ardyannputraAvatar border
TS
ardyannputra
Syukur Mendapat Kesempatan Kedua
ٱلسلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
GanSis



Hidup merupakan anugerah terbesar yang diberikan oleh Tuhan, lantas apakah setelah kita mendapatkanya menyia-nyiakan begitu saja? Semoga tidak ya gansis. Karena hidup terlalu singkat apabila membiarkan mengalir begitu saja, tanpa mengerti arah tujuan hidup.

Saya ingin berbagi cerita, segilintir kisah pilu yang dahulu pernah menimpa. Apa yang terjadi? Saya salah satu korban selamat dari peristiwa tersambar petir Gunung Arjuno 5 tahun silam di akhir tahun 2016. Cukup membuat hati dan pikiran bertikai soal bagaimana mungkin saat itu saya masih bisa hidup. Apakah kebetulan semata? Hmm, kurasa tidak, masih banyak yang perlu dibenahi untuk melanjutkan hidup, sampai ajal menjemput.



Bermula libur sekolah diumumkan, saya langsung saja menghubungi beberapa kawan untuk melakukan pendakian Gunung Arjuno? Lalu di mana letaknya—terletak di perbatasan Kota Batu, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pasuruan. Tidak terlalu jauh dari Kota Surabaya menjadi latarbelakang tujuan sekaligus dambaan, karena tinggi di atas 3000 mdpl ditambah dengan biaya relatif tidak menguras kantong untuk sekelas "anak sekolah". 

Kami sepakat melakukan pendakian Gunung Arjuno di pertengahan bulan Desember. Dengan beranggotakan empat orang: Iyan (saya), Oncom (Faisal), Cak Londo (Fiki), Totok. Semua berasal dari Surabaya, dan kami memilih mendaki melalui jalur Tretes, karena jalur tersebut sudah sangat umum sekali di kalangan pendaki.

Di hari pertama pendakian, hujan turut beberapa kali mengguyur namun tak jadi masalah karena dengan ritme hujan yang pada umumnya tidak disertai angin ataupun petir.

Di hari kedua, kami bertemu dengan kelompok pendaki ber-anggotakan 8 orang, mereka ternyata mahasiswa Unesa. Tanpa pikir panjang kami pun bergabung menjadi satu kelompok, lalu tiba tiba kabut tebal nan gelap menyelimuti rimbunya belantara (alas lali jiwo). Suatu pertanda akan terjadi hujan teramat deras batinku dalam hati. 

Benar saja beberapa jam kemudian, hujan teramat deras langsung mengguyur dengan cepat. Serta acapkali petir berbunyi gemuruh di tengah perjalanan, lantas membuat kami tergesa-gesa untuk turun dari puncak. Tiga orang di depan: Bintara, Cak Londo, Sayasebagai penunjuk jalan pulang menuju pos 3 (pondokan). Sembilan lainya di belakang untuk mengikuti, dengan suasana hujan terus membasahi dengan begitu kencangnya.

Ketika sesampainya di atas watu gede, tiba-tibat kilat berwana putih kekuningan dengan begitu cepat membuat kami bertiga jatuh tak berdaya. Tubuh tidak bisa digerakan sama sekali, telinga berdenging, jantung berdegup cepat, mulut tidak bisa terucap kata sepatah apapun. Hanya kedua mata yang masih bisa bergerak melirik keadaan saat itu.

Kawan yang di belakang berhamburan ke depan untuk memastikan keadaan kita bertiga, namun salah satu dari kami meninggal dunia di tempat ia merupakan salah satu mahasiswa Unesa. Suasana haru, tangis, turut mengiri atas kepergiannya di tengah derasnya hujan. Semua bersedih, walaupun kami berempat baru saja mengenalnya beberapa jam yang lalu.

Lalu kesokan harinya, kami dievakuasi oleh Basarnas untuk turun gunung. Dalam hati terselip  perasaan penuh dengan ketidakpercayaan akan hal kejadian tersebut. Sangat membekas sekali di ingatan ditambah dengan luka bengkak pada tangan yang kubawa pulang. Sedih/syukur campur jadi satu, entah kata apa yang tepat untuk mewakili keadaan diri.



Sumur foto: Google
Sumur: Pengalaman pribadi + KLIK BERITA


Diubah oleh ardyannputra 21-05-2021 11:37
orgbekasi67Avatar border
orgbekasi67 memberi reputasi
1
557
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan