Jalanan terlihat sepi, lorong-lorong pun tak menampakkan kegiatan hanya suara angin dan hujan mengusik ketenangan sepertiga malam.

Nampak tampilan sangar wajah kotor bau oli dan solar sudah beberapa kali ke toko onderdil disinggahi untuk membeli keperluan lampu, nasib berkata lain ... stok habis.

Laki-laki berwajah sangar dan berbadan tinggi itu bertanya pada pemilik toko onderdil, "Pak, di toko mana yang jual onderdil mobil besar?"

"Di kota, Mas! Naik saja angkutan G sampai sana ada toko Surya Motor," jawaban pemilik toko mengarahkan.

Plannng sampai di sana beli langsung balik, ternyata toko yang dimaksud tutup. Dan terpaksa takdir mengharuskan malam itu agar menunggu esok pagi, hujan menahannya untuk tetap diam di tempat!

Tiba-tiba datang sesosok wanita tua kutaksir umur 80 tahun berjalan membawa dua kilo beras dalam kresek merah menghampiriku di bawah guyuran hujan deras, tubuh ringkih yang basah kedinginan di sapu kota angin.

Entah dari mana datangnya, apa yang dilakukannya dengan dua kilogram beras di tangan yang berkulit keriput?

"Nak, tolong beli beras ini 15 ribu. Duitnya mau buat bayar hutang ke tetangga delapan ribu rupiah. Mbah kasihan di rumah sendirian sudah lama menunggu sejak sore," pinta nenek sepuh pada pria sangar yang berdiri di depan toko.

"Njih, Mbah! Saya beli, ini duitnya dan berasnya buat si Pandjenengan," spontanitas meng-iyakan permintaan si Mbah.

Seketika itu si Mbah perempuan yang sudah sepuh itu bersujud, isak tangis membanjiri seiring tetesan air hujan tak berhenti berucap syukur dan terimakasih kepada pria sangar tersebut.

"Nak, mbah sudah berjalan jauh dari sore menjual beras ini. Tidak ada seorang pun yang mau membeli sampai menjelang subuh, semua ini demi sebuah janj yang harus ditunaikani! Hasilnya untuk bayar hutang ke tetangga tujuh ribu yang sudah menagih dengan wajah marah," ucapannya lirih nan gemetaran bibirnya terlihat jelas.

Pria itu hanya diam tertegun, memandang wajah yang hampir-hampir putus asa melawan kejamnya dunia. Si Mbah yang lemah dibangunkan dari simpuhnya.

Wajah ketakutan menyelimuti berucap, "Nak, ini duitnya terlalu banyak seharusnya 15 ribu!"

"Mbah, ambil saja duit itu. Cepatlah pulang bukankah suami Pandjenengan sudah menunggu sejak sore?"

Untuk mengusir hawa dingin lelaki bertampang sangar tadi menyulut rokok kesukaan, setelah nyala hembusan asap pertama keluar dari bibirnya spontan terhenyak!

Mencari-cari si mbah di sekeliling tidak ditemuinya, kebingungan ke mana menghilang wanita sepuh tadi. Begitu banyak pertanyaan mengisi kepalanya penuh keheranan.

Lelah mengejar, mencari lalu menggumam, "siapa pun dia? Malaikat atau iblis tidaklah penting, tidak perlu berhitung perbuatan baik, cukup lakukan saja perbuatan baik."

Planning, setiap anak manusia pasti mempunyai rencana, baik rencana jahat atau baik, tidak terkecuali laki-laki bertampang sangar yang berprofesi sebagai supir trailer. Angannya sederhana agar perbaikan cepat selesai, tidak perlu menunggu besok.

Tidak ubahnya angan atau rencana si mbah tadi, dalam pikirannya hanya berjalan berharap ada yang membeli dua kilogram beras dari bantuan pemerintah.

Impian ... di balik angan sederhana, bahkan sangat sederhana namun punya nilai kemuliaan. Di mana laki-laki bertampang sangar agar angannya bisa sampai pabrik tepat waktu dan si mbah pun sama, beras ada yang beli lalu pulang menemui suaminya yang sudah menunggu sejak sore dan membayar hutangnya.

Takdir, bicara takdir susah di nalar manusia. Buktinya dia orang dengan planning dan impian berbeda dipertemukan oleh garis nasib di tempat asing yang tidak pernah sekalipun disinggahi.

Dua orang kesusahan, berjalan karena keyakinan dengan berharap tangan Tuhan bekerja menggerakkan hati orang-orang akan segera menolongnya, "jika diam itu emas, maka bergerak adalah kewajiban agar tetap bernilai sebagai hamba."

Lamongan, Jawa Timur
Sayuh