Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

indahmamiAvatar border
TS
indahmami
Aku, Kau, dan Kenangan



Cinta, Pengorbanan, Kandas, Sakit Hati, Perpisahan





Sumber: di sini






Udara pagi masih sejuk, aku memejamkan mata sejenak menikmati sebelum polusi datang. Lalu, masuk dan duduk di balik meja kerjaku. Ruangan yang tidak begitu luas, menyatu dengan bengkel las. Hanya dibatasi oleh jalan saja. Bengkel di depan kantorku berada, meja panjang membatasi luar dan dalam. Tumpukan kertas, buku, dan di sisi yang lain ada besi-besi pagar. Satu per satu teman kerja datang.


"Kwitansi hari ini, banyak yang minta tempo. Jualan sepi," laporannya setelah melempar tumpukan kertas di atas meja.



Aku tersenyum manis, walaupun wajah mereka rata-rata sangar. Sekali ngomong pedas, tapi suka bercanda juga. Lalu mereka saling cerita satu sama lain, curhat pendapatan bulan ini merosot. Mau gimana lagi? Bulan puasa memang seperti ini.


"Moz, bisa kasbon?"


"Berapa?"


"Gocap deh,"


Aku mengambil kwitansi, lalu dia tanda tangan. Dunia yang tidak seenak yang orang lain bayangkan. Aku cewek sendiri di antara banyaknya karyawan cowok. Namun, sejak dua bulan kemarin ditemani oleh karyawan cewek. Fyuh! Ada temannya.


Setelah semua teman selesai laporan, mereka pergi ngopi dan mulai bertugas, tinggal aku dan teman cewek. Kami megerjakan tugas masing-masing sebelum jam istirahat. Pekerjaan terkadang sibuk banget, terkadang nganggur. Belum lagi harus stanby untuk bengkel.



Tempatku kerja, satu tempat dengan dua fungsi.


"Mba, mau pesan pagar. Bisa lihat gambarnya?"


Aku tersenyum, lalu aku mengambil beberapa buku berisi aneka macam pagar, tralis, dan rolling door. Ah! Entah apa saja namanya. Tamu banyak bertanya, tapi aku tidak bisa menjawab. Karena bukan bidangku. Bos tidak ada di tempat, terpaksa kupanggil anak bengkel. Mereka berbincang dan aku kembali pada pekerjaan. Menyusun laporan dan kwitansi untuk esok hari.



Drrrttt, drrrttt, drrrttt.



Satu pesan diterima dari ponsel di sampingku. Ternyata dari Luis, kekasihku.


[Sayang, kerjaan numpuk]


[Iya, ada apa?]


[Hari ini ada acara didekat kantormu, nanti bisa ketemu]


[Iya]



Aku tersenyum bahagia, kami LDR dan ketemu jika memang ada acara, sehingga dia mampir ke tempat kerjaku. Sederhana, tapi membuatku bernilai.


Jam menunjukan pukul setengah lima sore, semua pekerjaan telah selasai. Aku bergegas menemui kekasihku, kulihat dia duduk bersama teman-temannya, bercanda dan saling mengejek. Aku tidak berani mendekat, malu jika bertemu mereka.


[Sayang, kamu kok ngilang?] Satu pesan diterima dari kekasihku.


[Malu, banyak temanmu]


[Ya udah, nggak apa-apa. Sini saja]


Aku kembali lagi ke tempat mereka, berbaur, dan menyimak obrolan. Ada bebrapa cewek yang membuatku tidak nyaman, bukan karena cemburu buta. Namun, karena aku tahu kedekatan mereka dengan kekasihku. Sialnya, selalu saja tahu dari orang lain, membuat hatiku hancur dan sakit.



[Sayang, ke belakang sebentar]


Lalu, aku mengikuti apa yang dia minta. Ternyata dia memberikanku tiga coklat ukuran besar dan satu cemilan yang aku suka.


"Buat kamu, Yang. Jangan marah lagi," ucapnya tersenyum.


Dia begitu perhatian, sabar, dan tentu mencintaiku. Nikmat mana lagi yang harus aku dustakan? Ah, sempurna. Aku tersenyum.


"Nanti makan bakso bareng, tunggu selesai acaranya. Nggak lama."


"Iya."


Aku pergi meninggalkan dia sendiri, malu jika ada orang yang tahu. Makanan sudah diamankan di dalam tas. Aku menunggunya di pos depan, meskipun banyak orang yang memperhatikanku. Aku tidak peduli dan bermain ponsel, aku tidak suka bermain medsos. Jadi hanya mendengarkan lagu-lagu kesukaanku saja.



Satu jam acaranya selesai, dia berjalan ke arahku.


"Lama, Yang?"


"Lumayan, udah selesai?"


"Udah, sekarang aja, yuk!" ajaknya, lalu aku mengekori di belakang. Tidak ada sentuhan tangan dan lain sebagainya, kita pacaran, tapi terlihat seperti teman.


Kami berjalan menuju warung bakso, tidak terlalu ramai. Kami duduk berlainan, tapi saling menatap. Pipiku berubah panas jika terus diperhatikan olehnya.


"Kamu cantik dan selalu cantik, Sayang."


Aku tersipu, wajahku semakin merona. Lalu, kami ngobrol banyak hal. Tentang kesukaanku, kesukaannya, dan keseharian kami. Sekali lagi sederhana, tapi spesial penuh cinta.


Kami selesai dan pulang, dia mengantarku sampai di depan gang menuju kos.


"Sampai sini saja, takut ada ayahmu."



Aku mengangguk dan kami berpisah. Akhirnya sampai di depan kamar kosku, tidak luas tapi lumayan dengan satu ruangan depan, tengah, lalu belakang. Tembok kos bercat hijau toska dan dapur yang lumayan. Aku membersihkan diri, mandi, dan merebahkan tubuh di atas tempat tidur, lelah seharian bekerja. Berbaring sebentar sebelum mengerjakan yang lain. Aku tinggal berdua dengan ayahku, merantau ke kota kecil ini.


Mau main ponsel juga malas, tubuhku terlalu penat. Lalu, kunyalakan tv, barang kali ada acara yang seru.


Satu nada panjang panggilan masuk.


"Assalamualaikum."


"Waalaikumsalam."


"Udah sampai, Mas?"


"Udah, barusan. Makanya langsung telepon."


Kami ngobrol panjang lebar sampai lupa waktu.


"Mas, aku ngantuk. Teleponnya udahan dulu, ya," pamitku padanya.


"Jangan! Biarin aja, nanti kalau aku panggil nggak nyahut, artinya kamu udah tidur. Baru aku matiin."


"Kenapa nggak sekarang saja?"


"Aku kangen, pingin denger suaramu."


Baiklah, aku menurut saja. Awalnya kami masih ngobrol, tapi tiba-tiba mataku berat dan tidur.



*****




Pagi hari yang cerah, aku sudah rapi dan siap berangkat kerja. Tempatku bekerja tidak jauh, lumayan bisa jalan kaki. Namun, setiap jalan melewati sekolah anak-anak STM, mereka selalu menyoraki. Entah, mengapa mereka senang sekali seperti itu. Namun, pada dasarnya aku yang cuek, ya, tidak peduli.


Setelah sampai, aku mengerjakan semua hal seperti biasa. Bertemu teman-teman, curhat, ngobrol, dan sharing. Namun, tiba-tiba ada seorang temen cewek mendekat. Kami tidak begitu dekat, sebatas kenal. Dia pura-pura meminjam komputer dan meninggalkan ponsel di dekatku. Lalu, menyuruhku untuk mengecek suatu hal. Aku menurut saja, sampai sesuatu yang menyakitkan melukai hatiku. Dia dengan kekasihku bertukar pesan mesra, romantis sekali, sama seperti kami.


Seketika dadaku sesak, nyeri, dan menahan tangis. Ingin menangis, tapi aku malu jika terlihat menangis hanya karena hal seperti ini, biasanya saja kuat. Padahal sering dimarahi oleh teman kerja dan yang lain. Hatiku benar-benar hancur, sayangnya mereka malah tertawa. Apakah dia sengaja melakukan itu padaku? Apa tujuannya? Aku bertanya dan mengirim pesan pada Luis, meminta kepastian. Namun, jawabanya semakin membuat hatiku hancur.


"Main-main katanya," gumamku.


Aku tersenyum kecut, lalu apa arti hubungan kami? Jika mudah dengan yang lain. Katanya mencintaiku, tapi mesra pula dengan yang lain. Semakin kupikirkan, semakin kepalaku pusing. Kubenamkan di atas meja, lama-lama aku tertidur.



Seharian aku tidak membalas pesan dari Luis, kubiarkan begitu saja. Banyak panggilan masuk, aku tidak peduli. Hatiku terlanjur sakit.


Satu nada dering masuk.


"Assalamualaikum, Sayang."


"Waalaikumsalam." jawabku ketus.


"Masih marah? Maaf," ucapnya penuh penyesalan.


Kuangkat teleponnya setelah nggak tega, kubuka semua pesannya yang menjelaskan hubungan mereka. Lalu, kusuruh memilih aku atau dia.


"Jadi, aku akan mundur atau milih aku atau dia?"


"Jangan, Sayang! Aku cuma cinta sama kamu."


"Cinta tapi selingkuh."


"Khilaf, Yang. Janji nggak akan ngelakuin hal yang sama," katanya mengiba.


Aku masih marah dan sulit untuk memaafkan.


Setelah kejadian itu, hubungan kami tidak sehat lagi. Setiap apa pun yang dia lakukan selalu ku curigai, selalu aku awasi dia dekat dengan siapa pun, terpaksa aku membuka medsos untuk tahu dengan siapa saja dia dekat. Ternyata banyak. Astaga! Selama ini aku tidak tahu dan percaya begitu saja.



Dua bulan kami jarang bertukar kabar, aku galau sejadinya. Bekerja malas, melakukan semua hal rasanya malas. Hubungan yang digantungkan begitu saja, minta putus, tapi tidak mau. Arggh! Kepalaku mau pecah. Kuhempaskan tubuh di atas kasur, kubuka ponsel dan memilih bermain medsos. Tidak sengaja bertemu seseorang, kami ngobrol dan bercanda untuk melupakan masalah asmaraku. Kutulis semua kegalauanku di medsos, banyak yang empati. Senangnya ada teman berbagi.



Langit senja berubah malam, burung-burung beterbangan. Aku duduk di teras, memikirkan hubungan yang entah dibawa ke mana. Sudah masuk bulan ketiga, tapi tidak ada kabar dari dirinya. Aku hanya ingat obrolan terkahir.


"Mas, kamu serius kan sama aku? Kapan lamar aku?"


Hening.


Tidak kudengar jawaban apa pun darinya, aku tidak mau main-main, lelah jika hubungan tidak ada arahnya. Dia masih bungkam.


"Sayang, nanti aku bakalan lamar kamu. Tunggu aku!"


"Nanti itu kapan? Yang jelas. Jangan-jangan kamu nggak cinta sama aku."


Lalu ponsel kumatikan. Kesal!


*****




Aku menghela napas dalam, sesak jika mengingat semua itu. Kini, aku sendiri menikamati malam. Dia benar-benar pergi tanpa jelas kepastian hubungan kami. Setiap bertanya dia selalu bilang kami kekasih, tapi tidak pernah sedikit pun dia hangat, perhatian, dan bertukar kabar seperti dulu. Sebelum dia mengakui khilaf berselingkuh.



Aarrrgggh! Kutarik rambutku, pusing, sakit, marah, dan kecewa. Cintaku harus kandas karena orang ketiga. Padahal rencana-rencana indah telah kami susun bersama, semua hilang seperti kepergiaannya tanpa alasan. Menghilang begitu saja, meninggalkanku yang butuh penjelasan dan kepastian.


TAMAT




infinitesoulAvatar border
NadarNadzAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 50 lainnya memberi reputasi
51
1.2K
44
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan