Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ejawahyuni90Avatar border
TS
ejawahyuni90
Cerbung Balada Cinta Dari Masa Lalu. Episode 1


Episode 1

Rafi sungguh tak mengerti dengan jalan pikiran sahabatnya, Aldo. Jauh-jauh mereka datang dari Pulau Jawa ke Bumi Minang ini, hanya untuk mencari seseorang dari masa lalu, Aldo. yang bahkan hanya singgah sebentar dalam hidupnya.

"Kamu yakin, Al. Tidak salah tempat?" tanya Rafi untuk kesekian kalinya. Namun, hanya ditanggapi dengan gelengan kepala dari Aldo, sementara mata tajam itu terus berkelana, menyisir tempat-tempat yang dilalui dengan sangat teliti.

" Kenapa sih, kamu ngotot banget mau bertemu anak itu?" Nada suara Rafi sekarang benar-benar terdengar kesal.

"Aku merindukannya ...."Terdengar jawaban Aldo, sangat datar. Rafi melirik tangan Aldo terlihat memutih mencengkram kemudi mobil dengan kuat, yang mungkin menandakan sohibnya itu dalam kekalutan yang luar biasa.

"Rindu? Yang benar saja, Al. Sejak kapan kau merindukan anak kecil yang kau temui sesaat di masa lalumu? Ah, ya ... Dia sekarang sudah besar. Apa kau akan menyukainya setelah kau bertemu dengannya?" Kali ini nada suara Rafi terdengar mengejek. Membuat Aldo terkekeh pelan.

"Mungkin saja ... Menurutmu, sekarang seperti apa wajahnya?" tanya Aldo, tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan yang mereka lalui.

"Onde mande ... Aldo. Kau benar-benar sudah tidak waras, begitu banyak gadis-gadis yang antri menunggu lamaranmu, kau malah mencari seseorang yang entah di mana, dan entah siapa." Rafi benar-benar tak percaya dengan apa yang didengarnya. Bagaimana seorang Aldo yang selama ini begitu dewasa, selalu kritis menatap kehidupan ini, mendadak jadi lebay seperti di film-film anak remaja tanggung.

Aldo tidak memperdulikan tatapan aneh dari sahabatnya itu, ia memilih lebih fokus pada jalanan yang dilewatinya, jalan yang sama dengan dua belas tahun lalu, jalan yang selama ini membawa perasaan yang tak biasa dalam hatinya, jalan yang tak pernah dilupakan seluk-beluknya walaupun sudah bertahun-tahun lamanya.

Aldo memilih berhenti, dan memarkirkan mobilnya pada pinggiran lapangan yang sepi, jauh dari pemukiman warga, kelihatannya sudah lama terbengkalai, ilalang-ilalang liar terlihat memenuhi lokasi ini. Hanya saja Aldo melihat ada Net untuk bermain bola voli terpasang, namun sudah robek di sana-sini menandakan lapangan ini sudah lama tak pernah dimanfaatkan.

" Kita turun sebentar di sini," Kata Aldo sembari turun dari mobil. Angin semilir langsung menyambut, begitu dingin, terasa menusuk ke tulang. Beruntung Aldo memakai kaos lengan panjang serta celana denim yang juga panjang.

Berbeda dengan Rafi yang hanya mengenakan thrit's lengan pendek serta celana Levi's yang juga hanya sebatas lutut langsung menggigil, giginya terdengar bergemertuk.

"Setelah sekian lama, ternyata udara di sini masih ndak barubah" gerutu Rafi, tangannya mengatupkan rapat menandakan ia sangat kedinginan." Hei, apa yang kau lakukan di sana?" teriaknya, matanya melotot melihat Aldo berjalan kedalam lapangan yang penuh rumput ilalang itu.

Aldo seolah tak mendengar pertanyaan Rafi, ia sangat sibuk meneliti keadaan sekitar, seolah seseorang yang katanya dirindukan itu berada di sana. Tubuh kekar itu seolah tak terpengaruh dengan cuaca yang begitu dingin. Yang dia rasakan sekarang adalah sensasi aneh yang membuat tubuhnya serasa dialiri sesuatu yang hangat, dadanya berdegup kencang. Tanpa Aldo sadari tangannya sudah memegang dadanya, dan keringat ... Apa mungkin dicuaca sedingin ini, dengan hanya mondar-mandir begini bisa mengeluarkan keringat?.

"Aldo ...!" Aldo tersentak dengan sentuhan kasar Rafi di bahunya, "Kau, kenapa? Melamun di tempat dingin seperti ini. Aku hampir membeku. Ayo kita pergi dari sini," gerutu Raffi sambil berjalan cepat ke arah mobil.

" Kau ingat, Raf. Di tempat ini kita menemukannya ...." Aldo berkata pelan, namun Raffi bisa mendengar, sehingga ia memutar langkah, berbalik kearah Aldo.

"Waktu itu, kau, Andra, Boy, Lena, Fira, Sandra ... Kalian juga bilang begitu, 'ayo pergi dari sini, tinggalkan saja anak itu' tapi mana mungkin aku tega meninggalkannya di tempat sepi seperti ini sendiri. Kalian begitu kesal, sangat kesal. Namun aku tetap membawanya ke penginapan kita ...."

"Aku masih ingat, Raf. Gadis kecil itu begitu kedinginan, bajunya basah kuyup karena saat itu di sini sedang turun gerimis. Aku menggendongnya ke dalam mobil, dan memakaikan syal bulu kesukaan Sandra ke lehernya, ah, dia sangat menggemaskan sekali dengan syal yang sangat kebesaran untuknya." Aldo tesenyum mengingat hal itu, matanya menatap nanar kearah ilalang-ilalang yang sudah terlihat menua.

"Dan aku juga ingat, karena hal itulah awal pertengkaran kau Dengan Sandra, kalau tidak mungkin sekarang kau sudah menikah dan hidup bahagia dengannya." Perkataan Rafi ini membuat Aldo tertawa sumbang.

"Sudahlah, kawan. Kau tahu aku sudah melupakannya. Sekarang aku hanya ingin bertemu dengan gadis kecil itu, aku begitu penasaran, seperti apa sekarang matanya yang dulu begitu indah."

"Kalau kau terus berdiri di sini, maka sampai rambutmu itu memutih kau tidak akan pernah melihat mata indah itu. Kenapa kau tidak coba bertanya pada orang sekitar sini." Dari pada berdiri disini dan membeku, Raffi memberikan ide yang membuat Aldo terlihat bersemangat.

" Kenapa kau tak katakan dari tadi, Bro."

____________________________

Sudah satu minggu dua sahabat berusia matang itu berada di sebuah daerah dingin di Bumi Minang ini, tapi belum ada tanda-tanda Aldo akan menemukan seseorang yang dicarinya itu.

Mereka sudah menjelajahi seluruh perkampungan yang memungkinkan di tempati seseorang itu, menanyai semua orang yang mereka temui. Namun hasilnya nihil, tak ada satupun yang mengenal gadis kecil itu. Bahkan tak ada yang mengingat peristiwa yang terjadi dua belas tahun yang lalu.

"Sekarang bagaimana, Bro? Sudahkah kau menyerah mencari gadis kecilmu itu?" tanya Rafi lumayan keras, menyentakkan Aldo dari sebuah lamunan.

Aldo menatap sahabatnya, yang merentang tangannya ditungku perapian, Rafi terlihat selalu kedinginan. Kadang Aldo merasa bersalah karena telah mengajak Rafi berkelana ke tempat yang cuacanya tidak cocok untuknya.

"Bro, maafkan aku telah melibatkanmu dalam hal ini, padahal aku tau kau tidak suka udara dingin, tapi aku malah tetap memaksamu." Aldo terdengar ber-basa-basi. Sontak saja Rafi tergelak keras mendengarnya.

"Ah, syukurlah, Bro. Kau tahu diri juga rupanya ...." ledek Rafi di sela tawanya.

Akan tetapi Rafi segera menghentikan tawanya, setelah melihat raut wajah Aldo berubah jadi serius lagi. Mata sahabatnya itu menatap kosong langit-langit penginapan. Rafi menghela nafas kasar, ia merasa kesal. Bagaimana ia belum pernah melihat Aldo seputus asa itu.

"Penginapan ini masih sama, seperti dulu. Bukan hanya penginapan ini, tapi semuanya, jalan, cuaca, orang-orangnya. Hanya satu yang tidak sama. Kenapa kita tidak bisa menemukan anak itu? Aku berharap sebelum kita kembali, sebentar saja aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin memandang matanya. Mata yang selalu membuatku tenang," guman Aldo sangat pelan, seperti bicara pada diri sendiri, namun Rafi bisa mendengarnya dengan jelas.

Ya, Rafi juga berharap begitu, semoga saja besok di hari terakhir mereka di sini, Tuhan akan berbaik hati dengan mempertemukan Aldo dengan gadis yang dua belas tahun lalu itu masih ber-umur lima tahun. Supaya jiwa sahabatnya itu menjadi tenang. Bagaimanapun ia tidak tega melihat Aldo begitu tersiksa, walau nyatanya ia belum mengerti sepenuhnya kenapa Aldo begitu ingin bertemu dengan gadis kecil dari masa lalu itu.

Akan tetapi tidak, sampai mereka memutuskan untuk kembali ke-tanah Jawa, seseorang yang dicari itu tak pernah nampak batang hidungnya, bahkan informasi pun tidak. Ia seperti hilang ditelan bumi.

______________________

Keempat sahabat yang terlihat gagah dalam balutan pakayan karya desainer ternama itu terlihat serius membahas sesuatu, suasana yang begitu ramai dan Cumiakkan telinga karena ditingkahi suara musik pesta pernikahan yang begitu keras, sepertinya tak membuat mereka terganggu.

"Bagaimana, sudah move on belum?" Andra menyenggol kasar bahu Aldo.

" sudahlah, jangan ditanya lagi, ntar bos tampan kita ini baper lagi, susah lho mengembalikan suasana hatinya menjadi normal," ledek Boy disambut tawa kerasa ketiga rekannya.

Aldo ikut tertawa mendengar candaan para sohibnya ini, hatinya merasa plong sejenak setelah berkumpul dengan mereka. Memang disaat acara seperti ini mereka bisa bertemu, melupakan sejenak kesibukan masing-masing. Sudah menjadi kebiasaan para perantau Minang, kalau ada rekan sekampung yang melakukan pernikahan atau acara lainnya, mereka akan bela-belain untuk datang, sesibuk apa pun itu.

"Kami pikir kau tak kan datang, Bro. Soalnya kemaren aku berkunjung ke kantormu, kata sekretarismu kau masih di Dubai." kata Rafi melanjutkan obrolan mereka.

"Mana mungkin aku tidak hadir, ya aku baru kembali tadi malam. Kemal adalah sepupu Uni Diva, saganlah awak kalau tak da ...."

"Om ...." Panggilan dari seseorang membuat Aldo tidak sempat melanjutkan perkataannya, dari pintu masuk gedung pernikahan terlihat seorang gadis kecil yang terlihat imut dan cantik mengenakan gaun kembang bermotif bunga-bunga, berlari ke arahnya. Aldo tersenyum senang.

"Tasya .... " Segera Aldo merentangkan tangan menyambut gadis kecil itu kedalam pelukannya. Gadis kecil yang bernama Tasya itu terlihat sangat bahagia. Kemudian ayah dan ibu Tasya menyusul masuk, Aldo menyalami kakak dan iparnya itu.

"Mana adiknya?" tanya Aldo heran, karena ia tidak melihat keponakannya yang terkecil, ia menatap Tasya, Affran kakaknya dan Diva iparnya secara bergantian. Ketiga sahabat Aldo juga sama herannya. Biasanya disetiap pertemuan Rafa adik Tasya selau ikut serta.

"Sama kakak di luar, beli es krim," kata Tasya diiringi anggukan kepala dari Affran dan Diva. Aldo mengerti yang di sebut kakak oleh Tasya biasanya adalah pengasuhnya dan adiknya.

"Tuh, adik .... " Tasya menunjuk ke arah pintu gedung.

Reflek Aldo menoleh, dan seketika tubuhnya terasa beku, aliran darahnya seakan berhenti, dadanya berdegup kencang. Matanya menatap kearah telunjuk Tasya tanpa berkedip.

Seorang gadis yang begitu mempesona Aldo pada pandangan pertama, berkulit sepucat rembulan, berwajah bulat, bibir ranum yang terlihat semerah darah , hidung yang tidak terlalu mancung, tapi indah untuk dilihat, dan mata itu ... Mata yang bak bintang kejora, begitu teduh. Dinaungi sepasang bulu mata yang lentik, ah apakah itu bulu mata palsu? Aldo harus memastikannya, ia perlahan melangkah menyongsong gadis yang sedang berjalan mengendong Rafa itu. Semakin dekat Aldo semakin terpesona. Jangan lupakan alisnya yang bak semut beriringan, dan rambut hitam yang panjang bergelombang ....

Bersambung.
Diubah oleh ejawahyuni90 14-10-2019 03:03
lintangayudyAvatar border
indahmamiAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan 6 lainnya memberi reputasi
7
2.1K
23
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan