Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

septi.septianaAvatar border
TS
septi.septiana
Antara Aku, Lomba Puisi 17 Agustus dan Lontong Daun Klaras Buatan Nenek


Bagi yang mengenalku sekarang, mungkin tak akan percaya jika dulu aku sering mewakili sekolahku (terutama SD) untuk lomba puisi. Baik puisi karya penulis ternama maupun puisi karya sendiri.

Saat aku menginjak bangku SMP, frekuensinya tidak sesering waktu masih di SD. Apalagi pada masa SMA dan kuliah, bisa dikatakan sudah sangat jarang, malah sekarang sudah tidak berbekas sama sekali. Suami saja sampai ngakak kalau kuceritakan soal ini. Soalnya tidak ada tampang pembaca puisi apalagi penulis puisi sama sekali!

Walaupun suamiku masih saja under-estimate pada kemampuanku di masa dulu, ada satu kenanganku tentang kisah puisi ini dengan mendiang nenekku. Semoga Tuhan memberikan tempat terindah di Sisi-NYA. Aamiin.

Ada yang tahu daun klaras? Aku tak tahu klaras termasuk istilah daerah apa bukan. Klaras di sini adalah daun pisang yang sudah kering. Kalau di kampungku, daun klaras biasanya digunakan untuk membungkus tempe. Teksturnya yang elastis, jadi tidak mudah sobek.


(jenispisangdanmanfaatnya.blogspot.com)


Makanan seperti lontong, arem-arem, dan lemper, biasanya memang dibungkus dengan daun pisang yang masih segar/basah, tentu supaya penampilannya sedikit menarik. Kalau dibungkus dengan klaras, akan merusak selera. Mengingat daun klaras memang terlihat tua dan keriput.

Masalahnya adalah, nenek selalu membekaliku lontong yang dibungkus daun klaras, alih-alih dengan daun singkong yang masih basah, setiap aku dikirim untuk ikut perlombaan puisi. Juga lomba puisi dalam rangka memperingati Kemerdekaan RI.

Kalau tidak salah saat itu aku kelas 5 atau 6 SD, sudah mulai gede, dan sudah kenal dengan yang namanya malu kalau diledek anak lain yang seumuran, apalagi kalau diledek anak cowok. Hari itu aku dikirim untuk mengikuti lomba baca puisi di kota kabupaten. Puisi yang dibawakan adalah puisi-puisi yang sudah sangat terkenal macam Chairil Anwar dan sejenisnya. Tentu puisi perjuangan ya?

Saat itu, aku bergegas pamit. Tak lupa nenek membekaliku kantong plastik kresek berisi 3 buah lontong berukuran besar sebagai bekal makan siangku nanti. Bisa dikatakan, aku memang tidak pernah diberi uang jajan saat itu. Kakek dan Nenek hanyalah petani biasa yang sehari-hari menjaga kebun milik tetangga. Pun tidak memiliki sawah atau kebun sendiri.

Aku buru-buru memasukkannya ke dalam tas lalu segera mencium tangan wanita tua yang sudah sejak kecil merawatku. Terutama sejak ayah dan ibuku bercerai.

Kakek mengantarku dengan sepeda ke sekolahan. Sebelum melepasku naik ke mobil sekolah untuk berangkat ke Kabupaten, kakek mengingatkanku agar jangan lupa makan dengan bekal makan siangku. Aku hanya mengangguk cepat, dan reflek menyentuh tasku. Di mana bekal dari nenek kumasukkan tadi.

Hari itu, aku juara 2 Lomba Baca Puisi Perjuangan dalam Rangka Memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Semua guru dan teman yang ikut sebagai supporter menyalamiku. Kebetulan karena sudah siang, kami bersiap hendak membuka bekal masing-masing. Aku segera membuka tas dan mengintip isinya, 3 lontong daun klaras! Sementara teman-temanku sedang asyik memakan lontong mereka, tentu saja dengan kemasan menarik, karena dibungkus dengan daun pisang basah pada umumnya. Bukan klaras seperti punyaku.

Mau makan di dekat mereka, aku jadi minder sendiri, karena aku malu dengan pembungkus lontong itu. Akhirnya bekal makan siangku tidak kumakan, padahal aku benar-benar sudah lapar. Aku pun pura-pura mau ke toilet sebentar. Padahal, aku menyelinap, mencari tempat yang sepi untuk melahap lontong klaras buatan nenekku.

Sebenarnya lontong buatan nenek sangat enak. Cuma ya itu, kenapa harus daun klaras?!


(shopee.co.id)


Baru segigit aku memakan lontongku, belum juga aku kunyah, rombongan anak-anak dari sekolah lain mentertawakanku. "Lontong Klaras ... Lontong Klaras! Juara Puisi tapi lontongnya lontong klaras!"

Spontan aku membatalkan makanku. Lontong kumasukkan lagi ke dalam tas. Aku menangis. Namun, semakin keras aku menangis, semakin keras pula suara mereka meledekku.

Untunglah teman-temanku datang. Juga guruku yang mencariku ke toilet tapi tidak menemukanku.

Mereka sungguh luar biasa. Mereka mau menukar lontong mereka dengan lontong buatan nenekku. Dan mereka semua sepakat bahwa lontong buatan nenekku adalah lontong paling enak yang pernah mereka makan. Bahkan setelah kejadian itu, mereka sering meminta padaku agar nenek membuatkan lontong lebih untuk mereka. Tentu, dengan imbalan uang untuk nenekku. Aku sangat bersyukur memiliki teman seperti mereka.

Kini, nenekku telah tiada. Bahkan tidak lama berselang, kakekku juga ikut pergi untuk selama-lamanya.

Namun, sebelum meninggal, kakek memberitahuku satu rahasia besar kenapa nenek selalu membungkus lontong buatannya dengan daun klaras. Ternyata karena selain agar rasanya nikmat, alasan sebenarnya adalah: nenek tidak diberi ijin oleh pemilik kebun untuk memetik daun pisang yang masih basah. Alasannya karena daun itu untuk dijual. Jadi, nenekku hanya diberi ijin untuk membawa pulang daun pisang yang sudah kering, alias klaras.

Mendengar cerita kakek, tangisku pun pecah. Rasa bersalahku semakin membuncah. Sayangnya, semua rasa itu sudah terlambat untuk kusadari.


tribunnews.com


Quote:
Diubah oleh septi.septiana 16-08-2020 14:29
indrag057Avatar border
ummuzaAvatar border
gustiarnyAvatar border
gustiarny dan 4 lainnya memberi reputasi
5
814
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan