Edwin, pasien penyakit vitiligo, bersiap menjalani fototerapi di RS Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/6/2019).
Orang tua dan pasien berkumpul di ruang Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/6/2019). Para dokter spesialis kulit dan kelamin turut bergabung dalam hari bersejarah itu.

Pada hari itu, pertama kalinya Indonesia ikut memeringati Hari Vitiligo Sedunia. Peringatan di Indonesia dilakukan di Bandung; sementara acara global berlangsung di Hanoi, Vietnam, pada hari yang sama..

Hari Vitiligo Sedunia digelar setiap 25 Juni sejak 2011. Pemilihan tanggal disesuaikan dengan waktu kematian bintang musik pop dunia Michael Jackson yang terkena penyakit kelainan kulit itu.

Vitiligo merupakan kelainan pigmentasi kulit. Orang Sunda mengenalnya sebagai corob.

"Yaitu hilangnya sel penghasil pigmen (melanosit) sehingga menyebabkan tidak terbentuknya zat warna (pigmen)," kata Endang Suteja, Ketua Kelompok Studi Imunodermatologi dan Dermatosis Akibat Kerja di RSHS Bandung, Selasa (25/6).

Dengan kata lain, ada gangguan terhadap proses pewarnaan kulit oleh tubuh. Akibatnya pada bagian tertentu, kulit tidak memiliki kelir yang sama dengan bagian tubuh lainnya. Hasilnya muncul bercak warna putih atau susu. Noktahnya bisa tumbuh dan menyatu.

Dokter menggolongkan tiga ragam Vitiligo. Jenis Focal seperti muncul di jari tangan, tidak menyebar ke bagian tubuh lain.

Lalu tipe Segmental menyerang suatu tempat kulit tubuh dan susah disembuhkan. Sementara Generalized Vitiligo menyerang semua bagian tubuh.

"Kasus penyakit Michael Jackson seperti itu," kata Wakil Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) Diah Puspitosari.

Vitiligo muncul seketika. Namun ada lima faktor penyebabnya yang kerap tak diketahui.

Dokter mencurigai ada peran faktor genetik, tapi Vitiligo bukan penyakit genetis atau keturunan. Pencetus lainnya adalah penyakit autoimun, trauma benda tumpul dan tajam, sinar matahari, serta stres.

Namun begitu, dokter masih sulit memastikan faktor penyebabnya pada pasien. Sambil meneliti sebab pastinya, para dokter mengedepankan pencegahan dan penyembuhan pasien.

Vitiligo menurut dokter termasuk penyakit autoimun yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh. "Sistem imun menyerang sel-sel sehat dalam tubuh pasien," kata Kepala Divisi Dermatologi Anak RSHS Bandung, Reiva Farah Dwiyana.

Faktanya, vitiligo bukan kutukan. Penyakit itu tidak menular karena bukan disebabkan oleh bakteri atau jamur. Dia juga tidak berefek samping menimbulkan penyakit lain. Secara medis tidak ada alasan untuk mengucilkan pasien vitiligo.

"Perlakuan seperti itu bisa bikin stres dan menambah bercak putih, stres lagi, muncul bercak lagi, terus saja seperti lingkaran," ujarnya.

Siapa pun bisa terkena vitiligo tapi kemunculannya sulit ditebak. Sekitar 1-2 persen populasi bisa terkena tanpa memandang jenis ras, kelamin, dan lintas usia. "Separuh kasusnya terjadi pada usia 20 tahun," kata Reiva.

Pasien termuda vitiligo di RSHS, Akmal, kini berusia lima tahun. Jemari kedua tangannya belang oleh bercak putih.

Vitiligo terdeteksi saat umur Akmal baru 8 bulan. Menurut cerita ayahnya, Yudi Yulesman (37), sudah empat tahun anak pertamanya itu menjalani pengobatan. Mulai pemakaian salep sampai fototerapi.

Alvino, pasien vitiligo anak di Bandung, yang sudah menjadi pasien RSHS Bandung, sejak dua tahun lalu.
Cara itu pula yang dilakoni seorang karyawan, Edwin Putra (35). Vitiligo muncul diam-diam di bagian kepala dan kedua kaki. Luas bercaknya seukuran daun telinga. Sementara Alvino (14) terkena sejak kelas 2 Sekolah Dasar. Bagian bawah wajah sebelah kiri muncul bercak putih hingga ke leher seperti awan.

Pelan-pelan selama bertahun-tahun mereka menjalani pengobatan. RSHS Bandung menerima kunjungan sekitar 20 orang pasien baru dan lama setiap pekan.

Tahun lalu, jumlah pasien tercatat sekitar 100 anak dan 300-an orang dewasa. Menurut Reiva, ada beberapa metode penanganan medis untuk mengatasi vitiligo.

Dokter biasa memakai beberapa jenis obat oles seperti kortikosteroid, pimecrolimus atau tacrolimus, dan losion depigmentasi. Krim atau salep kortikosteroid, misalnya, untuk pasien yang memiliki bercak putih pada sebagian kecil badannya.

Pasien juga diminta untuk menghindari sinar matahari langsung karena berdampak buruk pada kulit. Sebagai gantinya, vitamin D dari matahari yang menjadi salah satu sumber penting dipasok suplemen.

Penelitian terakhir, kata Reiva, vitamin D dosis tinggi hingga 5000 IU (International Unit) dapat membantu mengatasi kondisi autoimun pada vitiligo. "Sehingga bercak-bercak repigmentasi atau kecokelatan akan muncul," ujarnya.

Bagi pasien seperti Akmal dan Edwin, pengobatan yang cocok adalah dengan terapi cahaya (fototerapi). Terapi ini memakai alat pemancar cahaya ultraviolet A dan B untuk memulihkan warna kulit yang putih.

Ada pula terapi laser yang cara kerjanya dan tujuannya sama seperti fototerapi. Efektifnya pada vitiligo yang menyerang sebagian kecil kulit tubuh. Pada kasus serupa, pasien bisa menjalani cara lain yaitu dengan operasi cangkok kulit. Syarat lainnya bercak putih tergolong stabil atau tidak berkembang ke wilayah lain.

Sebelum berpisah, orangtua, pasien, dan dokter meresmikan pembentukan komunitas Viti HOPE, singkatan dari Happy, Optimistic, Pray, Empaty. Wadah ini bertujuan agar pasien mendapat penanganan yang tepat, informasi akurat, sehingga lebih percaya diri dan kualitas hidupnya meningkat. Jalinan ini ikut menunjang riset dokter soal Vitiligo di Indonesia.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...ichael-jackson

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- 8 Narkoba baru belum diatur Kemenkes

- Jalan redenominasi rupiah masih panjang

- Istana deteksi 30 terduga teroris masuk Jakarta jelang putusan MK