wulaniyatiAvatar border
TS
wulaniyati
Hijrahnya Mengantarkan Kepada Keabadian


Teduhnya pohon beringin ini membuat aku harus berjuang menahan mata yang ingin mengatup. Sejak menemukan pohon beringin yang terletak di pinggir sungai dan terlewati saat pergi dan pulang sekolah aku seringkali mampir tidak hanya untuk berteduh tetapi juga untuk menenangkan diri saat diriku penuh oleh amarah, kesedihan, keputusasaan apapun rasa yang terjadi. Pohon beringin itu menjadi tempat favorit sejak kami pindah ke desa ini.


Sumber gambar: pixabay.com


Umurku baru 11 tahun, kami -- ibu, kakak, aku dan ke adikku -- pindah ke desa ini tiga tahun lalu.

Aku tidak tahu alasan kenapa kami pindah, padahal di tempat awal kami tinggal semua serba ada. Rumah kami besar. Setiap anak memiliki kamar sendiri. Kalau ke sekolah diantar mobil sendiri. Ibu tidak repot karena banyak yang membantu memasak, mengurus rumah, bahkan halaman saja ada yang mengurusnya.

Di depan rumah ada ruangan -- orang-orang menyebutnya pos jaga -- tempat beberapa orang berjaga, ayah kalau kemana-mana dikawal. Pengawal ayah yang juga mengawal semua orang di keluargaku berbadan tinggi besar, mukanya garang tetapi baik dan ramah kepada kami semua. Sepertinya ayahku orang penting.

Hingga satu waktu di malam hari saat aku dan saudaraku tertidur kami dibangunkan masih menggunakan piyama kami dibawa mengendarai satu mobil -- biasanya satu orang satu mobil -- ke satu desa yang kami belum pernah berkunjung ke sana.

Suasana mencekam, saat masih di rumah pengawal ayah berkumpul banyak sekali, mereka berbincang dengan suara pelan. Bicara pada ibu agar segera bersiap pergi, ibu bertanya dimana ayah tetapi tidak seorang pun yang menjawab dimana keberadaan ayah. Aku tidak terlalu memperhatikan karena masih mengantuk, adik-adikku malah rewel dan menangis karena diganggu tidurnya.

Kami sampai di desa yang dituju jelang subuh, ada sebuah rumah dengan halaman cukup luas tetapi rumahnya lebih kecil dibanding rumah kami sebelumnya. Di sana sudah bersiap pengawal ayah yang lain menyambut kami. Di halaman beberapa mobil terparkir milik para pengawal ayah.


Sumber gambar: pixabay.com


Setelah barang bawaan kami diturunkan semua pengawal kami pergi meninggalkan kami yang masih bingung dengan apa yang terjadi kecuali ibu. Ibu tahu apa yang terjadi tetapi tidak memberitahu kami.

"Ibu, kenapa kita pergi ke sini? " kakakku bertanya sambil memegang tangan ibu.

Ibu hanya menatap kami bergantian dengan linangan air mata.

###

Besoknya aku terbangun karena erangan tangis ibu dan kakak. Aku keluar dari kamar dan sudah banyak orang berkumpul. Di tengah rumah ada yang tertidur tetapi seluruh tubuhnya ditutupi kain, di sanalah ibu dan kakak sedang menangis.


Sumber gambar: pixabay.com


Aku mendekati mereka, para pengawal ayah tersebar banyak di dalam dan luar rumah, aku singkap kain penutup dan kulihat ayah yang terbaring di sana. Mukanya lebam di beberapa tempat tetapi kulihat damai dan tersenyum. Aku mendekati ibu yang matanya bengkak karena menangis.

"Ibu, ayah kenapa?" Ibu tidak menjawab hanya mengusap dan mencium kepalaku.

Hal selanjutnya yang aku ingat pemakaman yang dilaksanakan di sekitar desa itu juga. Cuma yang aku heran pemakamannya seperti sudah disiapkan untuk kami sekeluarga, ayah, ibu, kakak, aku, dan kedua adikku. Ada enam lubang tersedia dan satu lubang sudah terisi oleh ayah.

###

Ternyata aku benar-benar tertidur di bawah pohon beringin itu. Aku dibangunkan kakakku yang mencari karena sampai sesore ini aku belum pulang. Aku lihat jam sudah menunjukkan pukul 15.30. Hampir tiga jam aku tertidur, ibu pasti cemas menungguku. Aku segera bangkit mengayuh sepeda untuk pulang.


Sumber gambar: pixabay.com


Aku menyimpan sepeda di garasi, masuk ke rumah lewat pintu yang menghubungkan garasi dan dapur, di sana ada ibu sedang memasak.

"Assalamualaikum" Ibu menoleh dan menjawab salamku tanpa menghentikan pekerjaan mengiris sayurnya.

"Waalaikumsalam, tertidur di bawah pohon beringin itu lagi nak? " aku mengangguk lalu duduk di kursi makan.

"Maafkan aku bu"
"Tidak apa-apa, mandi lalu sholat. Belum sholat ashar kan? "
"Iya bu, belum." Aku berlalu sambil memeluk ibu orang yang memberikan kekuatan dan kedamaian padaku.

###

Setelah selesai makan malam ibu, kakak, dan aku berkumpul di ruang keluarga, sedangkan adik-adikku mengerjakan PR di kamarnya.

"Ada apa ibu memanggil kami?" kakakku memulai perbincangan.

"Ada yang mau ibu bicarakan dengan kalian karena kalian sudah besar dan perlu tahu kebenaran yang terjadi."

Ibu lalu bercerita tentang keluarga kami yang baru kami ketahui.

###

Ayah adalah seorang pemimpin kelompok. Sayangnya kelompok yang banyak melakukan hal tidak baik kalau tidak mau dikatakan kejahatan. Anak buah ayah banyak tetapi musuh ayah juga banyak.

Ayah memang seorang yang berkharisma, gagah, tampan, pintar, juga sangat berani itulah sebabnya ayah menjadi seorang pemimpin.

Ayah orangnya sangat melindungi tidak hanya kami tetapi semua pegawai dan anak buahnya dianggap keluarga sehingga ayah sangat menjaga kebutuhan, kebahagiaan dan keselamatan kami. Itulah sebabnya kami anak-anaknya tidak tahu apa-apa yang kami tahu semua keinginan dan kebutuhan kami dipenuhi. Begitupun dengan pegawai dan anak buah ayah sangat menghormati dan menjaga ayah.

Kata ibu satu waktu tetiba ayah menanyakan sajadah. Ayah bilang kalau sudah lama kepalanya tidak diletakkan di bumi sebagai tanda penghambaan pada-Nya yang membuat ayah sering sombong dan takabur. Aku merasakan perubahan ayah saat aku dan kakakku sering diingatkan untuk tidak meninggalkan sholat.

"Ayah memilih hijrah nak." Kata ibu sambil berlinang air mata.

Ternyata hijrahnya ayah harus dibayar mahal dengan makin banyaknya musuh yang dimiliki juga yang ingin menjatuhkan ayah, pantas saja setiap keluar rumah kami harus dikawal.

Hingga satu waktu ayah dikabarkan hilang. Itulah malam mencekam yang kemudian kami malam-malam di bawa ke desa ini. Ayah ditemukan keesokan harinya sudah tidak bernyawa dengan lebam dan luka tembak. Katanya jadi berita dan kasus besar.

Aku dan kakakku termangu mendengarkan cerita ibu.

"Itulah ayah kalian, yang pernah hidup dalam kegelapan. Walau kemudian memutuskan hijrah tidak berbuat hal nista lagi. Tetapi hijrahny mengantarkan kepada keaabadian." Ibu mengeluarkan dua surat. Yang satu untuk kakak yang satu untukku


Sumber gambar: pixabay.com


Kakak membuka suratnya begitupun aku. Terlihat tulisan ayah yang indah dan rapi. Ternyata ayah sudah mempersiapkan surat ini sesaat setelah ayah memutuskan hijrah agar hidupnya lebih baik dan tenang.

Spoiler for Surat dari Ayah:


Air mataku meleleh, begitupun kakakku. Kami memeluk ibu lalu tidur dipangkuannya dan membasahi baju ibu dengan air mata kami.

###


Sumber gambar: pixabay.com


Pagi ini aku mengunjungi ayah di tempat berbaring dalam keabadiannya.

Quote:


Aku pergi setelah mendoakan dan menyimpan secarik kertas untuk ayah.

Quote:



Sumber gambar: pixabay.com


Surobledhek746Avatar border
lina.whAvatar border
makolaAvatar border
makola dan 16 lainnya memberi reputasi
17
2.8K
57
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan