Meskipun cuma sebagai karyawan Cleaning Service, tapi dia termasuk yang disayang oleh banyak Ustadz disini. Disamping kerjanya rajin, dia juga sedikit-sedikit bisa berbahasa Arab, beda dengan gue yang seringkali oakai bahasa tarzan buat berkomunikasi dengan para Ustadz disini.

Ohya, semua Dosen atau Guru disini dipanggil dengan Ustadz, begitu juga petugas perpustakaan sampai petugas yang mengurusi tetek bengek keperluan lembaga pendidikan ini.

"Ada apa Zam? Tumben banget lu ngajak gue kerumah elu." Gue sendiri masih ngeberesin crimping tool, RJ45, dan keluarganya. Kerjaan gue hari ini beres buat nyambungin koneksi internet antar gedung di lembaga pendidikan ini. Udah gue tes, berjalan normal. Buat buka browser, file, video dan audio, semua lancar. Nggak ada RTO.

"Tolong benerin laptop adik gue. Katanya sih error," jelas Azzam.
"Ok. Tunggu aja dibawah," jawab gue.
"Siap." Azzam kemudian berlalu dari Lab Komputer ini.

Beberapa waktu kemudian semuanya beres. Udah rapi. Gue pandangi komputer yang berjajar di meja. Ada 24 unit, dan semua berfungsi normal. Buat ngebangun Lab ini, gue sendiri dikasih insentif lumayan besar, diluar gaji bulanan gue. 3x lipat dari gaji gue. Cukup buat pegangan kedepannya.

Setelah gue rasa selesai, gue beranjak dari ruangan ini dan mematikan semua lampu dan listrik. Gue kunci ruangan, untuk selanjutkan tinggal menyerahkan kunci kepada security.

Dibawah, Azzam rupanya udah menunggu gue di dekat pos jaga. Dia melambaikan tangan. Gue balas lambaian tangannya sambil menunjuk kearah kantor. Gue harus absen dulu. Baru setelah itu gue menuju parkiran untuk ambil motor.

Gw hampiri Azzam setelah gue udah ambil motor.
"Ayo," ajak gue.
Setelah memberi salam kepada para petugas security di pos jaga, gue dan Azzam berlalu mengendarai motor masing-masing. Azzam pakai Honda Legenda. Gue sendiri pakai Mio.

Berdua gue beriringan melalui jalan yang lumayan ramai dekat Pejaten, lalu berbelok ke kanan ambil jalan tembus kearah Kemang Timur.

Belasan menit gue menyusuri jalan hingga akhirnya gue sampai dirumah Azzam. Azzam sendiri adalah keluarga Betawi yang punya beberapa kontrakan. Rumahnya lumayan besar. Dia menempati sebuah rumah pemberian orangtuanya.

Sampai dirumah Azzam, gue langsung masuk ke pelataran rumahnya buat parkir motor.
Setelah parkir motor, gue duduk di bangku teras, sementara Azzam masuk kedalam rumah keluarganya. Sekilas gue lihat ada sesosok cewek keluar dari kamar tapi kemudian masuk lagi. Hanya bertanktop hitam dan bercelana basic pendek. Nggak jelas banget sih bagaimana wajahnya. Dan gue sendiri nggak tahu itu siapa.

"Masuk Ndra," ajak Azzam.
Setelah mengucap salam, gue pun masuk dan berkenalan dengan kedua orangtua Azzam.

Nggak berapa lama, Azzam memanggil seseorang yang ternyata adiknya.

"Laaa, bawa laptopnya sini. Nih teman Bang Azzam udah datang," seru Azzam memanggil adiknya.
"Iya sebentar," suara jawaban terdengar dari kamar. Dan sesaat kemudian sesosok cewek manis keluar dari kamar. Tersenyum manis.
Yang bikin gue serba salah, adiknya Azzam ini benar-benar cuek. Meskipun ada teman kakaknya, dia tetap aja nggak ganti baju. Hanya bertanktop hitam dan bercelana basic hitam pendek. Tubuhnya yang montok tercetak jelas dibalik pakaiannya.

"Lu gimana sih La. Ganti pakaian sana. Gini banget lu ada teman Abang," omel Azzam pada adiknya.
"Kenapa sih Bang. Gue nggak telanjang ini," jawabnya cuek.

Mata woi mata! Bathin gue mendadak memarahi gue saat Nayla, nama adik Azzam ini menaruh tas laptop dimeja, dan sekilas gundukan indah dadanya yang membulat besar tersembul dari balik bra merahnya.

Hhhhh...
Baru aja gue main kesini, udah disuguhi pemandangan indah.
Gw yang mau nanya soal kerusakan laptopnya jadi kikuk.
Akhirnya gwue cuma bisa memandangi wajahnya, tanpa sepatah katapun!
Eh, dia malah tersenyum. Mainin rambutnya. Nyengir!
"Katanya programnya error," mendadak Azzam membuyarkan kekakuan gue.
Bukan kaku sih. Terpesona tepatnya.
"Nah itu. Gue baru mau tanya." Asal aja dah gue jawabnya karena kepergok mandangin wajah adiknya.
"Ganti baju sana," hardik Azzam kepada adiknya. "Sok seksi luh!" celetuk Azzam lagi.
"Iya. Cerewet banget lu Bang," Nayla membalas omelan abangnya sambil balik badan. "Nggak tau orang lagi gerah."
"Gerah apaan? Pintu jendela pada ngablak gini lu bilang gerah. Noh bak mandi. Nyelem dah lu sana."
Bujug dah. Abang adek jadi pada berantem omongan. Padahal gue sendiri gak keberatan sama pakaian Nayla. Gak kesinggung juga. Gak marah juga. Sumpah dah.
Gak lama Nayla udah kembali lagi. KIni dia pakai kaos panjang sepaha. Lah, sekarang justru dia jadi kayak gak pakai celana dibalik kaos panjangnya yang konyolnya, lumayan tipis!
"Duduk sini," suruh Azzam pada adiknya.
Nayla lalu duduk disamping gue. Gue sendiris sekarang gak berani mandang dia. Gue fokus ke laptop yang udah gue keluarin dari tasnya.
Gue tekan tombol power laptop. Nggak lama tampilan windows 7 mulai terlihat. Tapi kemudian mendadak blue death. Restart sendiri. Sampai pada logo windows 7, blue death lagi. Hmmm... kayak salah seting hddnya di bios.
"Ini kayaknya cuma salah seting bios aja Zam," kata gue. Gue matiin dulu laptop. Setelah mati total, gue nyalain lagi, dan ketika logo produknya tampil, gue tekan-tekan tombol F2, dan laptop masuk ke menu bios. Gue masuk ke setingan untuk hddnya. Disana terlihat setingannya AHCI. Gue coba ubah ke setingan IDE. lalu gue tekan F10, klik yes, dan laptop kembali restart.
Kini tampilan windows Xp mulai loading, nggak blue death lagi. Sampai akhirnya masuk desktop.

Walah... Penuh amat tampilan desktopnya.
"Ini emang sengaja ditaruh semua di desktop atau bagaimana?" tanya gue ke Nayla.
Gue sekilas menoleh ke Nayla, lalu fokus lagi ke layar desktop.

"Eh iya, Ndra. Gue ke rumah dulu, nengokin anak gue," pamit Azzam.
"Ok Zam," kaya gue mengiyakan.
Sekarang tinggal gue sama Nayla di ruang tamu. Sejak tadi ibu bapak Nayla dibelakang aja, gak keluar ke ruang tamu.

Nayla memainkan jarinya.
Gue lihat windows explorernya, ternyata hddnya cuma dibuat 1 partisi. Repot juga kalau OSnya kena virus, bakal susah backup data. Akhirnya gue ambil keputusan buat bikin 2 partisi, C dan D. Nanyinya semua data gue akan gue taruh di partisi D.

"Saya bikin 2 partisi ya, biar aman simpan data," kata gue ke Nayla.
"Terserah aja Bang. Aku nggak ngerti," jawab Nayla.
"Masih sekolah Nay?" Gue mendadak manggil dia Nay, bukannya La.
"Udah lulus Bang, baru tahun ini. Sekarang udah kerja," jawab dia lagi.
"Oh." Cuma itu tanggapan gue.
Sambil ngerjain bikin partisi pakai Partition Magic, gue ngobrol ringan sama Nayla. Ternyata anaknya supel, enak diajak ngobrol.
Sebenarnya rada jengah juga gue duduk dekat dia. Pakaiannya itu lho yang bikin gue serba salah.

"Mau minum apa Bang? Teh manis? Atau kopi?" tawarnya.
"Saya nggak minum teh. Kopi aja deh. Bisa bikinnya?" Gue iseng nanya. Eh jawaban dia bikin gue ngakak.
"Nggak. Nggak pernah bikin kopi," katanya jujur kemudian tertawa lepas.
"Lha, nggak bisa bikin kopi tapi nawarin kopi. Gimana sih?" protes gue.
"Nanti Mama yang buatin," terangnya.
"Terserah deh."

Nayla lalu beranjak dari duduknya.
Jujur gue akui, tubuh adiknya Azzam ini emang menggoda banget. Idaman cowok banget. Depan belakang nampol istilahnya. Dan terkadang wajar apabila ada cewek yang suka memamerkan bodinya meskipun hanya melalui pakaian-pakaian seksi. Itulah bentuk keindahan ciptaan Tuhan, bukan cuma pelangi aja.

Nggak lama, nayla udah balik dengan segelas kopi panas.
"Diminum Bang kopinya," kata Nayla manis. Gue mengangguk. Gue tatap matanya. Alisnya yang hitam tercetak bagus, melengkung alami. Eh dia ketawa.

"Kamu sering ribut ya sama Azzam?" tanya gue.
"Iya. Bang Azzam cerewet banget jadi cowok. Apa aja nggak boleh," jawab Nayla. Dia kembali duduk disamping gue sambil memperhatikan gue yang sedang mengerjakan laptopnya.
"Ini semua data saya pindah ke drive D ya Nay. Terus program-program yang menurut saya nggak penting, saya uninstall. Desktop juga saya rapihin. File-file yang ada di desktop, saya pindah semua ke drive D, saya kasih nama File desktop." Panjang lebar gue kasih tau semuanya agar Nayla paham.

Sesaat, gue menengok ke arah pintu, kali aja Azzam tiba-tiba datang. Begitu gue lihat nggak ada, gue berbisik ke Nayla,"Ini video-video dari mana?" tanya gue pelan sambil membuka file video yang tadi tersembunyi di dokumen dengan nama folder Joss.

Nayla kaget, tapi sesaat kemudian mendadak ketawa malu.
"Hapus bang. Tolong hapus aja," pintanya buru-buru.
"Yakin nih dihapus? Udah khatam?" ledek gue.
"Apaan sih. Itu video titipan dari teman tuh bang. Sumpah deh<" dia membela diri.
"Yaudah saya hapus ya, daripada Azzam tau semua video itu, bisa kacau nanti."
Gue lalu atas seijin Nayla segera menghapus semua video-video yang thumbnailnya terlihat. Video-video bokep! Dan dari recycle bin, gue buang semuanya tanpa sisa.

"Dah, selesai semuanya."
Gue serahin laptop itu ke Nayla untuk diperiksa. Sambil gue biarin dia memeriksa semuanya, gue kasih saran soal pemeliharaan laptop yang baik.
Dan tak lama kemudian Azzam masuk. "Gimana Ndra? Udah bisa?" tanyanya.
"Udah," jawab gue singkat. "Gue ngopi dulu ya Zam, diluar aja ah, enak sambil ngerokok," pinta gue sambil berdiri. Gue bawa gelas kopi, lalu melangkah kearah pintu.

"Makasih ya Bang," kata Nayla ke gue.
"Iya sama-sama. Makasih juga sama kopinya nih," jawab gue sambil mengacungkan gelas kopi.

"Makasih doang. Bayar!" Azzam nyamber aja ngejawab Nayla.
"Lu yang bayar bang. Gue kan nggak ada duit. Blom gajian," Nayla ngejawab sekenanya.

"Apaan sih lu Zam. Kagak. Gue nggak minta," sanggah gue.

Dan nggak lama, gue sama Azzam udah duduk di teras sambil ngopi dan menghisap rokok. Ngobrol-ngobrol ringan aja, termasuk ngobrolin Nayla.

"Gue baru tau elu punya adik cewek Zam," kata gue.
"Gue tuh punya adik 3. 2 cewek, 1 cowok. Nayla adik kedua gue. Diatas dia cewek. Dibawah dia cowok.
"Ooooo.." Baru tau gue.
"Capek gue ngebilangin Nayla. Susah anaknya. Pacaran mulu. Cowoknya juga gendut, gayanya pera'."
Gue ngakak dengerin ngedumelnya Azzam.
"Jangan gitu Zam. Baik-baiklah ngasih taunya," saran gue.

Setelah ngobrol lama, akhirnya gue pamit mau pulang.
Azzam memanggil ibu bapaknya. "Nyaaak, Paaaaak, Hendra mau pulang nih," teriak Azzam. Nggak lama kedua orangtua azzam muncul dari belakang. Basa-basi gue bicara sama keduanya, lalu cium tangan berpamitan. Nayla nggak lama ikutan muncul dari kamarnya.
"Makasih ya bang," katanya sambil senyum manis banget.
Gue mengangguk.
Dan nggak lama kemudian gue udah berlalu dari rumah Azzam.


2. Pertemuan Kedua Dengan Nayla


Setelah pertemuan pertama dengan adiknya Azzam, gue nggak sekalipun mikirin dia. Semuanya berjalan biasa aja. Bahkan gue sama sekali nggak membahas mengenai Nayla dengan kakaknya, Azzam.

Namun kira-kira 3 minggu kemudian, gue main kerumah Azzam. Rumah Azzam cuma dibatasi oleh jalan MHT (jalan di perkampungan DKI Jakarta yang berukuran sekitar 1 meteran) dengan rumah orangtuanya, dimana Nayla tinggal.

Dan ketika gue sedang asik ngobrol dengan Azzam, tiba-tiba Nayla muncul dengan membawa segelas kopi di tatakan (piring kecil). Dengan senyum manis, dia berucap ke gue, "Nih kopinya Bang," katanya renyah banget.

Gue ketawa. "Lha, dibikinin kopi. Ah, pasti Mama yang bikin," ledek gue.

"Nggak koq. Ini Nayla yang bikin, spesial buat Bang Hendra," jawabnya sambil tetap menebar senyum.

"Ah elu. Nggak pernah-pernahnya bikin kopi, Hendra dateng, ujug-ujug elu bikin kopi. Kesambet setan mana lu?" Azzam dengki banget dah sama adiknya yang udah bikinin kopi buat gue. "Sekalian sana bikinin teh buat abang lu nih," pinta Azzam.

"Ogah banget! Sana minta Mpok Ela. Punya bini koq minta adenya bikinin," kata Nayla langsung pergi.

"Sue!" kata Azzam dongkol. Gue yang ngeliat polah mereka berdua jadi ketawa ngakak.
Nggak lama, gue dan Azzam kembali terlibat dalam obrolan. Nggak jauh-jauh, ya seputar suasana pekerjaan. Azzam ngeluh karena gajinya terlalu minim. Dan dia juga tahu kalau gaji gue sebagai IT di lembaga pendidikan tinggi Arab Saudi ini 5 kali lipat dari gajinya. Sebenarnya bagi gue wajar. Gue digaji besar karena skill gue, bukan tenaga kasarnya,sementara Azzam jelas digaji karena tenaga kasarnya.

"Pinjemin gue uang keq," tiba-tiba Azzam nyeletuk.

"Buat apa lu?" tanya gue. Soalnya nggak ada ba bi bu lagi, tiba-tiba Azzam ngomong begitu.

"Bini gue minta kulkas. Katanya sih yang 1 pintu aja. Buat nemenin puasa 2 bulan lagi," jelas Azzam.

"Berapa emang harganya?" Gue nanya serius ke Azzam.

Lalu Azzam menyebut nominal. Dia cerita udah lihat-lihat di toko kawasan Kramat Jati, dan ingin sekali membelikan istrinya lemari es. Tapi berhubung dananya nggak terkumpul, dia kasihan sama istrinya.

"Ok. Besok gue kasih di tempat kerja ya," janji gue pada akhirnya.

"Serius lu Ndra?" Dia malah nggak percaya dengan pendengarannya.

"Ya seriuslah. Masa gue bohong?" Gue meyakinkan dia.

"Weh. Bener-bener temen nih!" Dia kelihatan gembira banget. Lalu mendadak dia masuk kedalam rumah. Dari luar gue lihat dia tengah berbicara dengan Ela istrinya. Ela kelihatan tersenyum juga.

"Bang!" Suara panggilan dari belakang gue mengagetkan gue yang lagi minum kopi. Gue langsung memutar badan.

"Hei Nay. Manggil saya? Ada apa?" tanya gue pada sosok yang memanggil yang ternyata Nayla. Ohya. Kali ini dia berpakaian berbeda dengan saat pertama kali bertemu. Dia pakai kaos hitam bertuliskan YSL dan leging hitam. Tapi ya tetap aja seksi, soalnya tubuhnya tercetak jelas dibalik pakaiannya yang ketat.

"Iyalah manggil Bang Hendra. Masa iya manggil Abang Bakso," jawabnya berusaha bercanda.

"Ada apa Nay?" tanya gue pelan.

Nayla lalu menghampiri gue sambil menenteng handphone. "Bagi nomor Bang Hendra, boleh kan?" pintanya lembut sambil senyum.

"Ya bolehlah. Masa nggak boleh? Buat apaan? Buat bikin cemburu pacar kamu ya?" ledek gue.

"Apaan sih. Nggaklah. Pacar-pacar. Sok tau banget," katanya merajuk.

"Lha, emang si (gue menyebut satu nama sesuai info dari Azzam) bukan pacar kamu?"

Nayla mendelik. "Pasti Bang Azzam yang ngomong. Ember banget mulutnya kayak banci,' sungutnya. Mimik mukanya jadi lucu bikin gue ketawa.

"Aku butuh kalau ada perlu," katanya kemudian.

"Ok. 0813xxxxxxx," Gue menyebut deretan angka nomor telepon gue secara perlahan. Nayla langsung mengetiknya di handphonenya, kemudian membuat panggilan. Nggak lama handphone gue berdering. Gue ambil dari saku baju celana gue, lalu gue perhatikan nomornya.

"Itu nomor aku. Save ya," pintanya senang.

Belum juga gue jawab, tiba-tiba Azzam udah nongol dari dalam rumah.

"Ngapain lu! Minta nomor Hendra ya? Kegenitan lu!" Azzam nyerocos aja kayak nggak ada remnya.

"Bawel!" balas Nayla.

"Udah, kasih aja namanya Hindun" sergah Azzam. Nih orang kayaknya emang sewot mulu bawaannya sama adiknya. Mungkin kalau bisa, waktu Nayla lahir dari rahim ibunya, didorong lagi kali kedalam perut ibunya.

"Makasih ya Bang. Save nomornya, kasih nama Nayla manis," sambil ketawa lalu ngacir masuk pekarangan rumahnya. Gue ketawa aja ngeliat tingkahnya.

"Berapa tahun sih Zam umur adik elu?" tanya gue ke Azzam.

"18 tahun. Ya gitu dah." Azzam nampaknya kesal sama adiknya.

"Wajarlah Zam. Umur segitu masih kebawa ABGnya. Tar juga berubah," kata gue sekenanya.

"Pacaran mulu! Sebel gue ngeliatnya. Makanya gue sering bilang, udah lu k@win aja dah," jelas Azzam.

Gue jadi ketawa mulu dah didepan Azzam.

"Yaudah Zam. Gue balik dulu. Besok pagi temuin gue di Maktabah ya," kata gue pamit.

Maktabah adalah ruang Perpustakaan. Dan gue biasanya ngopi di ruang belakang sama kawannya Azzam yang bertugas disana.

"Ok Bos!" jawabnya cepat.

Setelah mengucap salam dan pamit juga sama istrinya Azzam, gue berlalu dari rumah Azzam. Sekilas sebelum gue berlalu, gue sempat menoleh kerumah Nayla. Dan ternyata dia ada disana, berdiri didepan pintu rumahnya sambil sedikit mengintip! Hmmmm, kenapa tuh anak?


3. Ada Sosok Manis Di Counter Pulsa!


Hhhhh... Pulsa gue habis, pikir gue suatu hari. Gue harus ijin keluar buat beli pulsa nih, bathin gue bilang.

Akhirnya gue keluar dari ruangan kantor dan berjalan ke gerbang lembaga pendidikan ini. Sebelumnya gue ijin keluar area pada security, berhubung ini belum waktunya istirahat.

Sesaat kemudian gue udah melangkah kesisi kanan gedung, di pinggir jalan raya, menuju sebuah counter pulsa yang biasa gue kunjungi kalau butuh pulsa.

Dan kali ini ada sesuatu yang lain. Selain cewek pemilik counter yang berjilbab, kini ada sosok lain disitu. Cewek kuning langsat dengan rambut berombak yang sebagian menutup keningnya. Senyumnya manis. Kelihatan dewasa, bukan seperri cewek usia belasan. Dia nggak ngomong sama sekali selama gue melakukan transaksi di counter ini. Tapi dia terus menatap gue dengan tatapan yang aneh. Dan setiap gue menatap balik, dia terlihat malu dan tersenyum sambil memalingkan muka. Karena penasaran dengan gerak geriknya, gue sengaja memandangi dia. Dan ketika pandangan gue dan dia bertemu, dia spontan tertawa malu.

"Nah lu. Ketahuan kan?" kata gue ngeledek dia.
Dia masih aja tertawa malu karena tingkah lakunya kepergok gue.

"Siapa sih?" tanya gue ke pemilik counter.

"Oh. Saudari aku," jelas si pemilik counter. "Kenapa? Manis ya?" tanyanya pada gue yang masih menatap dia. Gue senyum aja.

"Daaah....," canda gue pada dia yang malu-malu karena terpergok memperhatikan gue diam-diam sejak tadi. Begitu transaksi pulsa selesai, gw pergi meninggalkan mereka berdua. Tanpa berkenalan dengan cewek yang memperhatikan gue terus itu.


Bersambung








Diubah oleh i.am.legend. 20-10-2021 16:39
fhy544Avatar border
nyahprenjakAvatar border
69banditosAvatar border
69banditos dan 15 lainnya memberi reputasi
14
2.3K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan