Siapa di sini yang pernah seperti ane?

Hujan! Kata guru ngaji ane dulu adalah rahmat Allah. Ane sepenuhnya setuju akan hal itu karena hujan membuat permainan bola kaki kami menjadi semakin menantang dan seru.

Lapangan di deket rumah ane dulu tanahnya tanah merah. Oleh karena itu, ketika tertimpa hujan, lapangan berubah menjadi kubangan lumpur berwarna coklat kemerahan. Sangat sempurna untuk bermain bola kaki.

Akan tetapi, kesenangan itu berubah jadi horor manakala para emak kami melihat keadaan pakaian dan badan kami yang dipenuhi lumpur.

Ada yang kena cubit, ada yang menangis meraung-raung, ada yang dipukul pantatnya. Ane sendiri cuma kena omel lantaran emak ane merasa kesal karena harus mencuci baju main ane yang super kotor.

Tunggu dulu, Gan ... Jangan berpikir emak ane sebaik itu! Keseraman yang sesungguhnya terjadi di kamar mandi. Kaki dan tangan ane disikat-sikat oleh emak ane untuk membersihkan kuku yang kemasukan lumpur katanya.

Aduhhh... ane teriak-teriak di kamar mandi bahkan sampai nangis, Gan, wkwkwk. Akan tetapi, ane gak kapok lama karena begitu ada kesempatan, ane dan teman-teman main bola kaki sambil hujan-hujanan lagi.




Ane kelas 3 SD ketika mendapatkan sepeda baru yang sesuai dengan umur ane dan tinggi badan ane karena sepeda lama ane sudah kekecilan untuk ane.

Main sepeda memang asik, Gan apalagi di sore hari dimana suasana sudah teduh dan seperti biasa, anak-anak di tempat tinggal ane berkumpul untuk main sepeda bersama-sama.

Sore itu, kami berencana untuk main sepeda hingga ke tempat tinggal teman sekolah kami yang lokasinya agak jauh bagi anak-anak. Kami bosan jika hanya bersepeda di sekitar tempat tinggal kami saja.

Beberapa teman ane memilih tidak ikut karena takut dicari emaknya. Sementara ane dan yang lain memutuskan untuk tetap pergi.

Awal-awal, kami tak ketahuan emak kami telah bermain sepeda di luar tempat tinggal kami. Namun, seperti kata pepatah, sepandai-pandai tupai melompat pasti akan ketahuan juga!.

Kali itu, kami berpapasan dengan salah satu ayah dari teman ane ketika hendak menyeberang di jalan raya. Alhasil, kami dimarahin habis-habisan oleh para orang tua sesampainya di rumah.

Kami juga dilarang bermain sepeda sebagai hukumannya. Akan tetapi, hal tersebut tak membuat kami jera terlalu lama. Di lain waktu, kami bersepeda lagi dari siang hari hingga sore hari.

Orang tua kami bertanya dari mana, kami beralasan habis main ke rumah teman di RT lain. Kami hanya diomeli tapi tak sampai dihukum.

Mau bagaimana lagi, Gan masa kecil hanya datang sekali dalam hidup jadi kami berusaha memanfaatkannya sebaik mungkin tapi harus diingat pula, jaman dulu dengan jaman sekarang sangat berbeda.

Jaman dulu, angka kejahatan terhadap anak-anak masih sangat rendah dan jumlah kendaraan masih sedikit tak seperti jaman sekarang.

Untuk itu, apa yang kami lakukan dulu tidak baik jika ditiru oleh anak-anak di jaman sekarang karena sangat beresiko pada keselamatan diri.




Di tempat tinggal ane dulu, banyak warga yang memiliki pohon kelapa. Tak jarang, mereka memotong pelepah kelapa karena pelepahnya patah ataupun tumbuh mengenai atap rumah.

Oleh karena itu, pelepah kelapa beserta daunnya yang tak terpakai itu kami manfaatkan menjadi mainan di tanah lapang. Cara bermainnya sangat sederhana.

Salah satu anak bertugas untuk menggerek (menarik) pelepah kelapa sementara yang satunya lagi naik dan duduk diatas pelepah kelapa sambil berpegangan pada daun kelapa agar tak terjatuh (tapi sebenarnya tetap jatuh, sih karena keseimbangan selalu oleng begitu pelepah digerek, wkwkw).

Jika jumlah pelepah hanya satu atau sedikit maka kami memainkannya langsung beramai-ramai. Yang penting imbang agar pelepah bisa digerek sambil setengah berlarian.

Akan tetapi, selama bermain, pakaian, badan, muka dan rambut kami menjadi kotor karena pelepah bergesekan dengan tanah lapangan yang merupakan tanah merah atau terguling ke tanah saat terjatuh dari pelepah.

Terkadang, kami juga mengalami luka kecil bahkan baju maupun celana kami sobek karena ikut tergesek dengan tanah. Hal itulah yang membuat kami dimarahi oleh ibu kami, wkwkwk.

Meskipun begitu, bermain gerek pelepah kelapa ini tetaplah sangat menyenangkan bagi ane dan teman-teman ane di masa kecil.





Gan, pernah gak main pistol kayu seperti ini? Dulu, ane sama teman-teman ane gak jarang dimarahin sama emak-emak gara-gara mainan ini, wkwk.

Pistol ini terbuat dari kayu dengan peluru yang bagian luarnya dibungkus kertas. Saat kertas peluru dimasukkan ke celah peluru dalam pistol maka akan terdengar suara letupan yang cukup nyaring.

Kami terkadang menakuti-nakuti anak perempuan dengan mainan ini atau juga bermain mainan ini di dekat rumah emak-emak yang di dalamnya ada bayi.

Anak perempuan yang kami takut-takuti mengadu pada emaknya karena ketakutan dengan suara pistolnya atau adek bayi yang menangis karena kaget dengan suara pistol ini.

Kedua hal tersebut yang menjadi penyebab emak-emak naik darah dan memarahi kami. Biasanya, kami segera kabur jika ada kesempatan untuk melarikan diri tapi jika tidak maka kami hanya bisa pasrah dimarahi, wkwk.