Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

sriwijayapuisisAvatar border
TS
sriwijayapuisis
Lubang Hati



Aku ingin hidup seratus tahun mendatang

Sebagai yang kau sebut setan!

Yang akan menghantuimu dalam penyesalan



"Maumu apa? Menjelek-jelekkan diriku di depan teman-teman. Cemburumu itu gila." 


Lelaki bernama Zaki itu sungguh terlalu. Tanpa bertanya ia mengumpat seenaknya tanpa peduli akan perasaan lawan bicara.


"Jangan sok jadi orang. Di luar sana masih banyak yang lebih darimu. Jika aku mau, bisa saja kau kuhempaskan."


Lagi ia mencercaku. Kali ini nada suaranya lantang. Terlihat raut wajahnya memerah dengan mengepalkan tangan ia mengedor tembok yang berada di sampingnya.


Sementara aku tersentak oleh sikapnya refles mundur beberapa langkah dari hadapan Zaki.


Ingin rasanya otakku meledak saat itu juga mendengar tuduhannya. Namun, aku memilih mengalah. Diam adalah caraku menahan bara dalam dada. Biarlah Zaki beranggapan aku salah, percuma menjelaskan tetap saja dianggap angin. Seperti yang lalu, wataknya sama sekali tidak berubah, lebih mengedepankan emosi daripada penyelesaian masalah.

Ilustrasi:Pintarest


Memandang hamparan cakrawala sore ini hatiku kembali berdenyut ngilu. Bulan ramadan ini pahitku tetap saja tak berubah. Nyeri tapi tak berdarah. Teringat caci maki terlontar dari bibir mungilnya. Seperti kilat petir menyambar. Telinga menjadi panas asap seakan mengepul di kepala. Entah apa yang Zaki pikirkan saat itu. Teganya menghardik tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu.


Sakit? Sudah pasti. Ia yang datang memeluk dengan kemesraan. Meminta perhatian saat sedang merajuk gila. Kalap ketika cemburu buta. Kini, bagiku ia telah tiada, jauh dan alpa meninggalkan sakit tanpa jeda.


Rasa sakit ini membentuk lubang dalam hati. Lubang yang tak bisa di tambal. Mungkin sampai akhir hayat maafku untuknya sudah berkarat. Seribu sesalnya tidak akan bisa mengobati luka yang sudah terlanjur lebam dan bernanah ini.


Keindahan mega saat senja meliuk-liuk di atas sana. Segala dera menusuk hatiku tanpa iba. Di sini, sudut kota tempat kita biasa saling jumpa kini menjadi saksi perpisahan.


Perpisahan yang tak aku impikan. Namun, menjadi titik awal atas segala getir dalam dada. Tanpa kata putus Zaki pergi menjauhi diriku begitu saja. Seolah tanpa dosa, tak sekalipun ia coba menghubungiku. Ketika aku tanya tak ada jawaban. Ia berdalih sibuk terkesan menghindar. 


Sabar. Itulah yang aku lakukan. 
Sayangnya, sia-sia. Kesabaran ini berubah menjadi bencana.


Hati ini seperti diremas-remas. Buah sabar dalam penantianku berbuah derita. Tiada angin pun hujan tiba-tiba Zaki datang mencibir, serta mencaci maki diriku lagi.


"Dengar! Kau sudah tidak ada di hatiku lagi. Usah usik adaku atau mencari tahu tentang diriku," racaunya.


"Cewek sialan! Seenak jidat mempermainkan perasaan orang yang aku sayang. Aku tahu, kau diam-diam merusak hubunganku dengan dia, kan? Setelah itu kau pergi tanpa dosa. Kau pikir dirimu siapa? Hah!"


Aku hanya terdiam malas membuat keributan. Pikiranku melayang tak tahu arah tujuan. Ingin marah tapi tertahan.


'Andai kau bukan orang yang aku sayang,' batinku menekan dada.


"Maaf, tapi aku tidak melakukan hal yang kau tuduhkan." 


Seperti tidak puas dengan jawabanku, Zaki terus saja melontarkan kata-kata kasar. Hingga aku tak tahan lagi mendengarnya, lalu memilih untuk pergi meninggalkannya di sudut kota.


'Sial! Untuk apa jauh-jauh datang jika hanya untuk pertengkaran.' 


Sejauh kaki melangkah bibirku tak henti melontarkan racauan. Di sini … tempat pertama kali kita jumpa sekaligus yang terakhir dalam kebersamaan kita.

Ilustrasi:Pintarest


Seharusnya ramadan ini menjadi akhir penantian. Kita saling bertatap muka, merencanakan di bulan syawal yang akan tiba untuk menyongsong masa depan bersama.


Nyatanya, kau datang membawa derita. Meninggalkanku demi dia, orang yang baru kau kenal selama beberapa bulan. Mungkinkah sudah garis suratan Yang Maha Esa? Kebersamaan itu usai sebelum dimulai.


Dari mana aku tahu jika dia baru Zaki kenal? Terhitung sejak terakhir kali kita bertemu sebelum ramadan, sikapnya berubah. Sering menghindar, banyak alasan bila diajak bicara serius, suka marah tanpa alasan yang jelas. 


Kejadian demi kejadian tak enak sering menimpa, serta pertengkaran besar kita membuatku curiga, adakah yang lain di sana? Mengingat kita LDR selama ini. Dugaanku kian kuat saat seorang temanmu memberitahu bila kau sedang dekat dengan dia.


Semakin hari semakin bertambah curiga ini. Ia sudah tak sama seperti dulu lagi. Bukan hanya sikap saja yang berubah, tapi pelan-pelan Zaki menjauh, tak memberi kabar lagi. 


Di atas ketidakpastian, akhirnya aku putuskan untuk melepasnya. Biarlah waktu akan membalut lukaku, bila suatu saat ia sadar akan kesia siaan atas rasa ini--- maaf! Tiada lagi kesempatan. 


***


Bulan demi bulan berlalu, tidak kudapatkan kabar lagi darimu. Aku lega sekaligus menahan sesak di dada. Sesak, karena harus membenci sekaligus menahan rindu. 


Melepas itu mudah, bukan? Tapi yang berat adalah mengikhlaskan. Ya, mungkin aku belum sepenuhnya rela melepaskanmu dengannya. Atau bisa jadi aku tak bisa mengubah rasa ini begitu saja. Walau ada rasa tak terima atas sikapmu saat itu. Bahkan aku sakit hati juga benci, tapi sayangku mengalahkan kebencian itu. Entah sampai kapan aku mampu melupakanmu di antara benci dan juga rindu.


Aku pikir selesai hubungan kita hidupku damai sejahtera. Nyatanya, kamu malah datang lagi setelah cintaku pergi. Mungkin kamu berpikir aku akan menyambut kedatanganmu dengan suka cita. Namun, terlambat sudah. Aku sudah mati rasa di atas cinta dan kerinduan yang kamu cipta.


"Aku mohon kembalilah bersamaku lagi, Ar."


"Maaf. Cukup sekali aku sakit hati ditinggal pergi. Lubang dalam hatiku yang dulu kau beri belum tertutup."


"Maafkan aku yang bodoh meninggalkanmu demi dia. Aku menyesal."


"Kita sudah selesai dan tak akan ada lagi kata mulai."


Di tempat yang sama aku pergi membawa bara sekaligus menghirup angin surga. Puas hati telah menolakmu walau jauh di lubuk terdalam masih ada rasa sayang. Satu hal yang kamu lupakan. Wanita bisa menahan segala dera, tapi ia tak akan mampu bila harus terluka untuk kesekian kalinya.


Selesai.







rainydwiAvatar border
ismilailaAvatar border
riwidyAvatar border
riwidy dan 72 lainnya memberi reputasi
73
2.2K
66
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan