Saya pikir bang @adearmando1 akan membicarakan kasus jiwasraya secara akademisi atau objektif, setelah saya simak vidionya, ternyata beliau memframing

Ketika beliau menyudutkan manajemen baru jiwasraya, lantas saya bertanya, apa yang didapatkan manajemen baru dengan mengelola perusahaan krisis?

Kalau perusahaan bonafit yang ditangani, tentu saya paham. Lah ini perusahaan krisis dan faktanya sudah beberapa kali ganti Dirut sejak dinyatakan gagal bayar Oktober 2018.
1. Zamkani
2. Asmawi
3. Hexana

Setelah saya cermati ulang maksud bang Ade Armando, baru saya paham. Saya duga beliau mau memancing di air keruh, mau memetik manfaat di tengah krisis, mau meminta projek dan menekan direksi Jiwasraya.

Saya tidak dalam posisi membela siapapun. Dan bahkan saya minta dibubarkan aja Jiwasraya. Perusahaan korup nggak layak ditolong. Ngapain.

Namun demikian saya akan berbagi perkembangan kasus Jiwasraya yang isunya saya ikuti sejak awal.

Pada kasus ini saya menilai yang paling dirugikan bukan nasabah, tapi rakyat yang uangnya dipakai buat nalangi kerugian investor. (Nanti akan saya jelaskan) setelah saya luruskan bung Armando terlebih dahulu.

Gini bung Armando.
1. Leabilitas / beban jiwasraya Rp54 triliun.

2. Aset yang dimiliki hanya Rp15 triliun.

3. Artinya defisit 39 triliun.

4. Ditalagin pakai duit rakyat (PMN) Rp22 triliun.

5. 39-22 : 17. Masih defisit 17 triliun.

Lantas bagaimana dengan bantuan uang 22 triliun dari APBN itu bisa membayar kepada seluruh nasabah yang bebannya 54 triliun? Makanya logis kalau dibutuhkan skema pembayaran dengan restrukturisasi. Kalau belas pangsung dibayar gitu aja, tentu tidak cukup.

Kemudian skema restrukturisasi itu sendiri dibahas direksi Jiwasraya, Kementerian BUMN sebagai pemegang saham dan DPR. Maka atas persetujuan DPR, skema restrukturisasi dapat diterapkan.

Karena memang dalam hal ini bukan lagi kapasitas direksi menambal defisit hingga 39 triliun. Saya mau lihat, direksi perusahaan mana yang bisa naganin defisit 39 triliun? Jelas belum ada.

Maka dari itu, penaganannya yang dibutuhkan bukan lagi binis biasa, tapi sudah tataran aksi korporasi yakni pada pemegang saham. Dalam hal ini tentu Kementerian BUMN dan melalu pembicaraan dengan DPR.

Sampai di sini terlihat janggal bila Bang Armando menyalahkan direksi baru. Apakah bung Ade tidak memahami hal ini? Saya kira bang Armando tahu, tapi sengaja karena ada tujuan tertentu. Yg saya baca untuk mengintimidasi direksi baru dan memancing di air keruh.

Sehingga saya prihatin, posisi akademisi uda bertindak layaknya pramuria.

Is ok. Kembali pertanyaan siapa yang paling dirugikan? Yang paling sial dan dirugikan dalm kasus ini, Y rakyat. Pajaknya dipakai buat nalagin kasus korupsi dan nutupin kerugian investor.

Yang paling rakus siapa dalam kasus Jiwasraya? Tentu pelaku koruptor. Kedua adalah nasabah/investor dengan polis produk asuransi berbalut investasi dan berbunga tinggi. (Note: bukan nasabah murni asuransi proteksi sejenis pensiunan, pendidikan dll.)

Bagaimana tidak saya sebut rakus.
1. Dia berinvestasi dengan mengejar iming iming bungan tinggi.

2. Selama ini, sebelum gagal bayar, mereka telah menikmati manfaat bunga tinggi.

3. Saat gagal bayar, masih aja minta dibayar bunga dan keuntungan secara penuh tanpa kurang sepeserpun.

Ujung ujungnya desak pemerintah minta tambah dana talangan lewat PMN (pajak rakyat). Kan bedebah.. Masa investor buntung kok rakyat yg tanggung.

Ingat, Yang harus disadari investir adalah setiap investasi terdapat resiko. Lalu dimana tanggungjawab mereka ketika buntung kok rakyat yg tanggung. Mau enak aja. Rakay sama sekali tidak terlibat dalam proses bisnis. Resiko investasi harus ditanggung sendiri.

Source: https://bacautas.com/1366529268218355713