Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

S.e.m.e.d.iAvatar border
TS
S.e.m.e.d.i
Kontrak


Apa yang kau tahu tentang kontrak? Ya, sewa adalah nama lain kontrak, dimana ada sejumlah uang yang harus dibayarkan untuk bisa menikmati atau menggunakan sesuatu dalam jangka waktu tertentu.
Tapi apakah selamanya kontrak itu berhubungan dengan uang? Perjalan hidupku pun juga aku anggap kontrak.

Ini lah kisah tentang kontrak, entah aku mendapatkan kisah ini dari mana, aku hanya ingin menuliskannya sebelum semua pergi dan berlalu. Ini hanya sekedar dongeng atau narasi yang fiktif, terserah pembaca yang mengartikan.

❤❤❤

Kontrak 1


Namaku Jose, aku hanya orang Jawa tulen, tapi entah mengapa orang tuaku memberi nama Jose, aku sendiri tak paham artinya. Nama panjangku Jose Karimun. Aku anak ke lima dari lima anak orang tuaku, berarti aku bungsu, hanya mempunyai satu saudara perenpuan. Tahu sendiri kan bila dalam rumah dihuni anak laki-laki. Ibuku cukup sabar dan cenderung memanjakan semua anak-anaknya. Bapakku orang biasa bekerja sebagai tukang bangunan. Hidup kami sederhana seperti umumnya keluarga biasa.

Beranjak dewasa kami mulai lepas satu persatu dari rumah, tinggal aku sendiri sebagai bungsu yang masih bersekolah dan tinggal bersama orang tua. Di sinilah kisah hidupku yang penuh liku dimulai.

Aku bukan tipe anak yang nakal walau juga bukan anak yang alim, setidaknya untuk patuh pada orang tua selalu kulakukan, kenakalan remaja kala itu masih wajar menurutku, sekedar senda gurau saja. Tempat tinggal memang bukan di kota besar tapi daerah tempatku tinggal ini cukup ramai.

Suatu hari kakakku yang nomer tiga datang ke rumah, dia mengabarkan akan pergi ke luar kota dalam waktu sedikit lama yaitu sebulan, dia meminta agar ibu bisa menemani istrinya, ibu sanggup tapi dengan catatan bila sabtu dan minggu akan pulang dan digantikan aku. Ah ibu ada sajaaku jadi gak bisa main kongkow sama teman. Kakak pun menyetujui.

"Jose, jangan kuatir ada uang jajan buat kamu nanti."

Rayuan maut terlontar, aku gak kekurangan akal, aku iyakan saja, nanti aku cari alasan untuk kabur toh kakak di luar kota, rencana buruk tak mau menolong bercokol di kepala, dari pada aku diminta gendong anaknya nanti terus pipis di bajuku, enggak deh.

Malam minggu tiba, aku harus menggantikan ibu menemani istri dan anak kakak, perjalanan dari rumah satu jam tiga puluh menit naik angkot, lumayan juga. Siap-siap cari alasan nanti untuk kabur ke rumah teman.

"Jose jaga kakakmu dan anaknya, jangan kabur nanti Bapakmu bisa marah."

Nah ibu kok bisa membaca pikiranku, alah!

"Din, ibu pulang dulu, nanti ibu selalu telpon ke sini memastikan Jose tidak kemana-mana."

Ah ibu, jaman itu komunikasi jarak jauh menggunakan telepon rumah. Hmm gimana ini, gagal dah rencana, untung tadi sudah bawa novel, buat mengisi waktu biar gak terlalu seperti satpam.

Ternyata aku tidak disuruh-suruh apa lagi jagain anaknya. Kakak ipar ini penakut jadi aku gantian sama ibuku hanya menemani saja, yang penting ada orang dia tidak merasa sendirian. Tak ada alasan buatku kabur, aku hanya santai sambil baca novel.

"Jose, makan sana, sudah kakak siapkan."

"Iya." Aku menyahut tanpa menoleh masih asik dengan novel yang kubaca, tahu kan novel stensilan jaman itu. Baca novel itu bisa lapar dan haus, mendadak dehidrasi loh. Boleh percaya boleh tidak.

"Jose! Ntar keburu dingin loh sayurnya."

Aku letakkan novel dan menuju meja makan, melewati kakak yang lagi nonton tivi sedang ..., gleg aku menelan ludah sedikit gugup sekilas kulihat dia sedang menyisui anaknya. Ku tepok jidat ketika mataku tak sengaja melirik, ngeliat seh, dan itu kakak kog ya menyusui di depan tivi, mbok ya di kamar gitu, asem!

"Adit umur berapa sih mbak kog masih mimik ASI."

Maksudku mengingatkan agar tidak mengumbar dadanya di depanku, aku kan nanti bisa lari, lari mendekat isshhh, mana habis baca novel masih kemeng lagi.

"Mau dua tahun, memang harusnya sebentar lagi disapih."

Sunyi, hanya ada suara sendok dan piring beradu. Kudengar telpon berdering, pasti ibu mengecek keberadaanku.

"Iya Mas, ini Jose lagi makan, iya aman kok, Mas baik-baik disana?"

Owh kakak yang nelpon, hmm kerja apa sih kog jauh dan lama gitu.

***

Sabtu kedua, ibu memintaku datang lebih awal, ya aku datang seperti biasa dengan bekal novel dalam ransel.

"Ibuk sudah pulang?"

"Iya, mau ke kondangan jadi gak nunggu kamu datang."

Aduh istri kakakku ini gimana sih, kok suka sekali pakai daster pendek, apa ibu gak ngajari agar pakai yang panjang, kan aku jadi nafsu lihatnya ah. Aku hanya berdoa semoga 'iman'ku kuat.

"Jose tolong gendong Adit sebentar ya, aku mau siapkan box nya tadi belum kubersihkan banyak mainannya."

Aku mengambil Adit yang tertidur dari gendongan dia, aduh tanganku tak sengaja menyentuh sesuatu yang lunak, kami sempat sama-sama terkejut, tapi mencoba merasa tidak ada apa-apa. Ah kenapa gak diletakkan di kasur dia dulu, kog minta aku gendong. Haduh sedep senep nih pikiranku saat itu jadinya.

Sumpah aku tidak ada pikiran yang buruk untuk nglamak pada istri kakakku. Namun kenyataan berkata lain, malam itu sesuatu terjadi, entah siapa yang salah, sebenarnya aku tak ingin mengingat tapi entahlah ini sunggih di luar dugaan.

Malam itu aku terbangun dari tidur dan ingin ke kamar mandi tapi kudengar masih ada orang di dalamnya, jadi aku tunggu sambil menyalakan TV agar tak bengong.

Betapa terkejutnya aku ketika melihat istri kakakku keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk saja, aku segera mengalihkan pandangan kembali melihat layar kaca.

"Jose."

Aku tersentak dia memanggilku sambil berjalan ke arahku, aku kira dia ingin meminta tolong atau hanya berkata sesuatu saja. Aku tetap berusaha duduk tenang.. Dia semakin dekat lalu aku siap-siap berdiri dan lari bila terjadi sesuatu. Aduh gila, andai kamu yang mengalami ini bagaimana?

Aku sudah mau lari, dia pegang tanganku dan berkata, kalau dia butuh, alamak, dikasih makan apa istri kakakku ini. Meriang serasa badanku, kaku serasa tulang belulangku.

"Sebentar saja Jose."

"Ih gila tau!"

"Aku hanya ingin kau mengelus-elus dadaku saja."

Wataooww sumprit ini kekejaman dunia, aku berharap ini hanya mimpi, atau cerita novel stensilan belaka. Gak dikasih uang gak apa-apa dah aku gak mau menjagakan milik kakakku.

"Mbak, tahan ya maaf jangan sampai terjadi yang buruk."

Aku langsung lari ke kamar dan tutup pintu rapat, hilang inginku buang kencing.

"Mas, adikmu keluar rumah belum pulang."

Waduh ini sinetron, aku difitnah, Gusti tolonglah 'iman'ku ini. Terus terang asli waktu itu aku nahan sudah kemeng rasanya, tapi takut dosa.

"Iya, mas."

Ku dengar gagang telepon diletakkan, meja telepon memang berdempet dengan tembok kamar yang kutempati. Aduh tak bisa tidur malam ini, membayangkan besok pagi apa yang harus aku lakukan. Sial sekali aku, tak kusangka. Aku jelaskan sampai berbusa pun pada kakakku gak bakal percaya. Aku hanya berdoa sebisaku. Kenapa jadi mirip novel yang kubaca apa yang kualami.

***

Jam lima pagi aku lihat ke jam dinding, kencing yang semalam kutahan terasa mendesak harus disalurkan. Aku berjingkat menuju kamar mandi, plong sekali, sekalian wudu untuk solat subuh.
Syukur aman tidak terjadi apa-apa.

Kuputuskan untuk pulang pagi saja, aku sudah tidak nyaman setelah kejadian semalam. Aku sudah siap berpamitan saat telepon berdering. Aku angkat saja akan kujelaskan sebisaku bila itu kakakku.

"Jose hari ini ibu tak bisa menemani kakakmu jadi tolong ditemani dulu ya."

"Aduh bu, besok Jose sekolah."

"Berangkat dari sana saja."

"Gak bawa seragam bu, enggak ah maaf bu, Jose pulang saja."

Aku tak mau ambil resiko, aku pulang saja. Kucari istri kakakku, mau pamit pulang.

"Mbak!" ku ketuk pintu kamarnya, "Aku pamit pulang ya."

Tak ada sahutan dari dalam kamar, aku tunggu sebentar lalu pintu terbuka. Aiisshhh mana bajunya tak dikancingkan gitu, gemes sekali aku liatnya, kok sengaja menggoda mataku gitu.

"Aku pulang dulu mbak."

"Duduk sebentar Jose."

"Aku buru-buru mau kerja kelompok."

"Jose, ingat! Kamu tidak aman, kamu harus tutup mulut dengan kejadian semalam."

"Iya mbak 'iman'ku gak aman sekali, pasti aku tutup mulut dan tutup ingatan, jangan kuatir, resiko aku tanggung kalau kakakku datang memarahi, disangka aku tidak menemani mbak."

Aduh dada itu kenapa mulus sih, ih padahal mataku memandang wajahnya kenapa jiwaku fokus ke bawah lehernya.

"Sudah mbak, pulang dulu."

Aku berjalan ke arah pintu, hah! dikunci, gila, mana semua jendela berteralis lagi. Nafsuku bemar-benar dirudapaksa saat itu.

Kulirik meja telepon kosong, hmm pandai juga ini wanita, agar telepon tak kugunakan dia lepas dan simpan. Aduh capek aku bertahan eh aku masih bisa lari ke kamar kuganjal meja biar aku terkurung di sana sampai ibu datang. Ketika itu aku berusaha mencari cara agar tak terjadi apa-apa.

"Mbak, gini saja bagaimana kalau kita ngobrol sebentar."

"Baik."

"Aku gak bermaksud menggurui juga gak munafik melihat mbak dengan pakaian begitu,, tapi coba dipikir masak-masak apa yang mbak inginkan itu."

"Aku gak mau jawab, kamu gak akan mengerti."

"Ngarti mbak, bacaanku novel stensilan, di sana banyak titipan kisah nyata."

"Owh."

"Mbak gak takut ketahuan kakakku? Apa yang akan terjadi ketika dia tahu telah terjadi sesuatu yang buruk pada istri dan adiknya?"

"Asal kamu bungkam."

"Mbak mau bermain bungkam-bungkaman?"

Kalian tahu tidak 'iman'ku kala itu sudah kemeng sekali, bagaimana tidak dia didepanku hanya memakai hem besar kacing terbuka terlihat belahan dadanya, sepet mata.

Dia tak menjawab pertanyaanku, hanya matanya bergerak ke sana ke mari. Hmm takut juga rupanya dia tapi namanya nafsu begitulah, aslinya aku sudah tak kuat.

"Ya sudah, Mbak takut sebenarnya, jadi tidak perlu memaksa untuk dilakukan, dua minggu lagi Kakak sudah pulang kan."

"Kamu tutup mulut."

"Aman, jangan kuatir."

Gila aku bisa ceramah seperti itu, padahal aku mau menerkam saja.

***

Semua berjalan biasa, aku aman, semua aman hingga malam minggu terakhir. Senin Kakakku sudah datang. Tak ada yang perlu dirisaukan, kejadian waktu itu hanya kekhilafan yang harus dimaafkan.

Kuhabiskan malam minggu dengan membaca novel seperti biasanya, kisahnya kali ini membuat jatungku terpacu hingga merasa haus. Aku keluar kamar untuk mengambil minum di daour. Samar-samar aku dengar suara rintihan dan desahan dari dalam kamar mandi, antara takut dan penasaran jadi satu, mau lari kog kebangetan sekali jadi laki penakut. Akhirnya kudekati pintu kamar madi, aku dorong perlahan tak terkunci, aku siap teriak bila itu setan itu saja dalam hatiku, aku dorong sedikit keras, aku terperanjat.

Melihat sesuatu di depanku sungguh diluar dugaan. Kami sama-sama terkejut, kakak iparku sedang sesuatu di kamar mandi. Ketika aku akan berlari keluar, tanganku ditariknya kuat, pintu dia tutup aku hanya diam tertegun dengan pikiranku seolah terhipnotis dan kupenuhi butuhnya.

****
Selanjutnya aku harus bertarung melawan hal-hal yang tak kuinginkan tapi menantang adrenalinku

Gudang Cerita Gombal, Juni 2020





Diubah oleh S.e.m.e.d.i 11-06-2020 13:44
bukhoriganAvatar border
noorman.arta.wAvatar border
adindaper25Avatar border
adindaper25 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
805
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan