Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

brina313Avatar border
TS
brina313
Teror Kucing Hitam Pembawa Petaka


Di sebuah desa yang sejuk nan asri aku tinggal seorang diri. Namaku Dani, nama panjangnya Ramdani. Aku seorang guru muda yang ditugaskan untuk mengajar di salah satu SD yang ada di Kabupaten Sumedang. Tentunya aku tinggal di rumah dinas.

Bagi kamu yang berdomisili di Sumedang, mungkin cerita ini sudah tidak asing lagi. Namun, izinkan aku menceritakan kembali kisah ini yang aku alami sendiri.

Hari itu aku pergi ke sekolah dengan sangat senang. Mengingat ini adalah tugas pertamaku setelahnya aku diangkat menjadi PNS, tempat seperti apapun bukanlah suatu hambatan. Tugas harus tetap berjalan.

Desa ini jauh dari keramaian. Desa yang berada di bawah puncak Nangorak. Hiruk pikuk tentang ramainya kota tak lagi dapat terjamah.

Tanpa terasa kini aku sampai di sebuah sekolah tujuanku. Sebutlah SDN Cimeong. Sekolah yang sudah berdiri cukup lama. Bangunan yang masih terbuat dari kayu. Menunjukan betapa tuanya aku sekarang.

Sebelum dipersilahkan ngajar di kelas, aku memang sudah dikenalkan dengan beberapa staf guru. Jadi, di hari pertama ngajar, sudah tidak asing lagi di ruang guru.

Triangle dipukul oleh guru yang piket. Menandakan pelajaran akan segera dimulai. Semua murid berlarian masuk ke kelas. Aku pun bersiap.

Aku masuk ke kelas 2, yang berada di samping ruang guru.

"Assalamualaikum, anak-anak" ucapku pada murid yang berkesiap di sana.

"Waalaikumsalam, Pak Guru" sambutnya.

Aku pun memperkenalkan diri sebagai guru baru yang akan mengajar pelajaran bahasa Indonesia di kelas 2.

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa di kelas 1 atau 2 SD, anak-anak masih suka belajar membaca dengan mengeja huruf. Adapun temanya disesuaikan dengan yang dekat dengan anak. Atau mengikuti yang ada di buku paket.

"Oke anak-anak, setelah tugas menulis kalian selesai. Boleh lihat ke papan tulis sebentar. Kita belajar membaca!" ucapku dengan nada agak meninggi.

"Iya, Pak Guru!" seru anak-anak.

Mereka pun teralihkan perhatiannya pada papan tulis. Dengan seksama memperhatikan apa yang akan aku ajarkan pada mereka.



"Oke anak-anak, boleh anak-anak perhatikan sebentar! Ini ada gambar ayam, ayam itu hurufnya ada 4, yaitu A, Y, A, M, anak-anak bisa mengejanya A Ye A Ya M, jadi AYAM"

"AYAM," mereka membaca kata Ayam dengan fasih.

Lanjut ke kata berikutnya.



"Ka U KU, Ce I Ci, NG, KUCING" ucapku.

"Enyeng," serempak anak-anak menyebutkan kata itu.

Kuulangi lagi terus menerus dan mereka membaca dengan kata yang sama.

"ENYENG" jiwa galakku meronta. Kubanting tangan di meja dan kulemparkan beberapa buku di atas mejaku. Mereka mempermainkanku. Apa maksudnya kucing dibaca ENYENG? Salahku dimana?

Tiba-tiba angin bertiup sangat kencang. Pohon-pohon bambu di bawah beringin dan di pinggir jalan bergoyang kencang. Langit terlihat mendung seketika. Seperti mau turun hujan tapi tak juga turun.

Siangnya aku pulang. Dan aku masih sangat jengkel dengan anak-anak di kelas tadi. Apa salahku? Kenapa anak-anak begitu mempermainkanku.

Perasaanku menjadi tak karuan sampai di rumah dinas. Sudahlah sepi dan di bawah puncak gunung. Suasana semakin mencekam, tidak seperti biasanya.

Malamnya selepas solat isya, aku tidur cepat. Tapi tidak senyenyak biasanya. Ada perasaan was was menghantui. Pun keadaan di luar rumah tak seramah biasanya. Baru ini aku merasakan merinding luar biasa.

Tak tahan lagi dengan mata yang terus meminta jatah tidur. Akhirnya aku tertidur. 30 menit kemudian aku bangun. Kudengar banyak sekali suara kucing mengeong. Mana mungkin ada orang ternak kucing sebanyak itu.

Akhirnya ditemani dengan petir kian menyambar, aku pun memberanikan diri ke pintu depan. Betapa terkejutnya aku kulihat banyak sekali kucing mengeong. Kucing yang bnyaknya berwarna hitam dan matanya seakan menunjukan kemarahannya kepadaku. Mau minta tolong, minta tolong pada siapa. Aku sungguh sendirian.



Sekuat tenaga. Sehafal yang aku punya. Aku membaca banyak sekali doa-doa penjagaan. Tubuh bergetar, mulut komat-kamit. Terasa mimpi tapi sungguh kenyataan. Aku belum siap mati hari ini. Masih banyak dosaku yang belum kuthobati. Setelah beberapa menit. Akhirnya kucing itu lenyap dengan sendirinya. Aku tak bisa tidur sampai menjelang subuh.

***

Pagi-pagi sekali aku pergi ke sekolah. Bermaksud segera membicarakan apa yang telah terjadi padaku. Aku menceritakan dari peristiwa mengajar membaca ke anak-anak, kemarahanku hingga kejadian horor tadi malam.

"Pak Ramdani, maaf saya lupa memberitahu pada bapak tentang larangan menyebutkan kata hewan yang bapak ajarkan kepada anak-anak. Itulah sebabnya anak-anak menyebutnya ENYENG, mengingat akan terjadi malapetaka apabila menyebutkan kata itu" jelas Kepala Sekolah panjang lebar.

Pantas saja anak-anak tidak mau menyebutkan kata Kucing. Kejadian ini menjadi pengalaman berharga untukku. Kejadian ini mengingatkan bahwa hal seperti itu memang jelas adanya. Kita sudah sepatutnya menghargai yang ada di tempat kita tinggali.

Percaya atau tidak, itu hak Anda. Sampai sekarang cerita ini masih ada. Dan TS mendengarnya langsung dari Pak Ramdani (Nama samaran).

Sumber Tulisan : Guru Bahasa Indonesia
Ilustrasi : KUCING HITAM
Diubah oleh brina313 17-03-2020 14:09
RobotElektrikAvatar border
Gimi96Avatar border
12a12aAvatar border
12a12a dan 69 lainnya memberi reputasi
62
8K
96
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan