Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Vieee111Avatar border
TS
Vieee111
PUDAR


Tidak ada pelangi hari ini. Bahkan semua warna seperti menghilang. Tidak ada lagi merah menyala yang selalu terpancar di wajah Ibu yang berang melihatku terlambat bangun. Tidak ada lagi hijau muda yang keluar dari pancaran mata kakak yang setia menenangkanku saat aku menangis diam-diam di dalam lemari. Semuanya tidak lagi terlihat. Bahkan warna biru yang selalu memancar dari tubuh Ayah juga kali ini lenyap.

Hilang ... semuanya hilang.
Tidak ada apa-apa di sekelilingku.
Semua warna seolah-olah memilih bungkam dan menjauh.

* * *

"Ra? Rara? Kamu di mana?"

'Ibu. Itu suara Ibu, kan?'
Beliau pasti mencariku. Ibu adalah satu-satunya orang yang paling lihai menemukanku jika sedang bermain petak umpet. Terakhir kali, Ibu berhasil menemukan diriku bersembunyi di dalam laci meja kerja Ayah. Aku masih ingat betul teriakannya saat menemukanku yang sedang mengunyah jari-jari tangan karena lapar.

"Berhenti, Ra! Ibu akan mencarikan makanan yang lebih enak dari jari-jarimu itu!" hardiknya kesal.

Ibu selalu saja begitu. Baginya, barangkali aku hanya anak yang merepotkan. Memaksanya melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak ingin Ibu lakukan. Aku tahu, semua perlakuan dan perhatian Ibu padaku karena terpaksa.

"Rara!"

Kali ini beliau berteriak sangat marah sambil membanting salah satu kursi di dapur. Sepertinya wanita yang dinikahi Ayah tiga tahun lalu itu mulai frustrasi karena tidak kunjung menemukanku.

Namun, kemarahan itu tidak juga berlangsung lama. Karena bosan terus-menerus mencariku yang tidak kunjung ketemu, Ibu lalu mengempaskan tubuhnya ke sofa. Memainkan ponsel super pintar yang bahkan bisa berbicara sendiri untuk beberapa saat.

Wanita yang kupanggil Ibu itu sangat cantik. Saking cantiknya, aku selalu ingin mengunyah wajah itu tiap kali melihat beliau merias diri. Seperti hari ini, beliau terlihat sangat cantik saat menangis di sampingku.

"Ra ... Rara ... Rara!"

Ini ... ini suara kakak. Kakak perempuanku satu-satunya. Orang yang akan selalu membela dan berada di pihakku dalam keadaan apa pun. Satu-satunya orang yang selalu membuatku yakin bahwa aku tidak pernah sendirian.

Tangannya sangat halus. Jari-jarinya yang lentik itu terlihat paling cantik saat melukis di atas kanvas. Kakak orang yang pendiam. Akan tetapi paling mengerti tentang diriku melebihi diriku sendiri.

Suatu hari aku pernah membuatnya menangis. Tangis yang terus kuingat hingga kini karena sangat kusesali. Hari itu kakak banjir air mata melihat diriku duduk meringkuk di dalam lemari dengan kaki bersimbah darah. Kakak berhasil menemukan pisau kecil yang kusembunyikan. Pisau yang kugunakan untuk menyayat-nyayat kakiku sendiri.

Kakak terus menangis hingga matanya memerah dan wajah sedikit bengkak. Aku sangat menyesali kebodohanku. Aku terus mengutuk diri yang berada dalam pelukan kakak karena telah membuatnya begitu menderita.

Lalu Ayah. Di mana Ayah sekarang?
Aku bahkan belum mendengar suaranya sejak kemarin. Belum menatap sepasang matanya yang diwariskan kepadaku. Aku sangat merindukan Ayah. Namun, sejak menikah lagi beliau seperti tidak punya waktu untuk sekadar menyapaku. Apalagi mendengar semua keinginan-keinginanku.

Aku sangat merindukan Ayah. Aku ingin Ayah memelukku lagi. Membacakan dongeng sebelum tidur. Mengelus dan mencium kepalaku. Ayah ....

* * *
Aku mulai bosan dan mengutuk diri untuk kesekian kalinya. Sejak menyayatkan pisau dapur yang baru Ibu beli kemarin ke leherku sendiri, kini aku tidak bisa melihat apa-apa. Semuanya memudar ... lalu hilang entah ke mana. Ah, sepertinya seseorang telah mencuri sepasang mataku lagi.


Pwr, 13 April 2019
anasabilaAvatar border
annirobiahAvatar border
itkgidAvatar border
itkgid dan 3 lainnya memberi reputasi
4
336
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan