Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

neranaiAvatar border
TS
neranai
Patutkah Jiwasraya Digelar di Pengadilan Tipikor?
Mobil itu sudah ngos-ngosan. Tenaganya sudah tak mampu untuk berjalan lagi. Saatnya untuk masuk bengkel. Tapi, di dalam mobil ada sejumlah penumpang yang mesti sampai di tujuan, tak mau ditunda.

Catatan: Bagi yang ingin simak artikel ini versi video, silakan simak celotehan si cantik ini di sini https://www.youtube.com/watch?v=OgcXxaVUcmI

Maka, demi nasib penumpang, mobil ini tetap dipaksa jalan. Ironisnya, di saat harusnya ganti onderdil, yang dilakukan malah ganti sopir. Sopir lama dan sopir baru tentu saja tetap alami kendala yang sama, sebab mobilnya memang sudah harusnya dimaintain onderdil-onderdilnya yang sudah tak layak. Maka, jelas.... Dampak ke penumpang pun tetap saja sama.

Hanya saja, dibanding sopir lama, sopir baru relatif lincah dan kreatif. Saat menanjak, mobilnya dia mintakan orang untuk mendorong. Pas menurun, mobil dibiarkannya menggelinding. Sampai suatu saat, mobil ini benar-benar mogok, tak mau bergerak lagi. Nasib penumpang seketika itu juga digantung.

Begitulah kalau mau digambarkan mengenai apa yang dialami Jiwasraya. Ini tentang institusi, direksi, dan nasabahnya.

Sebagaimana diketahui, Jiwasraya kini dinyatakan bermasalah. Sejumlah figur dikait-kaitkan sebagai penyebab masalahnya. Puncaknya adalah hari ini, Rabu (3/6/2020). Pengadilan Tipikor, Jakarta menggelar sidang perdana perkara Jiwasraya. Agenda sidang, yaitu pembacaan dakwaan terhadap 6 terdakwa.

Mari kita mulainya dari tahun 2008. Saat itu, Hendrisman Rahim, dkk. diangkat menjadi jajaran direksi baru. Mereka menerima Jiwasraya dalam keadaan short fall-nya jomplang antara asset dan liability-nya, di mana liability-nya senilai 6,7 Triliun. Ini artinya, Jiwasraya sudah memiliki tanggungan hutang sebesar 6,7 T.

Jelas, ini menjadi beban bagi Hendrisman, dkk. Maka, berbagai cara pun mereka tempuh demi menutupi lubang defisit 6,7 T ini. Langkah pertama adalah coba meminta Penyertaan Modal Negara (PMN). Namun, karena di tahun itu (2008) negara tak punya cukup anggaran maka draft permohonan mereka pun ditolak.

Langkah berikutnya adalah coba dengan skema zerro coupon bond, istilah yang lazim dikenal sebagai jual beli obligasi tanpa bunga. Obligasi ini diperdagangkan dengan menggunakan harga diskonto dari nilai yang seharusnya. Pemegang obligasi berhak untuk menerima pembayaran secara penuh pada saat yang telah ditentukan pada masa jatuh tempo obligasi. Investor menerima keuntungan bunga berupa selisih antara harga diskonto dan nilai pari (nilai rilnya aset) obligasi saat jatuh tempo.

Sederhananya begini, Anda memiliki aset senilai 2 M. Anda lalu menawarkannya kepada investor untuk mengambilnya dengan harga diskonto 1 M. Saat jatuh tempo, investor dibayar tetap 2 M. Jadi, keuntungan yang diperoleh investor adalah selisih antara harga diskon dan harga ril aset Anda. Di contoh tadi, investor terhadap aset Anda untung 1 M, didapat dari selisih 2-1 M.

Kembali ke cerita mengenai Jiwasraya, upaya Hendrisman dengan skema zerro coupon bond ini ke negara juga ternyata mentok. Akhirnya, teknik dari dunia asuransi sendiri yang terpaksa dilakukan yakni dengan reasuransi.

Teknik ini menarik perhatian seorang aktuaris World Bank dari Amerika Serikat pada 2009. Hitung-hitungan aktuaris tersebut saat itu, permasalahan yang dialami oleh Jiwasraya bisa akan selesai dalam tempo 17 tahun. Jadi, 2026 baru bisa beres.

Namun pada kenyataannya, aktuaris ini memutuskan supaya skema reasuransi ini berdurasi 2 tahun. Jika dalam tempo tersebut, Jiwasraya bisa menunjukkan performa baik, bisa diperpanjang. Deal terjadi.

Tinggal sekarang, perusahaan asuransi mana yang mau menerima tawaran ini. Tawaran ini akhirnya disanggupi oleh sebuah perusahaan asuransi dari Amerika. Skema ini tergolong berhasil namun, hanya mampu menurunkan liability Jiwasraya dari 6,7 T menjadi 5,3 T pada 2011. Karena itu diperpanjang periode kedua reasuransi tetap dengan durasi 2 tahun hingga 2013 liability Jiwasraya jadi 4,1 T.

Sayangnya pada akhir 2013 datang aturan bahwa semua perusahaan asuransi di Indonesia harus menggunakan sebuah sistem akuntansi baru bernama IFRS (International Financial Reporting Standards).

Beruntung, Jiwasraya memiliki sejumlah property yang membuatnya bisa melakukan revaluasi demi tujuan komersil. Belum lagi skema reasuransi periode berikutnya (ketiga) dilaksanakan, para direksi saat itu melihat bahwa peluang mempercepat penyehatan Jiwasraya bisa dilakukan dengan revaluasi terhadap propertynya untuk tujuan komersil. Namun, ternyata rupanya petaka itu justru datang berawal dari ini.

Saham Jiwasraya dimainkan di pasar modal. Ya, di situlah petaka itu bermula. Di pasar modal, saham Jiwasraya ada yang dimainkan di pasar yang low gain low risk (untung kecil, risiko kecil), ada pula yang high gain high risk (untung besar, risiko besar).

Beny Tjokro dan Heru Hidayat otak di balik permainan saham Jiwasraya ini. Alih-alih mendapat untung, yang didapat ternyata malah kerugian yang sampai menginjak angka belasan trilyun. Jiwasraya pun raib tak berbekas. Nasib nasabah pun digantung seketika, mirip nasib penumpang pada mobil di perumpamaan tadi.

Keuangan Negara Tak Dirugikan, Nasib Nasabah Dipertaruhkan, Ini Korupsi?

Nah, yang mengherankan adalah pada sidang tadi, dakwaan jaksa terhadap para terdakwa adalah dugaan korupsi. Ini menurut Soesilo Ariwibowo, kuasa hukum salah satu terdakwa merupakan sebuah kekeliruan. Sebab faktanya memang para terdakwa ini tidak melakukan korupsi seperti yang dituduhkan.

Dan bila kita menyimak dengan saksama genealogi kasus serta kronologi kerugian yang diderita Jiwasraya di atas, terlihat bahwa ini merupakan tindak kejahatan pasar modal. Apalagi, pasal korupsi hanya bisa dikenakan pada para penyelenggara negara sedangkan para terdakwa bukanlah penyelenggara negara.

Mereka jahat iya, yakni dengan memainkan saham Jiwasraya di pasar saham. Ini kan hanya karena hasilnya merugi. Coba bila hasilnya menguntungkan, siapa yang akan diuntungkan? Negara? Enggaklah, tapi Jiwasraya itu sendiri sekalipun Jiwasraya adalah BUMN. Jadi, kalau merugi begini ya yang rugi adalah Jiwasraya sendiri, bukan negara.

Lalu, darimana dalilnya kalau kejahatan ini adalah kejahatan korupsi? Di sinilah kita perlu mendorong kejaksaan untuk ungkap tuntas kasus ini namun perlu fair melihat persoalannya. Jaksa sudah benar dengan membawa kasus ini ke pengadilan, namun tidak pada kasus tipikor.

Entah menurut kaskuser....

Source: https://seword.com/umum/welcomenewno...ta-qX3UQsMtGf

unicorn.destroyAvatar border
nona212Avatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 2 lainnya memberi reputasi
1
846
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan