Selamat berhari ahad agan sista se-Kaskus Raya.

Hidup adalah perjuangan tanpa henti-henti, usah kau menangisi hari kemarin

Berikut tadi penggalan lirik lagu milik musisi beken Ahmad Dani. Dan aku rasa sangat relevan dengan pokok tulisan yang akan aku angkat pada kali ini. Mengenai sebuah perjuangan. Perjuangan seorang teman yang harus menelan pil pahit, bahwa di usia yang masih terbilang muda ia mesti menyandang gelar single parent.

Sosok ini bukan orang asing bagiku. Kami bisa dikata sangat dekat. Sebab semasa sama-sama lajang, kami merupakan teman satu kost dan satu pabrik. Bukan hanya satu kost, sih, tapi juga satu kamar.
Bedanya temanku lebih dulu bekerja di sana dan duduk di bagian yang lumayan nyaman, mantengin layar komputer. Sementara aku, bergelut dengan bermacam-macam kabel serta tetek-bengeknya.

Kalian tahu, selain ramah temanku ini sangatlah baik. Tak segan menolong teman yang sedang kesulitan. Ya macam menolong anak ilang kayak aku ini (baca: anak rantau lintas provinsi)..

Ketika mengetahui bila temanku ini telah berpisah dengan suaminya, aku berharap kupingku salah dengar. Apalagi ketika tahu penyebab kandasnya mahligai rumah tangganya, gak nyangka sekali pokoknya. Padahal aku tahu banget pengorbanan yang udah dilakukan temanku ini demi mempertahankan rumahtangganya enggak kaleng-kaleng. Dari mulai melepas kerjaannya beberapa bulan setelah mereka menikah sampai berkorban perasaan. Tapi dasar lakinya yang enggak tahu diuntung

Beruntung sosok temanku ini bisa berpikir jernih. Maksudnya, dia tidak terbuai oleh arus yang namanya cinta. Dia memilih melanjutkan hidup berdua dengan anak semata wayangnya daripada terus-menerus makan hati berulam jantung. Dan mengubur dalam-dalam peristiwa memilukan di belakangnya.

Perjuangan temanku dalam melewati kesendiriannya tidaklah mudah. Boleh dikatakan berat. Dia pernah curhat, kalo sering digunjingkan oleh orang-orang sekitarnya. Hmm, tak ada wanita manapun yang ingin menjadi janda di usia muda dengan anak yang masih TK, bukan?! Tetapi, ya ... bisa apa kalau kita sudah berhadapan dengan mulut-mulut tak beretika. Pilihannya, diamkan atau balas agar impas.

Selepas berpisah dari suaminya, temanku ini bekerja di perusahaan semacam MLM gitu. Selain itu dia juga aktif mencari lowongan lainnya. Hingga pada akhirnya dia menemukannya dan bertahan hingga sekarang.



Selain menjadi pekerja di sebuah PT, Mba Mi ini juga seorang petani sayur hidroponik. Dengan memanfaatkan halaman rumahnya, Mbak Mi merintis budidaya sayur hidroponik-nya. Awalnya memang hanya beberapa tempat saja. Akan tetapi, berkat usaha, tekadnya yang pantang menyerah dan boleh jadi faktor #ThePowerOfSingleParent, akhirnya usaha yang dirintisnya bisa berkembang menjadi besar. Beragam jenis sayuran pun ditanamnya. Mulai dari bayam merah, pokcoy, kangkung, daun mint dll. Dan sekarang bertambah penghuni lagi, yaitu melon. Masalah penjualan produk, Mbak Mi gak risau. Sebab para pembeli pada datang sendiri jika tiba masa panen.



Sayur-sayuran dari kebun hidroponik ini enggak melulu dijual mentahan. Di sela-sela kesibukannya sebagai pekerja, Mbak Mi mengolah sayur-sayuran itu menjadi jus dan stik sayur. Rasanya? Enaaak.

Melihat perjuangan Mbak Mi keluar dari kubangan nestapa yang hampir saja menenggelamkannya, membuat aku salut dan angkat topi buat dia. Menjadi ibu sekaligus ayah tentu bukanlah suatu hal yang mudah. Dia sosok yang tangguh di mataku. Semoga kebahagiaan selalu menyertainya dan juga anaknya, aamiin.


:terimakasih

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
rirandara
Tulisan: Opini pribadi
Foto: dokpri