Innalillahi wa innaillaihi roji'uun
Telah berpulang ke Rohmatulloh Bapak Presiden RI ke 3,
Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie
Pada tanggal 11 September 2019
Di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta.
Quote:
Indonesia berkabung,
Eyang telah terbang tinggi melambung.
Ibu pertiwi berduka,
Satu Putra terbaik pulang pada Semesta.
Kita semua bersedih,
Satu panutan telah pergi.
Eyang…
Di bumi ini; dengan segala cita dan cinta pada Negeri; Engkau tidak lelah dan kecewa meski cita belum terwujud sempurna. Aku berdiri; kami bersaksi (pada Semesta) kebaikan telah Engkau jalani bahkan saat nafas Eyang terhenti.
Kami yang berduka, berjanji akan setia mengemban cita yang Eyang wariskan pada Indonesia.
Jakarta, 11 September 2019
Nyunwie
Bacharuddin Jusuf Habibie, kita semua mengenal Beliau adalah sosok yang luar biasa. Ilmuan jenius yang memegang beberapa hak paten dalam dunia penerbangan. Pencetus rumus Faktor Habibie hingga Beliau dijuluki Mr. Crack, bahkan sebelum Beliau menjadi Presiden RI Ke 3. Bapak B.J. Habibie memegang jabatan penting sebagai Vice Presiden/Direktur Teknologi di Messerschmidt Boelkow Blohm (MBB), sebuah perusahaan penerbangan asal Jerman.[1]
Bapak B.J. Habibie adalah sosok visioner, di tengah karir cemerlang Beliau di Jerman, Beliau tetap memikirkan bagaimana kemajuan teknologi di Indonesia. Dengan banyak merekomendasikan sarjana-sarjana Indonesia untuk bekerja di perusahaan penerbangan di Jerman, beliau berniat memberikan ilmu serta pengalaman pada sarjana-sarjana Indonesia agar kelak bisa digunakan untuk kemajuan Indonesia. Bukan hanya itu, bahkan B.J. Habibie bercita-cita Indonesia memiliki pesawat sendiri agar mempermudah mobilitas orang Indonesia; yang berbentuk kepulauan. Berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya.
Kecintaan Beliau pada Republik ini juga tidak perlu lagi diragukan, selain pada akhirnya meninggalkan karirnya yang cemerlang di Negeri Panser, Jerman. Untuk mengembangkan teknologi di Negeri sendiri. Jauh sebelumnya di tengah kesadaran Beliau yang diambang redup karena sakit yang dideritanya. Beliau masih sempat-sempatnya saja menuliskan sumpah untuk membangun Ibu Pertiwi dengan segenap jiwa dan raganya. Patutnya hari ini kita semua mencontoh semangat Eyang untuk diri kita, termasuk saya pribadi juga.
Sosok B.J. Habibie juga tidak bisa dilepaskan dari sosok Ibu Hasri Ainun Besari atau yang akrab dipanggil Ibu Ainun Habibie. Cinta Beliau pada Ibu Ainun sangat besar, murni, dan menginspirasi. Terbukti dari kisah cinta Beliau pada Ibu Ainun telah melahirkan beberapa karya sastra dan film. Kabar terbarunya Film Habibie & Ainun 3 akan tayang di bioskop Indonesia pada tanggal 19 Desember 2019[2].
Pak Habibie juga tidak lepas dari anak-anak "Generasi Milienial". Pak Habibie kerap kali mempersilahkan para influencer serta para penggiat youtube untuk berkolaborasi dengan Beliau guna memberikan konten yang bermanfaat untuk generasi milenial. Tercetusnya sapaan akrab "Eyang"juga tidak lepas dari kedekatan beliau dengan para Generasi Milenial.
Dari semua fakta yang ada, rasanya Indonesia benar-benar kehilangan Putra terbaiknya. Dan kita (Generasi Milenial) semua benar-benar kehilangan panutan yang bisa menjadi contoh teladan bagaimana hidup dengan cita-cita, cinta, dan semangat yang jujur yang takkan pernah patah serta menyerah dalam melakukan sesuatu yang berarti untuk kemajuan Negeri ini.
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari perjalanan hidup Bapak B.J. Habibie rasa-rasanya saya rasa, setiap detik semasa hidup Beliau adalah sebuah contoh keteladanan. Namun bukan berarti dengan "berpulangnya" Eyang, lantaran kita tidak bisa lagi belajar dari beliau. Seperti yang sudah saya katakan: Setiap detik dalam hidup Eyang adalah sebuah pembelajaran untuk kita semua yang masih bernafas di dalam kehidupan. Karena Eyang sudah banyak meninggalkan ilmu untuk kita semua, sepapatutnya kita mencintai Eyang. Sepatutnya juga orang yang mencintai seseorang, tidak akan pernah berhenti mengikuti jalan hidup orang yang kita cintai. Karena seperti kata Eyang Habibie: "cinta sejati tidak akan pernah mati, dia akan selalu hidup dalam dimensi waktu yang berbeda yang suatu saat akan menyambutmu jika waktumu dalam dimensi dunia telah tiba pada ujungnya".
Seperti Eyang yang mencintai Indonesia, Eyang takan pernah mati untuk Indonesia; cinta selalu hidup dalam hati, menjelma dalam ilmu-ilmu yang bisa dipelajari. Dan Eyang takkan pernah mati untuk kita semua; dalam doa-doa yang terpanjat dalam hening-hening malam, nama Eyang akan selalu kami sebut dalam dimensi hening suara-suara sunyi saling bersaut.
Credit by dream.co.id
Quote:
Jejak Cita Cinta Abadi, Eyang Habibie
Pada usia 5 tahun, Papi bertanya pada Habibie; menunjukan sebuah mata air lalu bertanya "hay Rudi, apa mata air itu Indah?"Habibie menjawab: "Iya, di sana hijau, ada kupu-kupu berterbangan di atasnya". Papi lantas menunjuk sisi lain mata air; di sana orang-orang mengambil air untuk kebutuhan hidupnya. Berkata Papi pada Habibie "Itu yang kamu lihat, keindahan seperti itu (mata air berguna untuk orang banyak)… Aku tidak tahu akan jadi apa kau kelak, Rudi. Tapi jika dewasa nanti, jadi lah seperti mata air ini (yang berguna untuk orang banyak)".
Habibie kecil adalah habibie yang takut pada pesawat terbang. Itu diakibatkan pada saat habibie kecil pertama kali melihat pesawat adalah pesawat yang mengebom kota kelahirannya. Namun, menjelang dewasa; Habibie muda berpindah ke Jakarta, di pinggir-pinggir pantai Habibie melihat banyak burung berterbangan. Dari itu (burung-burung yang terbang tanpa banyak mengepakan sayap) memicu banyak pertanyaan dalam benak Habibie yang ingin dia mengerti; membawa pada rasa penasaran yang pada akhirnya mendorong Habibie pada sebuah kecintaan pada Pesawat Terbang. "Manusia boleh saja berencana, Namun Tuhanlah pemilik kehendak; Tuhan sesungguhnya satu-satunya yang Maha Kuasa atas takdir dan hati manusia".
Ilona; Habibie mengenang, Dia perempuan "bule" cantik, sudah jangan ditanya. Habibie menyukainya, Ilona pun demikian. Namun, Semesta berkata lain untuk mereka berdua. Melalui sahabat-sahabat sejawat Semesta berencana memisahkan dua muda yang tengah terjerat serat-serat ranum buah cinta tanpa luka. Semesta sedikit memberi bocoran waktu; keyakinan para sahabat akan seperti apa Habibie dikemudian hari (Sebagai pemimpin yang akan memimpin proyek pembangunan Tanah kelahiran). Di rasa-rasa tak elok rasanya jika bermempelai wanita dari iklim berbeda. Bukan soal perbedaan bentuk rupa. Tapii jika dilanjutkan, sahabat merasa tidak akan sejalan cinta pada Nusa dan Bangsa; tidak memiliki kesamaan cinta pada Indonesia; Ilona takan bisa mengerti bagaimana orang Indonesia mencintai Negerinya seperti halnya Habibie yang juga takan mengerti bagaimana Ilona mencintai Negaranya. Bagaimana Semesta bisa mengetahui semua; Karena sesungguhnya ingatlah kembali Semesta selalu memberikan apa yang dibutuhkan manusia; Ainunlah yang dibutuhkan Habibie untuk menggapai cita dan cintanya pada Indonesia. Sekali lagi, sesungguhnya Semesta maha kuasa atas segala hal yang ada di dunia.
Habibie berpikir: Hanya maut yang dapat memisahkan sebuah cinta sejati. Namun dalam perjalanannya; merasakan Ainun tidak pernah pergi dari sisinya; selalu bertemu dalam dimensi hening setiap detik sepi-sepi; menjalar akar-akar rindu hingga memenuhi setiap inci ruang kalbu; Cinta tidak pernah mati! Cinta yang hakiki selalu hidup di dalam hati dan takkan pernah mati; walau jasad telah mati, jiwa kan bertemu; menyatu pada Ilahi.
Dulu Habibie pernah takut mati; keresahan tentang siapa yang akan menjaga Ainun kelak jika Habibie kembali pada Keabadian yang hakiki; Selalu menjadi percikan-percikan air di sela tetesan besar usia yang semakin dekat pada garis awal hidup di dalam keabadian Semesta; Habibie tidak mau ingkar janji meninggalkan Ainun sendiri.
Janji telah tertepati; Ainun telah menyalip keresahan Habibie; melewati batas hidup menuju dimensi abadi. Habibie tak lagi resah; merenung sunyi akan ketakutan mati dalam gelisah. Habibie tahu, Ainun telah menanti di dalam keabadiaan yang hakiki untuk terus merajut cinta dan takan pernah terpisah lagi.
***
Kini…
Kisah tak lagi bercerita pada dimensi Habibie; Kami semua mengambil alih menjadi saksi. Semasa (hidup) Eyang hanya kebaikan yang telah didayungi. Kami menjadi saksi bahwa cinta harusnya diperjuangkan; Cinta Eyang pada Indonesia yang tidak pernah mati dan terus diperjuangkan serta dipertanggung jawabkan; walau diragukan pihak-pihak yang tidak mengerti kecintaan Eyang pada Negeri ini. Sekarang, kami menjadi menjadi saksi kecintaan Eyang pada Negeri ini, bukan imitasi. Apa lagi sebuah topeng lakon untuk sebuah pentas haha hihiguna mengeruk saweran-saweran gelap yang tidak bertanggung jawab.
Kini…
Kami akan menjadi bukti, sebuah visi membangun yang ditanamkan Eyang bukan sekedar mimpi dalam tidur siang; Dari jejak Eyang kan kami ikuti, kemana arah kami berlari. Membawa cita-cita yang diwariskan dengan segenap hati dan bekal ilmu yang Eyang sisipkan setiap hari; segala yang kami lakukan untuk Negeri.
Kini…
Cinta itu (Habibi dan Ainun) tak lagi saling menunggu satu diantaranya kembali; Habibie telah menjadi satu dengan Ainun; berdua, kini, telah abadi dalam makna pembuktian cinta Ilahi.
Di sana (Syurga) Eyang tidak akan sendiri, di sini kami berjanji menapaki jejak Eyang; dalam Ilmu yang telah terabadi. Selamat berbahagia, Eyang. Surga tidak akan ingkar janji dan kami di sini berusaha menepati janji.
Spoiler for Selamat Jalan Eyang:
sources by youtube
Selamat jalan, Eyang.
Selamat jalan, Pahlawan.
We love you, Always.