Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

koechinggAvatar border
TS
koechingg
Tumbal coklat merah


Hari itu adalah hari yang paling tidak ingin kuingat dalam hidupku. Sepuluh tahun yang lalu di Coban rondo.

Saat itu kelompok pramuka sekolahku mengadakan perkemahan di salah satu area di dekat puncak Coban rondo. Perkemahan yang seharusnya menyenangkan berubah menjadi tragedi penuh darah.

Sesosok pria tak dikenal muncul dan membunuh instruktur pramuka kami. Seluruh perkemahan menjadi panik dan berlarian kemana mana sambil berteriak mencari pertolongan ke kaki gunung.
Tapi semua itu percuma. Dengan cepat pembunuh itu mengejar semua orang dan dengan sekali sabetan sabitnya memutus kepala anak anak pramuka dari tubuh mereka.

Orang itu terus mengulangi kata kata yang sama.

“Tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal”

Tanpa ada rencana sama sekali aku dan seorang temanku masuk ke dalam hutan.

“Gimana ini Ki? Kita harus ngapain?”

“Tenang aja dulu. Sekarang kita minta bantuan ke warga dibawah”

Aku mencoba menenangkan temanku yang terkihat sangat ketakutan. Dapat kudengar teriakan teman temanku yang lain diarah yang berlawanan. Mungkin itu adalah teriakan terakhir mereka.

Perlahan lahan kami mulai menuruni gunung dengan cemas. Setiap langkah yang kami ambil selalu diiringi dengan suara teriakan teman temanku yang pasti telah menemui ajalnya.

Suara suara teriakan itu terdengar semakin dekat dan semakin mendekat. Aku tau bahwa jarak antara pembunuh itu dan kami semakin dekat.

Kupercepat langkahku begitu aku mendengar ada suara langkah kaki mengejar.

“Tunggu Ki...”

Saat aku melihat temanku yang tertinggal di belakang aku melihatnya. Sesosok pria tinggi yang berlumuran darah sudah ada dibelakangnya.

Temanku juga menyadarinya namun dia dengan cepat menahan pergerakan orang itu sampai jatuh.

“LARI KI. SEENGGAKNYA LU HARUS SELAMAT”

Entah apa yang ada di kepalaku saat itu. Aku hanya berlari tanpa memperdulikan apapun.

Rasa takut bercampur rasa bersalah memenuhi diriku saat aku tersandung dan jatuh berguling guling.

“Kamu nggak apa apa nak?”

Dapat kudengar suara suara di sekitarku. Aku sudah mencapai kaki gunung.

“Tolong pak. Ada pembunuh”

Malam itu polisi dipanggil dan diatas gunung ditemukan mayat dari seluruh teman temanku. Tapi si pembunuh tidak pernah ditemukan.

Hanya aku yang selamat. Jeritan kematian teman temanku terus menghantui di sisa hidupku.

***


Aku mengingat kembali kenangan itu saat aku membelikan baju pramuka untuk anakku di pasar. Seragam coklat yang ada digenggamanku kini mengingatkanku akan hal itu.

Aku pun berjalan melewati jalan yang sepi untuk kembali ke rumah.

Tapi di ujung gang ini aku melihatnya lagi.

Sosok tinggi yang membawa sabit berlumuran darah di tangannya. Sosok yang sama dengan sepuluh tahun yang lalu.

“Tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal tumbal”

Sosok itu melangkah maju untuk mengambil tumbal terakhirnya.

Seragam pramuka coklat itu kini berwarna merah.
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
423
2
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan