Virus corona telah membuat aku dan banyak orang harus merubah berbagai kebiasaan yang sudah melekat. Sebut saja aktifitas bekerja, bersosialisasi dengan tetangga, hingga urusan manusia dengan Tuhan pun juga harus sedikit mengalami perubahan dari sebelumnya. Sebagai wanita yang turut membantu urusan nafkah suami, aku memang memutuskan untuk tetap mencari uang di tempat bekerja yang dari dulu tak pernah berubah, jauh sebelum mengenal suami. "Sangat membantu dari segi ekonomi," kira-kira begitulah alasan mengapa tetap bekerja meskipun penghasilan suami aku rasa sudah cukup untuk makan sehari-hari. (karena memang hidup tak cuman soal makan )
Serangan wabah corona ini membuatku terpaksa harus menyelesaikan berbagai kerjaan kantor dari rumah, sama halnya dengan orang lain yang tempat bekerjanya pun juga terapkan kebijakan work from home (WFH). Sedari awal wacana ini mencuat, sudah terbayang puluhan pertimbangan yang sudah singgah dalam benak ini. 




Ternyata pemikiran yang diawal terlintas pun seakan menjadi nyata, betap berat bekerja dari rumah dan tetap harus mengurus keluarga. Lhoo,... urus keluarga itu kan kewajiban, kenapa harus mengeluh?. Antara mengurus keluarga dan menyelesaikan tugas sebagai tanggung jawab seorang pekerja merupakan dua hal yang sama, yaitu kewajiban. Namun, urusan keluarga tetap harus paling dikedepankan karena itu di atas segalanya. Beberapa orang mungkin akan lebih memilih mengurus keluarga atas alasan suami dengan pendapatan dirasa sudah cukup. Namun tidak denganku, karena aku harus tetap bekerja untuk memiliki pendapatan sendiri sehingga tetap mengirim uang bulanan untuk orangtua ku, serta adik ku yang saat ini masih menempuh kuliah.

Perlu ekstra kesabaran melakukan work from home dengan tetap harus mengurus anak dan segala tetek bengek isi rumah. Meskipun suami juga sama-sama bekerja dari rumah, namun sepertinya pekerjaannya yang berhubungan dunia digital adverising sehingga membuatnya harus lebih banyak di depan laptop dengan meeting confrence baik lewat zoom atau hangout meet. Secara otomatis, ia pun terlalu sibuk di depan laptopnya, karena terkadang ia harus meeting confrence hingga puluhan kali dalam sehari. Sementara untuk pekerjaanku sendiri, memang lebih berkutat dengan aplikasi Ms Exel shingga tak harus stand by untuk meeting video call atau apalah itu. Hanya butuh internet untuk mengirimkan hasil pekerjaan, dan sesekali komunikasi dengan tim via WhatsAp.


Berat Tapi Tikmat!. Kira-kira itulah kalimat yang bisa menggambarkan akan rasanya bekerja dari rumah ditengah pandemic corona virus dengan tetap harus mengurus keluarga. Beberapa momen yang terpaksa harus membagi konsentrasi disaat sedang menyelesaikan pekerjaan, diantaranya ketika anak minta dibuatkan susu, saat kita sedang berkonsen untuk tugas yang dikejar deadline namun anak susah untuk diam. Belum lagi, anak kita yang kerap ikut menekan tombol keyboard laptop, sudah tentu akan menjadi sedikit kendala akan kecepatan dalam menyelesaikan kerjaan. Tak terasa sudah hampir lebih dari 3 minggu bekerja dari rumah, konsentrasi pun terbagi menjadi dua setiap harinya, diantara kerjaan dan ngurus anak. 

Sisi positifnya waktu bersama anak memang lebih banyak, berbeda dengan hari-hari biasanya yang dalam sehari sudah habsikan waktu 9-10 jam berada di tempat kerja. Sisi lainnya, memang sedikit menekan pengeluaran bulanan karena tak harus mengeluarkan uang untuk bayar tukar ojek atau naik angkutan umum . 

Sampai kapan kira-kira WFH? Harapannya semoga kita semua sehat-sehat dan virus corona cepat teratasi, hingga kita dapat kembali beraktifitas seperti sedia kala.