Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bayukuya1988Avatar border
TS
bayukuya1988
Ridwan Kamil di Trek yang Benar Penanganan Covid-19
Ridwan Kamil di Trek yang Benar Penanganan Covid-19

3 April 2020 | 17:27

Syaiful W Harahap

Ketika dunia dilanda pandemi virus corona (Covid-19) beberapa negara, bahkan di Eropa dan Amerika Serikat, seakan-akan anggap remeh. Bahkan, Presiden AS Donald Trump dengan lantang mengatakan ‘itu virus China’.

Apa yang terjadi kemudian? 

Jumlah kasus Covid-19 terkonfirmasi, artinya sudah melalui standar prosedur tes Covid-19, di AS ada di puncak pandemi dengan jumlah 245.373 dan 6.095 kematian (data tanggal 3 April 2020 pukul 08.20 GMT atau 15.20 WIB). China sendiri yang merupakan negara pertama dihajar pandemi justru ada di peringkat ke-5 dengan jumlah kasus 81.620 dan 3.322 kematian.

1. Kang Emil Terinspirasi dari Keberhasil Korea Selatan  

Di peringkat ke-2 ada Italia dengan 115.242 kasus positif Covid-19 dan 13,915 kematian. 13.915. Disusul oleh Spanyol 112.065 kasus dan 10.348 kematian. Lalu ada Jerman dengan 84.794 kasus dan 1.107 kematian.

Di Indonesia kasus positif Covid-19 sampai tanggal 3 April 2020 pukul 12.00 sebanyak 1.986 dengan 181 kematian dan 134 sembuh (keterangan Juru bicara Pemerintah untuk Penanganan Kasus Virus Corona atau Covid-19, Achmad Yurianto, konferensi pers di BNPB, 3 April 2020).

Sedangkan di Jawa Barat dilaporkan 223 kasus positif Covid-19 dengan 25 kematian dan 11 sembuh. Jumlah ODP (Orang Dalam Pemantauan) 16.392, selesai pemantauan 3.413 dan proses pemantauan 12.979, sedangkan PDP (Pasien Dalam Pengawasan) 1.205, selesai pengawasan 345, dan proses pengawasan 860 (pikobar.jabarprov.go.id).

Sedangkan Korea Selatan (Korsel) yang jadi negara kedua terpapar pandemi corona melaporkan 10.062 kasus dan 174 kematian. Angka yang kecil ini terjadi karena sebelum ada kasus Covid-19 terdeteksi di Korsel, 20 Januari 2020, Negeri Ginseng itu sudah menjalankan tes massal Covid-19 yang masif sejak 2 Januari 2020.

Korsel menjalankan tes Covid-19 terhadap 15.000 warga setiap hari sehingga proporsi tes Covid-19 di Korsel ada di angka 3.692/1 juta penduduk. Bandingkan dengan AS yang mengetes 5 warga/1 juta penduduk.

Kondisi Korsel itulah yang dijadikan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, untuk mendeteksi kasus Covid-19 di Jawa Barat (Jabar). Hal ini diungkapkan Kang Emil, panggilan akrab Ridwan Kamil, pada acara teleconference dengan Wapres Ma’ruf Amin, 3 April 2020, siang.

Suasana di salah satu sudut kota Roma, Italia, di tengah pandemi Covid-19. (Foto: aa.com.tr).

Dengan tegar Kang Emil mengatakan bahwa kasus yang banyak terdeteksi di Jabar karena rapid test yang massal. Ini berbeda dengan daerah lain yang kelihatan bangga dengan kasus yang sedikit tapi tidak menjalankan rapid test massal.

2. Hasil Rapid Test Bisa Positif Palsu atau Negatif Palsu

Lockdown atau isolasi wilayah akan sia-sia jika tidak ada surveilans tes Covid-19 di wilayah tsb. Soalnya, bisa saja ada warga di wilayah itu yang positif Covid-19 tapi tidak menunjukkan gejala, dikenal sebagai OTG (Orang Tanpa Gejala). Tapi, biarpun tanpa gejala OTG sudah bisa menularkan virus corona ke orang lain melalui droplet (percikan ludah atau dahak) yang keluar dari mulut saat berbicara, batuk atau bersin dah terhirup orang lain yang tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak (physical distancing).

Baca juga: Sia-sia Lockdown Daerah Tanpa Tes Massal Covid-19

Bisa juga droplet jatuh ke benda-benda, seperti meja, kursi,dll. kemudian dipegang orang lain sehingga virus yang menempel di benda-benda itu pindah ke tangan. Jika tangan tidak dicuci dengan sabun atau detergen di air yang mengalir, maka ketika menggosok mata atau hidung dan makan virus akan pindah ke orang tsb.

Bagi kepala-kepala daerah provinsi, kabupaten dan kota dengan jumlah kasus Covid-19 yang rendah atau tidak ada sama sekali jangan menepuk dada. Kondisi itu terjadi karena tidak ada surveilans tes melalui rapid test. Fasilitas kesehatan pasif yaitu menunggu warga yang, maaf, sudah sekarat dengan berbagai penyakit bawaan yang memperburuk infeksi Covid-19.

Kang Emil pun tidak perlu risau karena hasil rapid test bisa positif palsu (hasil tes reaktif tapi tidak ada virus) atau negatif palsu (hasil tes non-reaktif tapi ada virus). Ini terjadi karena rapid test bukan mencari virus (Covid-19) di dalam darah, tapi mendeteksi antibodi virus corona.

Baca juga: Hasil Rapid Test Covid-19 Reaktif dan Non-Reaktif

Jika ada kuman, bakteri atau virus yang masuk ke tubuh sistem imunitas diri (di dalam negara seperti tentara atau TNI) langsung memproduksi antibodi terhadap kuman, bakteri atau virus yang masuk. Dalam kaitan ini antibodi virus corona (Covid-19). Nah, antibodi ini baru bisa terdeteksi dengan rapid test sekitar 5-7 hari setelah tertular.

Nah, jika seorang warga ikut rapid tes tapi tertular di bawah 5 atau 7 hari, maka hasil tesnya bisa positif palsu atau negatif palsu. Itulah sebabnya kita anjurkan menyebutkan bukan positif atau negatif, tapi reaktif dan non-reaktif.

Itulah sebabnya warga yang terdeteksi positif pada rapid test harus menjalani tes kedua, sebagai tes konfirmasi, untuk memastikan hasil tes pertama. Sedangkan yang negatif menjalani tes konfirmasi setelah selesai isolasi 14 hari.

3. Rapid Test Temukan Warga dengan Covid-19 di Tahap Awal

Penyebutan itu jadi penting karena Covid-19 sudah terlanjur dikaitkan dengan ras, bangsa dan negara bahkan di Indonesia dikaitkan dengan moral sehingga memicu xenophobia dan kebencian bahkan rasialisme.

Baca juga: Covid-19 Dorong Xenophobia dengan Kebencian Rasial

Selain itu terjadi pula penolakan terhadap mayat pasien Covid-19. Ini terjadi karena hoaks yang merajalela dan provokator orang-orang yang sok keminter. Mereka ini biasanya dapat informasi dari situs-situs yang dijalankan dengan kebencian atau media sosial dari kalangan ‘the haters’. Yang tidak masuk akal adalah banyak di antara yang menyebarkan hoaks memakai pakain dengan identitas agama tertentu.

Ilustrasi: Covid-19 di Inggris. (Foto: express.co.uk /PA/JOHNS HOPKINS)

Adalah langka yang arif dan bijaksana tes massal dengan rapid test yang dijalankan oleh Kang Emil. Tapi, karena Kang Emil juga berkaca ke Korsel maka proporsi warga Jabar yang harus jalan tes dengan rapid test sekitar 180.000 karena jumlah warga Jabar sebanyak 48,68 juta.

Mendeteksi warga Jabar yang tertular corona dengan rapid test akan menemukan kasus positif yang belum menunjukkan gejala atau tahap awal infeksi sehingga upaya pengobatan jauh lebih baik daripada datang ke rumah sakit setelah, maaf, sekarat. Selain itu jumlah kasus yang terdeteksi dengan rapid test merupakan jumlah mata rantai yang diputus sehingga penyebaran bisa dibendung.

Jumlah warga Jabar yang sudah menjalani rapid test sejauh ini baru 10.957 dengan hasil 409 reaktif (positif). Tapi yang 10.548 disebut non-reaktif (negatif) tidak otomatis mereka ini tidak tertular Covid-19 karena bisa terjadi tes dibawah 5-7 hari setelah tertular. Mereka perlu menjalankan protap sebagai ODP (Orang dalam Pengawasan) yaitu isolasi mandiri di rumah atau tempat lain selama 14 hari.

Itu artinya Kang Emil butuh reagen untuk rapid test sebanyak 169.043. Ini diperlukan selain untuk skrining warga Jabar yang berisiko tertular Covid-19 juga untuk memperbaiki peta penyebaran Covid-19 di Jabar.

Bravo Kang Emil

https://www.tagar.id/ridwan-kamil-di...nganan-covid19

Ditunggu buat capres lainnya biar bisa keliatan kerjaannya lumayan buat CV nanti



Ayo berlomba-lomba dalam kebaikan emoticon-Angel
lina.whAvatar border
4iinchAvatar border
sebelahblogAvatar border
sebelahblog dan 8 lainnya memberi reputasi
9
1.6K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan