Dalam hal menganalisa, banyak teknik pendekatan yang bisa di gunakan, salah satunya adalah teknik GRID. Gridmemakai penyaringan besar hingga terkecil. Menganalisa kapan covid berakhir lebih tepat jika memakai pendekatan grid ini. Yang diamati pertama adalah skala global terlebih dahulu, dimana saat ini terdapat data 3,5 juta manusia yang terpapar. Teknik Grid tidak melihat Amerika berapa, China berapa, Eropa berapa, ataupun wilayah kecil Singapura berapa. Grid analysis melihatnya secara utuh.

Ketika melihat keseluruhan big data tersebut dalam skala global per hari ini, kita belum bisa melihat apalagi menentukan yang sembuh lebih banyak dari yang terpapar. Dengan bahasa lain, belum terbaca kapan selesainya di seluruh dunia.

Ketika ada pejabat yang mengatakan indonesia-covid selesai bulan juni, atau juni awal kita sudah menang melawan covid, banyak orang dalam hati bertanya, ngitungnya bagaimana ?

Ada juga hal lucu, grafik batang yang tiap hari rata rata saat ini di indonesia terpapar 350-an, tahu tahu ada grafik merah yang menukik ke bawah dari CHART grafik data tadi. Juni turun terendah. Otak banyak orang bertanya, ini bener turun atau diarahkan turun ? Itu turun-nya ngarep ya? Ya kita semua pasti ngaarep, cuman gak perlu mainin grafik juga kan ?

Kembali ke informasi awal maret, dimana waktu itu masih 20 an yang terpapar, lalu memonitor lapangan cara penanganan penyebaran corona, langsung berani mengatakan 5000 yang terpapar. Itu omong kosong sebenarnya karena komentar tanpa analisa, hanya pakai pandangan mata.



Lalu setelah 5 ribu mau jadi 20.000 atau 50.000 terserahlah, memang nggak niat. “Nggak niat” ini bisa di artikan, pendekatan nya memang herd imunity dan longgar sekali termasuk PSBB yang telat 30 hari dari seharusnya.

Jadi angka 20.000 atau 50.000 bakal kena karena logika telatnya PSBB. Namun sekarang timbul skenario di arahkan dengan kesan mei menurun dan juni selesai. Ok, silahkan. Bagi kita–kita yang taat di rumah, banyak yang sudah muak dengan lambatnya gerakan, ragu nya terlihat, gagapnya terbaca dari keputusan pengelola pemerintahan.

Kita semua tahu kata-kata yang lagi viral di seluruh dunia saat ini adalah “covid kill life, slow government kill everything”. Covid membunuh manusia, tetapi pemerintah yang lambat membunuh semuanya.

Secara fakta data, dari setiap 1000 orang kita bertemu di indonesia, maka hanya kurang lebih 17 orang yang menjadi pengusaha. Itupun membelah mulai dari pengusaha besar sampai pengusaha UKM.

Sisanya dari 1000 orang tadi mulai dari profesional white collar yang bergajih sangat tinggi bahkan lebih tinggi pendapatan perbulannya di banding pengusaha UKM, hingga buruh terendah plus mereka yang memiliki pendapatan tidak tetap seperti para broker atau penjaja lepas dan kaum marginal yang tidak memiliki pendapatan.

Di baca dari sisi lain, ada 129 juta angkatan kerja saat ini, 97% nya di serap oleh UKM. Dan kalau di rinci lagi 4 % tenaga kerja di serap oleh usaha kelas menengah dan kelas mikro dan kecil menyerap 93% nya lagi. Dahsyaat ya disparitasnya !!! sudah berapa generasi nih UKM di anak tirikan oleh pemerintah?

Apa yang terjadi kalau covid belum selesai dalam 3 bulan kedepan, kelas mikro dan kecil, rontok !!! tinggal 50% yang bertahan. Jadi sekali lagi, September bulan berat.

Fakta lain lagi, 2 bulan ini efek social distancing menurunkan 40% kapasitas ekonomi, kalau di konversi dalam status ekonomi makro hal ini masuk kanker stadium 2 ekonomi. Kalau masih 3 bulan lagi akan masuk kanker ekonomi stadium 3.

Di bulan september kalau benar analisa berbasis grid ini di indonesia, mikro berat, makro berat. Dan entah mengapa, saya percaya bahwa covid baru bisa di katakan menang di indonesia adalah, akhir agustus 2020. September baru kita gerak lagi ekonominya.

Ini menyebalkan !!!