srirahayu14Avatar border
TS
srirahayu14
Arwah Gentayangan


Sumber Gambar

Sesuai rencana bersama seminggu yang lalu, hari ini aku, Nissa dan Euis memutuskan berangkat untuk berkemah di sebuah bukit di daerah Cianjur. Kami berangkat setelah dzuhur, sengaja agar sampai ke sana sore hari. Sebelumnya kami berniat untuk bermalam di rumah Nining terlebih dahulu, salah satu teman kami yang tinggal di daerah itu.

Setelah menempuh perjalan sekitar 3 jam dengan menggunakan angkutan umum, kami tiba di perbatasan jalan raya untuk kembali menempuh perjalanan sekitar 4 km lagi. Tidak ada kendaraan, jadi kami harus berjalan kaki. Di sepanjang jalan banyak sekali pohon-pohon rindang, kami lebih banyak bergurau untuk sedekar memecah keheningan.



Sumber Gambar

"Dar, Nis, urang mah geus teu kuat lempang," keluh Euis pada kami.
(Dar, Nis, aku udah gak kuat jalan)

"Kunaon Euis? Padahal titadi jagjag naha beut jadi nyeri suku kitu?" tanya Nissa khawatir.
(Kenapa Euis? Padahal tadi baik-saja, kok jadi sakit kaki seperti itu?)

"Kumaha atuh Is? Hayu di gandong we ku urang, tinggal 3 km deui da." usulku pada mereka.
(Gimana dong Is? Ayo aku gendong aja, tinggal 3 km lagi kok)

"heeh Is, sena di gandong we ku si Hendar. Tereh ieuh." kata Nissa setuju.
(Iya Is, di gendong aja sama Hendar. Bentar lagi kok)

"Tuh aya mobil sayur, urang geus teu kuat arek balik we. Maraneh bisi arek lanjut mah hegae."
(Tuh ada mobil pengangkut sayur, aku udah gak kuat mau pulang aja. Kalian kalo mau lanjut gapapa)

"Ah ulah atuh, mun arek balik mah ku Nissa dibaturan. Ke isukan we kadieu deui jeung barudak nu lain."
(Ah jangan dong, kalo mau pulang Nissa temenin. Nanti besok aja balik lagi kesini bareng temen-temen yang lain)

"Heg bae atu, urang ereunkeun mobilna." kataku.
(Yaudah kalo gitu, kita berentiin dulu mobilnya)

Baru berjalan 1 km, awan sudah mulai mendung. Euis mengeluhkan sakit di bagian kaki, untung saja ada mobil penganggukut sayur lewat, Euis dan Nisa memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan kemudian pulang menumpang mobil itu.

Aku yang merasa sudah tanggung tinggal 3 km, lagian Tedi, Elan, Agus, Wahyu, Eka, Wiwin, Lia dan Putri akan menyusul besok jumat pagi. Lalu melanjutkan perjalanan, memilih jalan pintas yaitu jalan setapak di area pesawahan agar cepat sampai.

Saat magrib tiba, aku belum juga sampai. Jalan pintas ini malah terasa sangat lama, karena turun hujan dan aku harus berhati-hati karena jalan yang licin.Tidak mushola, hanya ada gubug-gubug tempat berteduh. Sambil terus berjalan, tiba-tiba aku mendengar tangisan seorang wanita yang sangat pilu. Mula-mula terdengar jauh, kemudian semakin mendekat.



[URL=https://m.akuraS E N S O Rid-78884-read-ceking-rice-terrace-potret-persawahan-yang-melegenda-dari-bali]Sumber Gambar[/URL]

Dari jauh terlihat di depan sana terdapat seorang wanita yang duduk di atas pohon kelapa yang tumbang, mungkin karena hujan dan angin. Walau samar, tapi aku masih bisa melihat wajah wanita itu. Dia adalah temanku Nining, dengan wajah pucat pasi sambil menangis tersedu-sedu.

"Keur naon maneh didinya Ning?" tanyaku.
(Lagi apa kamu di situ Ning?)

"Urang teu bisa balik, menta tulung ge malah diusir warga." jawabnya, sambil menunduk.
(Aku gak bisa pulang, minta tolong juga malah diusir warga)

"Tungguan sakedeung atuh nya, urang rek solat heula di gubug itu," kataku, sambil menunjuk sebuah gubug dekat dengan pancuran air irigasi.
(Tungguin sebentar yaa, aku solat dulu d gubug itu)

"Sok, ku urang ditungguan. Ke balik ka imah bareng." jawabnya lagi.
(Yo, aku tunggu. Nanti pulang ke rumah bareng)

Karena takut waktu magrib habis, saya memutuskan untuk solat di sebuah gubug. Setelah solat Nining sudah tidak ada lagi. Entah mengapa tiba-tiba terdengar suara riuh burung, anjing menggonggong, dan wangi-wangian menyeruak indra penciuman. Langit sudah gelap, saya memutuskan untuk melanjutkan lagi perjalanan. Barangkali Nining pulang duluan.



Sumber Gambar

Setelah sampai dirumahnya ada banyak orang, sedang ada tahlilan. Saya ikut duduk di pelataran, acara selesai keluarganya menjelaskan bahwa Nining sudah meninggal 3 hari yang lalu. Qodarullah, tertimpa reruntuhan pohon kelapa saat hujan deras. Kami temannya yang beda kabupaten tidak ada yang tahu, karena jarang orang yang memiliki hp.

Saya kemudian menceritakan kejadian selama di perjalanan kepada keluarganya. Mereka tampak kaget. Mereka pun bercerita sering di ganggu oleh arwah gentayangan Nining, khususnya malam hari.

Karena keresahan warga, aku berinisiatif untuk menangkap arwah gentayangan Nining. Keluargaku masih sangat kental dengan hal yang berbau mistis, kebetulan kakekku bisa dibilang orang pintar. Aku pernah mendengar pembicaraan kakek dengan pasiennya, kasus yang sama yaitu cara menangkap arwah gentayangan.

Aku membicarakan hal itu dengan keluarga Nining, dan warga. Dibuatlah rencana di malam ini, akan diadakan penangkapan roh gentayangan yang sudah meresahkan. Aku memberikan intruksi kepada warga untuk menyiapka alat-alat yang dibutuhkan. Yaitu sebilah bambu panjang dengan atas terbuka dan bawah tertutup, serta satu kepal ijuk halus pohon aren.

Malam ini malam jumat kliwon, setelah isya berangkat ke sebuah pemakaman umum d kampung ini. Kami bersembunyi di semak-semak dekat makam kawanku, untuk menanti munculnya arwah Nining. Hanya orang berani yang boleh ikut, sekitar 10 orang tentunya didampingi Pak Ustadz. Tak lama, dari tengah-tengah makam muncul asap tebal. Kami hanya terdiam dan sedikit ketakutan, tapi tetap bertahan. Suara anjing menggonggong saling bersahutan, lalu muncul sosok Nining dan menghilang dihembus angin.


Sumber Gambar

Setelah arwah itu pergi, kami meletakkan batang mampu tepat ditengah-tengah makam. Kami berjaga bergantian, untung saja dekat pemakaman ada sebuah mushola untuk beristirahat. Pukul 03.00 saat menjelang subuh, dari kejauhan terdengar tangisan wanita menuju kuburan. Mang Ujang dan Mang Asep yang kebagian berjaga, memberitahu bahwa sosok itu ada. Kami langsung bergegas, melihat sosok itu menjadi asap dan masuk ke dalam lubang bambu tadi. Kami segera menutupnya dengan ijuk. Kami merasa lega, lalu pulang ke rumah keluarganya.

Setelah pagi tiba, kami penasaran kemudian membuka apa isi dari bambu tersebut. Setelah dibuka ternyata terdapat gigi dan rambut korban, mungkin tertinggal ditempat kejadian.

Pak Ustadz bilang sebaiknya kami menguburnya, bersama jasad Nining. Semua peralatan sudah siap, kami membongkar lagi makam. Lalu membuka kain kafan dan memasukan gigi serta rambut tersebut. Makam kembali ditutup, dan setelah itu kami semua berdoa bersama.


Sumber Gambar

Setelah selesai Tedi, Elan, Agus, Wahyu, Eka, Wiwin, Lia, Putri dan Nissa sudah sampai ke rumah Nining. Aku dan keluarga Nining mencerikan kembali semua yang telah terjadi. Setelah semua selesai, kami semua memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing diantar bapak Nining dengan mobil bak.

Tamat...
Diubah oleh srirahayu14 20-04-2020 04:16
4iinchAvatar border
ginanisa7Avatar border
Bgssusanto88Avatar border
Bgssusanto88 dan 6 lainnya memberi reputasi
5
1.4K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan