Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

uray24Avatar border
TS
uray24
[COC Reg. Aceh] Jejak Pendudukan Pasukan Jepang di Serambi Mekkah
Assalamualaikum, Salam Sejahtera, Shalom
Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan

Kembali dengan Nubie Beginner yang mencoba meramaikan khazanah perkaskusan tanah air melalui sumbangsih trit-trit semenjana.



Salah satu peristiwa sejarah yang pernah dilalui Indonesia yaitu turut menjadi bagian bahkan palagan dari Perang Dunia II yaitu pada front Pasifik, yang ditandai masuk dan mendaratnya Jepang di berbagai daerah di Indonesia untuk melebarkan kolonialisme melalui pertempuran dengan kolonial Belanda dan bahkan dibelahan timur Indonesia dijadikan basis penting untuk batu loncatan menggempur sekutu di Australia dan pulau-pulau Pasifik/Oseania.

Jejak Pendudukan Jepang di Aceh sama dengan daerah lainnya di Indonesia, yang dimulai dari rentang 1941-1942 pasca Jepang menyergap Pearl Harbor dan mengandaskan HMS Prince of Wales di Malaya dan langsung menyebarkan berbagai armadanya ke berbagai negara Asia termasuk Indonesia.

Pendudukan Jepang di Aceh seperti daerah lainnya di Indonesia tentunya tidak semulus yang diduga, terlebih Aceh sejak era kolonial Belanda terkenal akan semangat heroik dalam menentang penjajahan, yang menyebabkan dibentuknya Pasukan Elit Marsose, yang ironisnya anggotanya banyak direkrut dari pribumi.

Spoiler for Pasukan Marsose di Aceh era Kolonial:


Seperti daerah lainnya di Indonesia, 3 tahun pendudukan pasukan Jepang identik dengan cerita kekejaman dan pertempuran brutal yang beberapa diabadikan dalam monumen serta menyisakan peninggalan sarana militer, demikian juga di Aceh yang banyak terdapat rekam jejak dan sisa-sisa pendudukan dan penjajahan Jepang.

1.  Tugu Peringatan Pendaratan Jepang di Aceh

Pasukan Jepang tercatat mendarat di Serambi Mekkah mulai 9 Februari 1942 hingga 12 Maret 1942 dalam rangkaian bersandi Operasi T, yang tersebar mulai dari Ujong Batee, Krueng Raya, Sabang, dan Peureulak, yang salah satunya di bawah Batalyon Divisi Darat Kobayashi, dari Kekaisaran Jepang.

Pendudukan Jepang di Aceh pun mulai meredup pasca proklamasi 17 Agustus 1945, yang di Aceh sendiri pada pemuda mulai bergolak mengambil alih yang dikuasai Jepang, meskipun sempat terjadi pertempuran di daerah Langsa, Lhoknga, Ulee Lheue, secara keselurahan Oktober 1945 Jepang hengkang perlahan dari Aceh.

Spoiler for Tugu Pendaratan Jepang di Pantai Ujong Batee Aceh:


2. Benteng Jepang di Sabang

Kota Sabang sebagai bagian dari kota di provinsi Aceh berupa gugusan pulau (salah satunya pulau Weh) dikenal juga sebagai titik paling utara di Indonesia, tak heran dengan posisi strategis tersebut, Pasukan Jepang di Sabang banyak mendirikan benteng berjenis Coastal Defense yang dijejali meriam/artileri kalibar besar dengan moncong yang dihadapkan ke muka laut.

Kondisi geografis yang condong berbukit, menjadikan Sabang sangat strategis untuk memantau setiap pergerakan yang datang dari arah laut Samudera Hindia dan Selat Malaka, terutama dari ancaman armada laut sekutu (US), sehingga banyak benteng pertahanan dibangun di sepanjang garis pantai pulau-pulau di Sabang serta sebagai Markas Angkatan ke-9 Armada Expenditionary 1 Angkatan Laut Jepang.

Beberapa sarana militer Jepang di Sabang baik berupa benteng maupun bunker banyak tersebar di pesisir seperti di Ujung Kareung, Aneuk Laot, Bukit Sabang, sepanjang Pantai Kasih,Pantai Tapak Gajah, Jurong Keramat Gampong, Le Meulee Benteng Anoi Itam, yang beberapa masih terlihat kokoh.

Spoiler for Peninggalan Jepang di Sabang:


3.  Tugu Peristiwa Cot Plieng

Peristiwa Cot Plieng Bayu, merupakan peristiwa perlawanan heroik antara rakyat Aceh melawan tekanan penjajah Jepang, yang terjadi pada 10 November 1942 di daerah Aceh Utara dekat Lhokseumawe, di Desa Cot Plieng, yang juga dikenal sebagai salah satu perlawanan terbuka pertama rakyat Aceh terhadap pendudukan Jepang yang diprakarsai sorang guru mengaji yaitu Tengku Abdul Jalil.

Beliau menolak larangan oleh penjajah Jepang termasuk dalam kegamaan, dan bersama loyalisnya beliau berhasil mendesak pasukan Jepang di Lhokseumawe dan puncaknya terjadi pertempuran dahsyat hingga ke desa Meunasah Blang Buloh secara brutal yang menewaskan Tengku Abdul Jalil dan ratusan pengikutnya, dan atas aksi heroik tersebut didirikan tugu peringatan peristiwa Cot Plieng di pinggir jalan negara Medan-Banda Aceh, sekitar 12 Km arah timur kota Lhokseumawe.

Spoiler for Tugu Peristiwa Cot Plieng:


4.  Tugu Peristiwa Krueng Pandjo

Krueng Pandjo merupakan daerah yang berada di sisi jalan nasional Banda Aceh-Medan Kecamatan Kutablang-Bireun, yang di daerah ini pernah terjadi pertempuran heroik melawan pasukan Jepang pasca proklamasi kemerdekaan, tepatnya pada 24 -26 November 1945 yang dipimpin Teuku Hamzah dari Angkatan Perang Indonesia dan Tengku Abdul Rahman Meunasah dari Barisan Kreung Pandjo, serta barisan kepemudaan lainnya.

pada peristiwa tersebut berawal dari satu batalyon pasukan Jepang di Bireun yang hendak dipulangkan oleh sekutu di Lhokseumawe, dan batalyon yang menaiki kereta api disergap dan dihadang pasukan nasionalis dengan mensabotase rel kereta, sekaligus untuk merampas dan melucuti senjata pasukan Jepang daripada senjata tersebut dirampas oleh sekutu.

Setelah pertempuran yang mendesak pasukan Jepang karena bertahan di daerah yang terkepung, dan korban di kedua belah pihak telah menewaskan puluhan, terjadi perundingan dan kesepakatan dengan pasukan Jepang dapat melanjutkan menuju Lhokseumawe namun 320 pucuk senjata diserahkan ke pasukan Teuku Hamzah, dan Mayor Ibihara penasehat batalyon tersebut melakukan harakiri sementara Mayor Takashi komandan batalyon terluka parah.

Spoiler for Tugu Krueng Pandjo - Bireun:

5.   Tugu Pertempuran Langsa

Jejak pendudukan Jepang di Aceh juga terdapat di Langsa, yang pernah terjadi pertempuran antara TKR melawan pasukan Jepang, pasca proklamasi yaitu pada 22 Desember 1945, ketika TKR pimpinan Mayor Bachtiar menyergap konvoi pasukan Jepang yang akan kembali ke Medan untuk menyerahkan diri ke Sekutu, dan berhasil merampas 300 pucuk senjata pasukan Jepang.

Pasukan Jepang yang diperbolehkan kembali ke Medan, diperintahkan Sekutu untuk mengambil kembali senjata yang dirampas tersebut dengan mengutus delegasi Jepang Mayor Omura menghadap Teuku Nyak Arief untuk berunding. Gagalnya perundingan menyebabkan Sekutu mengirim dua batalyon pasukan Jepang untuk merampas kembali senjata tersebut di bawah Mayor Jenderal Sawamura,

Dalam perjalanannya ke Langsa, dua batalyon tersebut dihadang TKR dibantu rakyat, di beberapa daerah yang mengakibatkan dua batalyon tersebut gagal dan tertahan di Kuala Simpang, dengan korban tewas di kedua pihak sudah cukup banyak, diantaranya karena pertempuran di Sungai Liput, Kuala Simpang, Meudang Ara, Upak, dan Bukit Meutuah.

Spoiler for Peringatan Pertempuran di Langsa:


6.  Bunker Jepang di Lhokseumawe dan Pidie

Peninggalan pasukan Jepang selama masa pendudukan selain jajaran benteng di Sabang, terdapat juga bunker dan gua yang dibangun pasukan Jepang yang hingga kini masih bisa diabadikan dan terlihat kokoh, diantaranya terdapat di Lhokseumawe dan di Pidie.

Peninggalan pasukan Jepang di Lhokseumawe berupa gua sekaligus bunker yang berupa terowongan yang dekat dengan akses ke pesisir pantai, sedangkan di daerah Pidie-Sigli peninggalan pasukan Jepang banyak berupa bangunan bunker beton sekaligus sebagai menara pengintai yang disebut masyarakat sekitar Kurok Kurok yang juga dekat dengan akses pesisir pantai.

Spoiler for Gua - Bunker Jepang di Lhokseumawe:


Spoiler for Bunker Jepang di Pidie-Sigli:


Demikian ulasan singkat mengenai jejak pendudukan Jepang di Aceh yang terekam dan terabadikan melalui tugu dan monumen perjuangan dan pertempuran serta bangunan militer seperti bunker-goa-benteng peninggalan pasukan Jepang, yang kelak akan terus menjadi cerita sejarah untuk generasi penerus.

Mungkin masih banyak lagi jejak pendudukan dan peninggalan pasukan Jepang yang terserak di berbagai daerah yang belum tertulis, dan kiranya mohon maaf apabila ada kekurangan dan kesalahan penulisan, mudah-mudahan instansi terkait bisa di garis depan dalam merawat dan melestarikan peninggalan sejarah yang selain untuk pengenalan sejarah ke anak cucu, bisa berfungsi untuk kepariwisataan.

Sekian dan Terima Kasih.


Sumber



miniadilaAvatar border
miniadila memberi reputasi
1
406
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan