dmegaAvatar border
TS
dmega 
Bukannya Tidak Cinta, Aku Hanya Tidak Ingin Kesalahanku Terulang




Hujan sore itu, aku masih menatap hamparan hijaunya padi yang seakan menari diterpa titik-titik air dari balik jendela. Terdengar suara "bip" dari Hp yang ada di atas meja kamar tidur. Ternyata ada pesan whatsapp dari orang yang ingin aku lupakan. Aku menghela nafas berat, untuk apa dia mengajak bertemu. Bukankah hubungan kami telah berakhir?

Dia adalah Yudha. Sosok pria yang mampu menembus kebekuan hati. Kami punya kisah yang hampir sama, sama-sama gagal dalam mempertahankan pernikahan. Mungkin itu point yang mampu membuat kami saling mengerti dan memahami. Perkenalan kami dimulai dari media sosial yang memang menyediakan fitur pencarian jodoh. Terdengar konyol namun dari awal aku hanya ingin menambah pertemanan tanpa ingin memasukkan unsur perasaan.

"You are match" kalimat yang memulai kisah ini. Kami berjodoh di aplikasi tersebut karena kesamaan hobi, status, dan ciri-ciri fisik. Say hello lalu obrolan melalui kotak pesan tentang hal-hal yang kami sukai. Perasaan nyaman mulai tumbuh, aku sadar harusnya tidak sejauh ini. Bagaimanapun dunia maya tidak menjamin meskipun sosok dibaliknya nyata. Kehidupan pribadi serta masa lalu menjadi topik yang membuat kami semakin dekat. Tiga bulan berlalu dia mengajakku bertemu untuk pertama kali. Antara ragu dan keinginan untuk melihat sosok aslinya, akhirnya aku setuju untuk melakukan kopdar.

Kedai bakso menjadi saksi pertemuan kami yang diawali kecanggungan. Namun seperti biasa dia mampu menghangatkan suasana. Sosok yang istimewa menurutku. I think im in love at the first sight. Entahlah aku merasa seperti ABG yang baru mengenal cinta. Jika ada pertama kemungkinan akan ada kedua lalu ketiga, seperti halnya pertemuanku dengan Yudha. Aku tak ingat kapan aku mulai memanggilnya "Mas". Yang pasti hubungan kami tak lagi sebatas maya.

Cinta, perasaan itu mulai tumbuh di hatiku. Namun sebesar apapun cinta, aku tak akan egois untuk mengesampingkan perasaan anakku. Dan dia tau resiko dekat dengan wanita berstatus janda. Saat Yudha datang ke rumah,dia tidak pernah absen mengajakku dan si kecil untuk keluar sekedar makan dan berjalan-jalan. Hal yang membuatku senang adalah melihat kedekatan mereka. Satria memang kehilangan sosok ayah sejak kecil dan kehadiran Yudha seakan menggantikan kekosongan itu.

Satu tahun berjalan Yudha mengajakku bertemu dengan ibunya yang kebetulan pulang ke kampung halaman. Selama ini ibunya tinggal bersama kakaknya di Sumatera. Meskipun ini pertemuan pertamaku dengan calon mertua, tapi kami sudah sering melakukan panggilan video. Kami memang memutuskan untuk naik ke jenjang yang lebih serius, orang tua pun sudah sama-sama setuju.

Pertemuanku dengan ibunya Yudha berjalan lancar, beliau wanita yang baik. Banyak nasihat bijak yang diberikan pada kami. Hingga satu kenyataan menamparku. Fakta yang harusnya aku ketahui dari awal begitu menyesakkan. Aku kecewa entah pada siapa, selama ini aku hanya tahu jika Yudha punya satu kakak. Ternyata kakak pertamanya meninggal itu artinya dia anak ketiga. Di daerah tempat tinggalku berlaku larangan menikah "jilu"yaitu antara anak pertama dan ketiga. Saat itu juga aku putuskan mengakhiri hubungan sebelum terlalu jauh. Ibunya Yudha memaklumi namun tidak dengannya.

Hujan masih menyisakan gerimis begitu juga cinta di hatiku untuknya. Namun aku tak ingin melakukan kesalahan yang sama dengan menentang budaya serta restu orang tua yang berujung perceraian.

***

Aku duduk di bawah pohon rindang sambil menatap anak-anak yang berlarian di hamparan rumput alun-alun. Pada akhirnya aku menerima ajakan Yudha untuk bertemu, entah untuk apa. Berharap ini pertemuan terakhir semoga dia menerima keputusanku.

"Dek, apa kabar? Maaf ya aku telat datang." Yudha duduk di sampingku.

Aku menolehkan kepala, kutatap wajah itu sejenak, senyumnya masih saja mampu mempercepat debaran jantungku. Aku mengangguk lalu ikut tersenyum. "Gak papa mas, aku aja yang terlalu cepat datang. Sebenarnya ada perlu apa sampai mengajakku bertemu?"

"Aku mau kita kayak dulu lagi, apa kamu benar-benar tetap pada keputusanmu? Tentang larangan itu hanya sekedar mitos harusnya bukan penghalang untuk kita bersama. Dalam Islam pun tidak ada aturan seperti itu." Tangan besar dan hangat menggenggam tanganku seakan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Maaf mas, aku tidak bisa. Mas tahu pasti alasannya. Terlepas aku percaya pada larangan itu atau tidak, aku hanya tak ingin mengulang kesalahanku yang dulu." Sungguh aku tak ingin ada di situasi sulit seperti sekarang.

"Tapi aku bukan mantan suamimu dek! Kenapa kau masih saja keras kepala!" bentak Yudha sambil berdiri

Aku terkesiap. Baru kali ini aku melihatnya marah. Tiba-tiba muncul rasa takut, namun aku berusaha untuk tenang.

"Aku tau Mas bukanlah mantan suamiku yang tega lari dari tanggung jawab. Tapi aku benar-benar gak bisa. Melihat orang tuaku kecewa dan membuat mereka mendengar gunjingan tetangga membuatku sakit. Sudah cukup luka yang aku goreskan karena keegoisanku. Andai waktu itu aku mendengarkan nasihat mereka." Tak terasa air mata mulai berjatuhan di kedua pipiku.

"Maaf Dek, Mas gak bermaksut membuka luka lama masa lalumu. Tapi apa harus seperti ini kisah cinta kita? Kenapa kita tidak berjuang bersama? Atau mungkin memang cintamu tidak sebesar itu?"Aku semakin terisak, tak menyangka jika dia meragukan cintaku.

Hening. Kami sama-sama membisu seakan waktu terhenti saat itu.

Setelah tangisku reda dan mengatur nafas lebih teratur, aku meminta Yudha untuk kembali duduk. "Bukan waktu yang tepat untuk membahas cinta siapa yang lebih besar saat ini. Mas tentu ingat harapan serta impian kita untuk masa depan bersama. Tidakkah itu cukup membuktikan jika cintaku bukan sekedar bualan. Tapi mas tentu tahu, cinta saja tidak cukup sebagai pondasi rumah tangga. Jadi aku mohon, cukup sampai disini. Mungkin ini cara Tuhan menunjukkan bahwa kita tidak berjodoh. Terimakasih dan maafin segala kesalahanku ya Mas. Semoga kita mampu untuk melangkah meski tak lagi sejalan."

Aku berdiri dan mengulurkan tanganku. Jabat tangan yang menjadi akhir pertemuan dan kisahku bersamanya.

Nyatanya bukan hanya cinta yang mampu memperkokoh pondasi rumah tangga namun restu orang tua dan keluargalah yang utama. Sudah seharusnya masa lalu dijadikan pelajaran dalam menatap masa depan. Dan aku bukan "keledai" yang bisa terjatuh untuk kedua kalinya.



*based on true story




indrag057Avatar border
nona212Avatar border
husnamutiaAvatar border
husnamutia dan 32 lainnya memberi reputasi
33
2.1K
133
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan