17 Agustus 1980, liburan keluarga satu keluarga di Australia berubah menjadi petaka. Malam itu, pengunjung di tempat wisata perkemahan Ayers Rock , Uluru, Australia dikejutkan oleh teriakan seorang ibu yang kehilangan anak perempuannya.

"Anakku diculik Dingo!", demikian kira-kira jeritan ibu itu membangunkan orang-orang di sana.

(Dingo, spesies anjing liar yang banyak terdapat di Australia)

Dingo, gbr diambil dr : IDN Times

Azaria Chamberlain baru berusia 9 minggu saat dia menghilang. Pencarian segera dilakukan, namun Azaria Chamberlain tidak ditemukan. Rumor dan kecurigaan dengan cepat berkembang, mengarah ke Lindy dan Michael Chamberlain, orang tua dari Azaria Chamberlain, sebagai pelaku pembunuhan atas bayi perempuannya sendiri.



Masyarakat Australia pada waktu itu, tidak percaya bahwa dingo bisa menyerang manusia, sehingga kecurigaan penyelidik dan masyarakat tertuju ke pasangan suami isteri, yang baru saja kehilangan bayi perempuan-nya.

Penyelidikan demi penyelidikan dilakukan, beberapa bukti awal yang meringankan pasangan suami isteri ini diabaikan karena alasan-alasan yang lebih berdasarkan rumor dan persepsi masyarakat yang cenderung menghakimi pasangan ini (Michael Chamberlain, adalah seorang pendeta Advent).

Pada tanggal 29 Oktober 1982, dalam sebuah persidangan Lindy Chamberlain dinyatakan sebagai pelaku pembunuhan atas puterinya sendiri dan dijatuhi hukuman seumur hidup. Sementara suaminya didakwa telah membantu isterinya menutupi kejahatan tersebut.


Sejak keputusan itu, sepasang suami isteri itu beberapa kali berjuang untuk membuktikan bahwa mereka tidak bersalah.

Perlahan-lahan seiring dengan berkembangnya apa yang mereka ketahui tentang kasus itu, animo masyarakat pun mulai berubah. 3 Mei 1984, tercatat terkumpul 131.000 tanda tangan yang mengajukan petisi agar penyelidikan untuk kasus ini kembali dibuka.

Pada 2 Februari 1986, jaket yang dikenakan oleh Azaria ditemukan di satu sarang dingo.


7 Februari 1986, Lindy dibebaskan dari penjara, dan pengadilan mengumumkan bahwa penyilidikan akan kasus ini kembali dibuka.

Namun perjalanan sepasang suami isteri itu untuk membuktikan kebenaran, masih berlangsung beberapa tahun lamanya. Barulah pada tahun 1988, akhirnya pengadilan memutuskan bahwa sepasang suami isteri itu tidak bersalah.

Meskipun demikian penderitaan dan kerusakan sudah terlanjur terjadi. Di bawah tekanan hujatan masyarakat, kesedihan karena kehilangan bayi kecil mereka, pernikahan pasangan suami isteri itu berakhir pada perceraian.

Pada akhirnya pemerintah Australia memberikan ganti rugi yang cukup besar atas kesalahan putusan pengadilan ini. Tentu saja ganti rugi uang sebesar apapun tidak bisa menggantikan kesedihan atas kematian puteri mereka, apalagi setelah kematian puteri mereka yang mereka dapatkan justru hujatan dan tuduhan

Setidaknya pemerintah Australia berani mengakui kesalahan mereka. Bagaimana dengan beberapa kasus-kasus pengadilan yang sumir di negara kita ini?

Bagaimana menurut agan-agan dan sista-sista sekalian, ketika seorang pemimpin melakukan kesalahan, apakah sebaiknya dia minta maaf?

Atau justru di jaman sekarang ini, minta maaf atas kesalahan yang dilakukan, bukan lagi sebuah perbuatan yang terhormat, melainkan sebuah kenistaan?



Add :: ini TS terus terang rada bingung baca keputusannya tp bhs Inggris-nya life sentence hard labor.

Jd judul awal kayaknya ane salah paham.



Sumber referensi:
1. https://www.theguardian.com/world/20...dy-chamberlain
2. https://www.usnews.com/news/best-cou...ion-on-dingoes
3. http://law2.umkc.edu/faculty/project...hronology.html