Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

MursidingAvatar border
TS
Mursiding
Kabinet Indonesia Maju dan Matinya Kepakaran

The Death of Expertise, begitulah judul sebuah buku yang ditulis oleh Tom Nicols. Menggunakan istilah "Matinya Kepakaran", profesor U.S Naval War College dan Harverd Extension Scholl itu menunjukkan bagaimana kekacauan berpikir sedang terjadi saat ini. Seberapa pentingkah Vaksinasi ?, benarkah bumi itu datar ?, Apakah telur baik untuk dikonsumsi ? Pada era informasi saat ini, yang menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu bukan hanya pakar, melainkan juga penganut teori konspirasi, orang awam yang sok tahu, hingga pesohor yang menyesatkan. Kadang penjelasan pakar tidak lagi didengar, sementara jawaban dari tokoh yang memiliki banyak pengikut justru lebih dipercaya. Pada akhirnya, pendapat yang salah akan dianggap sebagai sebuah kebenaran. Dan parahnya, pihak-pihak yang seharusnya memberikan pencerahan, seperti perguruan tinggi, media, pemerintah, hingga kalangan pakar itu sendiri turut andil menambah kekacauan tersebut.


Apa yang sedang berlangsung di negeri ini seolah sebuah pembuktian Tom Nicols atas tulisan dalam bukunya tersebut. Rabu, 23 Oktober kemarin, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, melantik susunan menteri dalam kabinet Indonesia Maju yang akan membantunya menjalani roda pemerintahan periode 2019-2024. Pelantikan tersebut disiarkan langsung di Istana Negara sekitar pukul 10:30 WIB. Ada beberapa menteri di periode sebelumnya yang kembali dipercaya masuk kabinet Indonesia Maju. Namun lebih banyak wajah-wajah baru yang sebelumnya tidak pernah menjabat sebagai menteri. Dan hal inilah yang kemudian banyak menuai reaksi publik Indonesia saat ini. Ada beberapa sosok yang dinilai menempati posisi yang bukan keahliannya. Bahkan, ada yang berbanding terbalik sama sekali, sebut saja, mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (purn) Fachrul Razi, Menteri Agama baru pengganti Lukman Hakim Saifuddin. Selain itu ada mantan CEO Gojek, Nadiem Makarim, yang ditunjuk oleh Presiden untuk mengurusi masalah pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia.

Masalah agama diurus oleh seorang yang ahli militer, pendidikan dan kebudayaan diurus oleh seorang yang jago bisnis, CEO sebuah bisnis start-up tersohor di negeri ini. Sama seperti pertanyaan apakah bumi ini bulat atau datar yang dijawab oleh penyelam di laut pencari kerang mutiara. lagi-lagi pertanyaan mendasar muncul, mampukah seorang ahli militer melihat persoalan agama di Indonesia ini dengan sudut pandang yang benar ? pertanyaan yang sama juga bagi yang mengurusi pendidikan dan kebudayaan kita saat ini. Pendidikan dan Moralitas adalah masalah utama bangsa ini. jika persoalan ini bisa diatasi, bisa dikatakan 90 % masalah bangsa ini selesai. Oleh sebab itu membutuhkan sosok yang benar-benar paham betul titik utama permasalahan agar tahu titik mana juga ia akan mulai bekerja.

Dalam UU SISDIKNAS No 20 Tahun 2003, menyebutkan bahwa Tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada lahirnya manusia yang berakhlak, beriman dan bertakwa, bukan sekedar pintar, pandai cari makan, tapi jahat, serakah dan tidak memiliki kepedulian terhadap sesama.

Pakar Pendidikan Islam, Ahmad Tafsir, mengatakan bahwa akan sangat baik jika pendidikan itu berbasis pada pendidikan akhlak mulia, bukan sains dan teknologi. Sebab jika tidak punya teknologi, kita masih bisa membelinya, namun, jika kita tidak mempunyai akhlak, kemana membelinya ? Indonesia dihuni oleh penduduk yang religius, beradab, menghendaki kearifan dan kebijaksanaan dalam banyak sisi kehidupan. Era 4.0 saat ini memang mengharuskan kita untuk mellek teknologi, tetapi yang paling mendasar adalah mellek adab dan akhlak, 2 hal ini tidak terpengaruh oleh variabel-variabel perkembangan zaman, dari zaman batu hingga zaman tablet, komunitas sosial yang tidak beradab dan berakhlak pasti akan kacau balau.

Pakar Sejarah dan Kebudayaan Melayu kelahiran Bogor, yang sekaligus penggagas berdirinya Institute of Islamic Study, Thought and Civilization (ISTAC) Malaysia, Profesor Syed Mohammad Naquib al-Attas, mengatakan bahwa "Every single word contains a mean, every mean contains a concept, and every concept contains a worldview". Singkatnya, setiap kata itu memuat konsepsi yang syarat dengan worldview. Kata "iman", "adab", "ilmu" dan "takwa" yang tercantum dalam Tujuan Pendidikan Indonesia diatas harus benar-benar dimaknai dengan benar sesuai konsep yang terkandung didalamnya agar mampu menjadi solusi yang efektif dalam menuntaskan persoalan pendidikan dan moralitas bangsa. Kata-kata tersebut adalah keyword untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Meski kata per kata itu telah diserap kedalam Bahasa Indonesia, namun azalinya kata tersebut bersumber dari al-Qur'an, Kitab Suci ummat Islam. Dan tentunya, yang memilik kapasitas untuk memkanai kata tersebut secara aktual adalah orang yang pakar dalam hal tafsir ayat-ayat ql-Qur'an. Di negeri ini banyak sekali yang pakar soal itu. Hanya saja belum diberikan ruang untuk bekerja.



Terkait masalah agama, Pemerintah akhir-akhir ini banyak disibukkan dengan istilah "Radikalisme". Bahkan disebut-disebut salah satu alasan kuat posisi Menag diisi oleh dari kalangan militer adalah untuk menuntaskan persoalan ini. Masalahnya dari dulu adalah makna radikalisme ini sendiri yang  sering melebar kemana-mana, dari teroris bersenjata hingga Da'i yang memberi wejangan di masjid dalam beberapa kasus mereka semua sama. Sama-sama disebut dan di cap "radikal". Kata ini juga perlu di clear-kan maknanya, agar tidak menjalar dan liar. Banyak kekacauan yang terjadi antara aparat penegak hukum dan masyarakat sipil karena persoalan kata ini. Sekali lagi, harus benar-benar ditafsirkan oleh orang yang benar-benar pakar dibidangnya. Agar mampu menghasilkan output yang benar-benar efektif untuk menyelesaikan persoalan. Dan saya pikir, kita semua sepakat bahwa CEO Gojek dan Jenderal TNI ini bukan pakar tafsir. Dan dengan ini maka, kekhawatiran Tom Nichols pun semakin nyata.



sebelahblogAvatar border
sebelahblog memberi reputasi
1
1.6K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan