Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

benny1010Avatar border
TS
benny1010
Inspirasi Musik Dan Tari Tradisi Bagi Epi Martison
    
foto : Instagram epimartison

Kedekatan dengan musik-musik tradisi Indonesia membuat dirinya menjadi “liar”, terus menggali dan mencipta warna musik baru dari setiap karya musik untuk tari yang ia ciptakan. Terkadang terkesan aneh dan janggal bila kita mendengar warna musik yang ia miliki. Akan tetapi itulah Epi Martison. Dengan pilihan warna musik yang ia lahirkan walau sedikit nyeleneh, namun tidak banyak karya-karya musik tarinya menghantar banyak koreografer-koreografer Indonesia ke puncak prestasi, seperti Koreografer Minang kontemporer Boi G. Sakti. Dengan cara itu pula, kini Epi Martison memiliki ciri khas tersendiri dan banyak dipercaya untuk menakhodai musik-musik tari serta membina kelompok-kelompok musik tradisi  baik di Jakarta maupun di berbagai daerah Indonesia.


foto : Instagram epimartison

Epi Martison lahir di Baserah Riau, 31 Maret 1963. Dari keluarga H. Ahmad Rusli yang merupakan warga asli Koto Taluak, Kecamatan Kuantan Tengah, sedangkan Ibu Hj. Nuraini berasal dari Koto Rajo Baserah, Kecamatan Kuantan Hilir.. Epi Martison sendiri adalah anak tertua dari enam bersaudara. Pada tahun 1975 Epi Martison belajar menari dengan etek Rosmilah, seorang guru tari Melayu di Sekolah Dasar 01 di teluk Kuantan Riau. Satu tahun kemudian tepatnya pada tahun 1976, mulai belajar musik-musik tradisi seperti, Calempong Onom, Gondang Baroguang dan Kotuak-Kotuak, bersama Tino Entok almarhum, seorang seniman musik tradisi koto rajo di Baserah Riau.
Selama rentang waktu perkenalan dirinya dengan berbagai musik dan tari tradisi melayu, meyakinkannya untuk terus mempelajari serta memperdalam disiplin ilmu seni tradsi yang ia pelajari sejak masih berada di kampung halaman Teluk Kuantan Riau.
Waktu terus berjalan, tahun silih berganti. Berbekal ilmu musik dan tari yang ia kuasai, maka pada tahun 1982, menggiring niat Epi Martison melanjutkan studi di perguruan tinggi Akademi Seni Kerawitan Indonesia (ASKI), di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. 
Selama menjalankan studinya di ASKI Padang Panjang, kemampuan menari dan bermain musik Epi Martison semakin terasah. Keikut sertaan dirinya dalam berbagai kegiatan kampus, menambah kepercayaan dirinya bahwa dunia seni yang ia tekuni, mulai membuahkan hasil. Hal itu ia buktikan dengan berbagai prestasi, baik dalam mencipta tari maupun karya musik. Berkat kegigihan dirinya, pada tahun 1985, ia menamatkan studinya di Akademi Seni Kerawitan Indonesia (ASKI) Padang Panjang. Sebagai seorang sarjana tari.


foto : karya tari Epi Martison

Baca juga karya Epi Martison lainnya : https://www.kaskus.co.id/show_post/5...cad73dc93e8dc3
Gelar kesarjaann yang telah ia raih, tak manjadikan Epi Martison berpuas diri. Ia terus melanjutkan pertualangannya dalam menggali dunia seni tradisi musik dan tari di berbagai pesolok Nusantara. Tak sedikit karya tari dan musik yang ia ciptakan merupakan hasil dari perenungan dan petualangan dirinya dalam mempelajari setiap music dan tari dari berbagai budaya tradisi di Indonesia.
Sampai saat ini puluhan karya tari telah ia ciptakan seperti, Titian Ilahi, Ritus Diri, Mangoji, Mararua, Pacu Jalur, Jalur Kuansing, Sombah Cerano, Bajambar, Surak Rang Kuantan, Parahu baghanduang, Olang-Olang Putui, Sutan Nangaang, Nur Ilahi, Lu Gue, Adat Rimba, Ritus Pohon Ritus Tergerus Rakus, dll. Di samping itu pula, ratusan musik tari yang telah ia ciptakan untuk koreografer-koreografer hampir di seluruh pelosok Nusantara.
Pengalaman mengajar selama kurun waktu satu tahun 1985-1986 di Sandratasik Universitas Islam Riau (UIR) untuk mata kuliah Koreografi, membuat Epi Martison kembali tersentuh untuk memberikan perhatiannya pada seni budaya tradisi. Saat itu ia berfikir untuk kembali turun ke “jalan” dalam mengusung seni budaya tradisi lebih maju lagi. Ia tidak mau dunia seni budaya hanya sebagai pelengkap. Ia ingin dunia seni itu dapat mewakili kegelisahan dirinya, ber-inovasi dalam berbagai ungkapan karya untuk berbagai peristiwa.[/justify]

foto : karya tari Surak Rang Kuantan

Pada tahun 1986, ia memutuskan meninggalkan jabatan Dosen dan tanah kelahirannya untuk mencoba mengadu nasib keberuntungannya di kota metropolitan Jakarta. Mulai saat itulah ia mulai bergelut dengan berbagai pasang surut kehidupan yang ia rasakan. Tak terkecuali dunia seni musik dan tari. Ia terus memupuk konsistenitas dirinya untuk terus memperkaya pengalaman berkesenian yang memang telah menjadi ihktiar dirinya sejak menggeluti dunia ini.
Dalam kurun waktu pasang surut kehidupan yang ia rasakan, musik tradisi terus menginspirasi dirinya untuk selalu bergerak maju.
Pada tahun 1988 - 1992, iapun memperdalam ilmu akademiknya di jurusan tari Institut Kesenian Jakarta. Berselang berapa tahun kemudian ia kembali melanjutkan studi dan menyelesaikan gelar kesarjaannya di perguruan tinggi yang sama, 2013 - 2016. Perjuangan Epi Martison terus berlanjut dengan membuka wadah seni Sanggar Bagurau yang ia dirikan bersama M.Ikhlas (Cilay), seorang putra seniman tari wanita Minangkabau Hoeriah Adam (alm). Ini merupakan bukti kecintaannya akan budaya tradisi. Walau sanggar tersebut tidak bertahan lama, akan tetapi Epi Martison terus melangkah maju melanjutkan misinya dalam dunia seni musik dan tari.
Dunia musik tradisi yang selalu menginpirasi, mengantarkan Epi Martison untuk dapat melanglang buana ke berbagai Negara di dunia. Sebuah perjuangan panjang yang tentu menuntut sebuah konsistenitas diri yang tidak main-main. Kepercayaan yang diberikan oleh seniman-seniman besar Indonesia dalam mencipta musik, menjadikan Epi Martison seorang yang masuk kategori penata musik disegani di ranah musik dan tari Indonesia.

Hingga kini, Epi Martison yang dulunya dianggap sebagai seorang anak kampung Kuantan Singingi Riau yang ditempa oleh seni budaya tradisi, kini menjadi seorang professional, yang telah merubah berbagai musik tradisi ke dalam bentuk ungkapan baru sekaligus memperkaya khasanah musik tradisi maupun kontemporer Indonesia. Dengan prestasi itu, baru-baru ini, Epi Martison dipercaya sebagai musik director pada perhelatan akbar Borobudur Writers Cultural Festival 2020. Dan juga berkesempatan menggarap musik pada karya tari "Sang Waktu Lawan Aku", Koeografer Benny Krisnawardi.

“Musik tari adalah milik orang tari. Tari tanpa musik tak ada artinya. Sangat naïf bagi orang tari tak ngerti musik. Karena musik tak bisa dipisahkan dengan tari dan tari tanpa musik tak berarti apa-apa. Makanya saya merasa perlu mendalami sedalam-dalamnya musik itu. Musik itu sangat penting, karena musik adalah roh dan jiwa raga tari”, begitu ungkap Epi Martison.

 

Sumber : Instagram Epi Martison

 
Baca juga keseruan Thread karya tari LITUTU : https://www.kaskus.co.id/show_post/5...d29517c8289704
Diubah oleh benny1010 26-06-2021 15:06
0
713
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan