Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

istijabahAvatar border
TS
istijabah
Bayangan Hitam di Tengah Malam
cerpen horor


Tahun 1995 awal aku menginjakkan kaki di tanah kelahiran nenek. Waktu itu usiaku masih 17 tahun, usia di mana kobaran semangat muda sedang menyala.

Bukan tanpa alasan aku datang ke pulau garam ini. Alasanku adalah karena kecintaanku pada pencak silat. Oh, ya aku lelaki kelahiran tanah Borneo. Dulu di Kalimantan aku bergabung dalam perguruan pencak silat yang ada di kampung.

Sampai, saat pamanku bercerita tentang kekagumannnya pada perguruan pencak silat yang ada di Madura. Aku mulai penasaran dan memutuskan untuk datang ke Madura dengan niat mendalami jurus-jurus silat.

Untunglah nenek berada di pulau itu. Jadi, aku punya tujuan di mana nanti akan singgah. rumah nenek berada di pelosok desa, mungkin karena itu juga belum ada listrik masuk. Penduduknya masih memakai lampu teplok sebagai penerang.

Desa ini diapit oleh dua bukit yang bentuknya seperti bukit yang bercabang-cabang. Aku pikir, mungkin karena itu juga, tempat ini diberi nama desa Gunung Rancak. Mengingat arti kata 'Rancak' dalam bahasa Madura itu adalah cabang. Ah, entahlah sampai saat ini pun aku juga belum tahu asal-usul nama desa itu.


Dok.pri. ( gambar diambil tahun 2019, ini bukit belakang rumah nenek)

"Nek, aku datang ke sini pengen belajar pencak silat. Nenek tahu di mana tempatnya?" tanyaku setelah sehari berada di rumah nenek, istirahat melepas lelah.

"Gak ada tempat yang ngajarin pencak silat di sini, Cong¹," jawab perempuan yang rambutnya sudah dipenuhi uban itu sambil terus mengunyah daun sirihnya. "Tapi, kalau kamu benar-benar ingin belajar, datanglah ke rumah haji Jumali," lanjutnya sambil terus mengunyah dan sesekali meludah, lalu menggosok-gosok giginya dengan tembakau.

"Di mana rumahnya, Nek?" tanyaku dengan antusias.

"Di balik gunung itu," tunjuk nenek pada bukit yang terlihat dari langgar tempatku duduk sekarang.

***

Setelah sholat ashar aku segera bersiap untuk menaiki bukit, dengan hanya membawa bekal kopi dalam botol plastik, juga senter punya nenek.

"Nanti kalau sudah bertemu haji Jumali, bilang kalau kamu cucuku dan sampaikan salamku padanya." Pesan nenek sebelum aku berangkat.

Sesuai arahan nenek, aku melewati jalan yang ada di belakang rumahnya. Jalan setapak yang kata nenek merupakan jalan pintas menuju rumah haji Jumali.

Meski dikata jalan pintas, rupanya juga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai. Jalan yang dipenuhi batu juga tanah yang licin karena bekas hujan menjadi hambatan, ditambah lagi aku yang beberapa kali salah jalan. Setelah hampir masuk waktu Magrib, barulah sampai ke rumah tua yang terbuat dari gedek².

***

Menjelang jam 22:00 aku berpamitan pulang pada haji Jumali. Setelah sholat dan makan malam, beliau bercerita banyak tentang macam-macam pencak silat juga jurus-jurusnya. Beliau tidak menerimaku menjadi muridnya karena memang beliau sudah sangat tua dan tidak sanggup lagi untuk mengajar. Namun, beliau menyuruhku datang ke tempat temannya yang ada di Pamekasan bila ingin mendalami pencak silat.

Pertama sampai ke rumah beliau, aku langsung memperkenalkan diri dengan menyebut nama nenek yang langsung dikenalinya.

"Menginap saja, Cong!" ujar beliau saat aku berpamit pulang. "Ini sudah sangat malam, tidak ada penerangan di jalan menuju rumah nenekmu." Imbuhnya lagi.

"Saya bawa senter, Bah," balasku mengeluarkan lampu senter dari tas ransel yang kubawa.

Setelah sedikit memaksa, dengan berat hati lelaki yang kupanggil abah itu mengizinkanku pulang. Tak lupa beliau berpesan untuk berhati-hati di jalan dengan tetap membaca sholawat.

Berbekal petunjuk abah juga senter dalam genggaman, aku menyusuri jalan menuruni bukit yang lebih lebar dari jalan yang kulalui tadi berangkatnya. Jalannya nyaman tidak banyak batu, tapi di tengah perjalanan ada kuburan umum yang harus kulewati.

Angin malam yang membawa hawa dingin membuat bulu kudukku meremang. Suara-suara burung hantu di atas pohon laksana nyanyian pelengkap suasana yang mulai membuat nyaliku menciut.

Tepat di tengah-tengah kuburan aku melihat ada sekelebat bayangan hitam melintas bersamaan dengan lampu senterku yang mulai meredup. Bayangan hitam itu seolah memikul sesuatu di punggungnya.

"Woy ... Siapa itu!" Teriakku sembari mengejarnya. Namun, tidak seberapa jauh dari kuburan itu aku terpaksa berhenti mengejar, telingaku mendengar suara sesuatu yang jatuh begitu nyaring. Seperti barang berat yang dilemparkan.

Kuputar lampu senter ke arah suara itu, tapi tidak ada apa-apa. Saat kaki hendak kembali melangkah, aku mendengar suara itu lagi, kini terasa lebih dekat.

Rasanya tengkukku semakin berat, keringat mulai menetes dari pelipis, dengan detak jantung yang bertalu-talu aku mendekat ke sumber suara.

"Astagfirullah ...!" seruku mundur beberapa langkah.

Apa yang kulihat sungguh membuat tubuhku semakin gemetar hebat. Ada sesosok pocong yang tergeletak di depanku.


Sumber gambar: pinterest

Saat ingin kudekati lagi, tiba-tiba tubuhku tersungkur, seperti ada yang menerjang dari belakang. Bangun dengan sedikit merintih sembari mengeluarkan guluk³ dari balik baju yang kupakai. Senjata peninggalan kakek yang selalu kubawa bila bepergian jauh.

Ada sesosok bayangan seperti manusia dengan baju hitam di depanku, tapi sebelum melihatnya lebih jelas, dia kembali menyerang.


Sumber gambar: pinterest

Tubuhku terpental jauh, rasanya tulang-tulangku ada yang patah. Belum sempat reda rasa nyeri di punggung, kembali kurasakan hantaman keras di dadaku.

Aku tersengal, dada rasanya sesak, penglihatanku mengabur, lalu tidak kuingat lagi apa yang terjadi.

***

Samar-samar aku mendengar suara kasak-kusuk beberapa orang di sekitarku. Sinar mentari langsung menyambutku saat membuka mata, badanku rasanya masih ngilu.

Kutajamkan pendengaran sambil memeluk ... ah, aku memeluk apa? Bukannya terakhir kali aku berkelahi, ralat bukan berkelahi, tapi diserang!

Bagaimana bisa? Aku berada di atas pohon dengan posisi duduk memeluk batang pohon.

Merasa tak masuk akal, aku melihat ke bawah. Rupanya aku masih berada di area kuburan semalam, tapi bedanya di bawah sana sudah banyak orang dan ... apa itu? Ada kuburan yang seperti bekas digali sembarangan.

"Mayatnya sudah tidak ada!" seru seseorang diantara mereka.

"Wah, Mak Leleng ⁴ berhasil membawanya," sambung yang lainnya.

"Apa tidak ada yang menjaga semalam?" tanya yang lainnya lagi.

Mak Leleng? Siapa dia? Apa yang semalam menyerangku?

Otakku rasanya sudah tidak sanggup lagi berpikir, begitu banyak pertanyaan yang butuh jawaban. Kepalaku rasanya seperti mau pecah, dadaku pun kembali sesak.

Tubuhku terasa ringan seperti kapas, sampai aku merasa melayang dan terakhir kuingat kepalaku semakin sakit seperti dihantam sesuatu yang keras.

Tamat.

Quote:



Penulis: Istijabah
:terimakasih:terimakasih:terimakasih
Diubah oleh istijabah 25-09-2019 01:29
ceuhettyAvatar border
sebelahblogAvatar border
zafinsyurgaAvatar border
zafinsyurga dan 21 lainnya memberi reputasi
22
4.4K
97
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan