lonelylontongAvatar border
TS
lonelylontong
Berusaha Melihat Wacana Pemindahan Ibu Kota Dari Sudut Yang Berbeda.

gbr dr : kompas.com


Banyak pembahasan mengenai pemindahan ibu kota dari aspek ekonomi, pemerataan pembangunan, lingkungan hidup, hukum, dan lain-lain.

Bagi saya ada satu aspek yang kurang dibicarakan, yang sebenarnya apabila kita melihat berbagai kebijakan dan program yang diajukan Presiden Jokowi, sejak awal dia mencalonkan diri sebagai presiden di tahun 2014, ada satu benang merah yang tidak terputus.

Apa itu?

Persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.

Entah siapa yang ada di belakang program dan kebijakan itu, apakah Presiden Jokowi pribadi, atau beliau dengan staff-staff khususnya, atau yang lain. Dan apakah benar analisa saya ini, tentu saja hanya mereka yang berada di lingkaran kekuasaan yang bisa menjawab.

Mungkin akan ada yang mengatakan bahwa saya bersikap subyektif, jika saya mengatakan bahwa selama ini, narasi yang terbangun sejak masa kemerdekaan, adalah Indonesia yang Java-centris.

Tetapi siapa yang bisa memungkiri, bahwa sejarah bangsa kita diwarnai dengan banyak pemberontakan di berbagai daerah? Permesta, DI TII, PRRI, OPM, GAM, dsb.

Siapa yang bisa memungkiri, fakta bahwa hingga saat ini, presiden Indonesia yang terpilih lewat pemilu, seluruhnya berasal dari suku Jawa?

Siapa yang bisa memungkiri, bahwa hingga saat ini, pembangunan ekonomi dan infrastruktur di Pulau Jawa jauh lebih maju dibandingkan di luar Pulau Jawa?

Siapa yang bisa memungkiri, bahwa perguruan tinggi yang dipandang elit, hampir seluruhnya berada di Pulau Jawa?

Saya kira terlalu naif atau menutup mata dan telinga, apabila dikatakan, baik sadar maupun tidak sadar, telah terbangun satu narasi yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa kita. Yaitu narasi tentang penguasaan Jawa atas bangsa Indonesia. Ketidak puasan ini sudah mulai muncul pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, yang ditandai dengan beberapa pemberontakan di berbagai daerah. Yang kemudian ditekan dengan tangan besi di masa Orde Baru.

Barulah setelah masa reformasi, mulai muncul upaya untuk menyeimbangkan, narasi kebangsaan yang terlanjur melenceng dari tujuan lahirnya bangsa ini, dengan lahirnya otonomi daerah.

Namun hingga saat ini, persepsi yang salah, narasi yang sumbang ini belum sepenuhnya diluruskan kembali. Hal ini tidak lepas dari lemahnya para pejabat di daerah sendiri.


gbr diambil dr : kompas.com


Dengan kacamata inilah saya melihat upaya-upaya Presiden Jokowi yang dalam kebijakan-nya terus menerus menyuarakan pembangunan di luar Pulau Jawa, memanusiakan dan menunjukkan perhatian, pada bagian dari Indonesia yang selama ini seperti terlupakan. Kunjungan-kunjungan ke daerah perbatasan, pembangunan-pembangunan jalan tol di pulau-pulau luar Jawa, upaya agar ada harga kebutuhan pokok yang relatif merata di seluruh Indonesia, pembangunan Monumen Kapsul Waktu di Papua, dan sekarang ini pemindahan ibu kota keluar dari Pulau Jawa.

Dengan kacamata inilah saya melihat urgensi dari pemindahan ibu kota keluar Pulau Jawa. Ini bukan cuma masalah Jakarta yang macet, bukan pula masalah perekonomian. Ini masalah persatuan bangsa. Harus ada kebijakan-kebijakan ekstrim, untuk segera meluruskan kembali narasi kebangsaan yang melenceng dari awal lahirnya bangsa ini.

Harga sekian ratus trilyun, menurut saya adalah harga yang layak untuk dibayarkan, bila yang sedang kita perjuangkan di sini adalah sebuah narasi akan satu kebangsaan yang satu.

Saya percaya tidak ada niatan orang Jawa untuk menguasai Indonesia, namun narasi salah yang terlanjur terbangun ini harus diluruskan, dan dalam kenyataan-nya memang terjadi kesenjangan antara pembangunan di Pulau Jawa dan pembangunan di luar Pulau Jawa.

Mungkin kebijakan-kebijakan yang monumental, seperti pembangunan Monumen Kapsul Waktu di Papua dan pemindahan ibu kota ke Kalimatan, tidak memberikan atau menjanjikan satu hasil secara material, tetapi bila kita mau menyikapi-nya dengan positif, inilah saat-nya untuk membangun ruh dari bangsa ini.


gambar diambil dr : liputan6.com


Perasaan kebangsaan yang didengungkan pada waktu Sumpah Pemuda, sudah terlalu lama tidak kita rasakan ruh-nya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sudah terlalu lama, kita hanya berfokus pada yang pembangunan yang fisik semata. Melihat suatu kebijakan dari hitungan untung dan rugi secara keuangan. Melihat sesuatu secara dangkal, berhenti pada lapisan wadag-nya saja. Sudah waktunya kita juga mengambil langkah-langkah untuk membangkitkan dan mendewasakan ruh kebangsaan bangsa ini.

Tentu saja perlu ada perhitungan yang matang, ada upaya untuk meminimalkan efek negatif yang muncul, dan meng-optimal-kan efek positif yang bisa didapatkan, namun hendaknya esensi yang penting tidak dilupakan, sembari kita membenahi apa yang kurang, dan mengantisipasi kemungkinan buruk yang bisa muncul.

Sumber referensi :
1. https://www.merdeka.com/peristiwa/gus-dur-jadi-presiden-ketika-negeri-ini-nyaris-hancur.html
2. https://blog.ruangguru.com/latar-bel...-prri/permesta
3. https://nasional.kompas.com/read/201...-jawa?page=all
4. https://www.voaindonesia.com/a/pinda...-/5040011.html
Diubah oleh lonelylontong 27-08-2019 19:16
swiitdebbyAvatar border
swiitdebby memberi reputasi
1
1.4K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan