Foto ilustrasi. Pembuatan IPAL komunal berdayatampung 10 kubik air mampu menampung pembuangan tinja sebanyak 50 KK yang bertujuan meminimalisir pembuangan limbah ke sungai dan keterbatasan lahan di kawasan Kalibaru, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (8/10/2019).
Nilai investasi pembangunan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestik di DKI Jakarta untuk mengurusi masalah sanitasi mencapai Rp14,47 triliun.

Separuhnya dibiayai negara melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sementara 20,87 persen dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta, dan 25,9 persen sisanya dibiayai pemerintah Jepang.

IPAL akan dibangun di dua zona; yakni zona 1 di kawasan Pluit, Jakarta Utara, seluas 3,9 hektare; dan zona 6 di Duri Kosambi, Jakarta Barat.

"IPAL zona 1 akan mulai dibangun pada Februari 2021 dengan kapasitas sebesar 240.000 meter kubik per hari untuk melayani (pembuangan tinja) 220.000 Sambungan Rumah (SR) atau 989.389 jiwa," merujuk keterangan resmi setkab.go.id.

Delapan kecamatan di zona 1 yang akan dilayani IPAL meliputi Menteng, Tanah Abang, Gambir, Sawah Besar, Taman Sari, Tambora, Pademangan, dan Penjaringan.

Sementara IPAL di zona 6 akan memiliki kapasitas 282.500 meter kubik per hari untuk melayani 180.800 jiwa. Zona ini akan meliputi Kecamatan Gambir dan Tanah Abang di Jakarta Pusat; Kecamatan Cengkareng, Grogol, Petamburan, Kebon Jeruk, Kalideres, Palmerah, Kembangan, dan Tambora di Jakarta Barat; Kecamatan Kebayoran Lama di Jakarta Selatan; dan Kecamatan Penjaringan di Jakarta Utara.

“Tujuannya selain untuk meningkatkan akses sanitasi di DKI Jakarta, juga melindungi kualitas air dari pencemaran limbah domestik seperti mandi, cuci, kakus, serta aktivitas rumah tangga lainnya," ujar PUPR dalam rilis resmi.

IPAL Zona 1 akan mulai dibangun pada Februari 2021 dan saat ini tim telah menyelesaikan Detail Engineering Desain (DED). Sementara desain sistem IPAL Zona 6 akan diselesaikan pada Agustus 2020.
BAB sembarangan
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjelaskan, pengelolaan limbah air domestik tak akan tuntas meski telah didukung infrastruktur yang memadai. Perlu ada perubahan perilaku sehat dari masyarakat DKI Jakarta, termasuk buang air di jamban.

"Persepsi masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungan masih belum menjadi kebutuhan. Praktik buang air besar (BAB) sembarangan juga masih terjadi di beberapa tempat," kata Basuki.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018 menunjukkan 11,8 persen penduduk di Indonesia BAB sembarangan dan tidak di jamban. Meski begitu angka ini menurun dalam 11 tahun terakhir.

Pada 2007, sebanyak 30 persen masyarakat Indonesia BAB sembarangan. Sementara pada 2013 turun menjadi 29 persen.

Prevalensi BAB sembarangan paling banyak ditemukan di perdesaan (19,1 persen), dibandingkan di perkotaan (5,8 persen). Praktik ini marak dilakukan mereka yang tidak punya latar belakang pendidikan atau tidak bersekolah (20,4 persen) dan tidak bekerja (11,6 persen).

Dibandingkan 34 provinsi di Indonesia, DKI Jakarta termasuk provinsi yang paling sedikit prevalensi BAB sembarangan, yakni 2,4 persen atau sekitar 249.600 jiwa pada 2018.

Prevalensi BAB sembarangan tertinggi adalah Papua (44,2 persen), Kalimantan Tengah (24,2 persen), dan Sumatra Barat (23,5 persen).



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...nilai-rp1447-t

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Penguatan JII dipimpin INTP awal pekan ini - Senin (14/10/2019)

- IHSG ditutup menguat 21,08 poin

- Infrastruktur dasar ibu kota baru harus disiapkan matang