Cinta bertepuk sebelah tangan?

Sajak rindu, membelai lembut lewat hembusan angin. Debaran demi debaran berebut memenuhi sisi hati. Demi sebuah rasa bernama cinta.

Pagi telah beranjak, berganti siang dengan cahaya matahari yang membakar. Seperti siang ini saat sebuah nama mampir di beranda, Yuki. Benarkah itu dia, gadis yang dulu ku Kagumi? Dengan cepat ku kirim permintaan pertemanan.

***

Yuki Nur A namanya, teman sebaya ku semasa SMA. Kau tahu, senyumnya segaris sinar jingga saat senja menyapa, cantik. Binar matanya, meneduhkan. Kau tahu siapa aku? Seseorang yang sepanjang hari menghabiskan waktu, memperhatikan dia.

Ha-ha-ha ... Lucu memang, meski seumuran, aku tak bernyali. Bahkan meski ku mengagumi setengah mati, dia tak lebih mengenalku sebatas teman sekelas yang terkenal kuper, seorang siswa berseragam rapi, rambut belah samping lengkap dengan kaca mata tebal yang membantuku bisa melihat wajah yuki dengan jelas.

***

Sepuluh tahun telah berlalu, selama itu pula aku tak pernah melihat dia lagi. Yuki hilang dari peredaran. Sulit bagiku melupakan siluetnya. Dia gadis ceria, selalu baik terhadap siapa saja, kepadaku? Dia kerap tersenyum, saat tak sengaja mata kami saling bertatap. Canggung.

Kabar terakhir, dia telah menikah.
Patah hati? Mungkin.

***

Binar bahagia seketika menyeruak, saat notifikasi permintaan pertemanan ku diterima. Segera ku stalking galeri fotonya. Tak banyak informasi kudapat, dia bukan Yuki yang ku kenal dulu. Dia telah berhijrah, tak lagi sama begitu pula rindu ini, sebatas aku yang merasakannya.

Namaku Rizal, menjalani hidup sebagai sosok kuper selalu terkubur dengan tumpukan buku membuatku jenuh. Perasaan minder kerap menyergap, merasa tak pantas untuk bergaul. Aku tertinggal dalam banyak hal, termasuk cinta.

Lulus dari SMA dengan nilai hampir sempurna, membuatku dengan mudah memilih melanjutkan ke universitas negeri manapun yang aku mau. Saat itu, satu hal yang kupikirkan, aku harus berubah.

Hijrah ke sebuah kota pendidikan, bernama Malang. Pertama kali yang kulakukan saat tiba di kota itu adalah aku mendatangi sebuah salon khusus pria, merubah gaya rambut belah sampingku dengan gaya rambut cepak yang sedang nge-trend saat itu.

Selesai di sana, aku menuju sebuah pusat perbelanjaan.kuhabiskan sebagian tabungan untuk membeli beberapa pakaian yang lebih kekinian. Dengan tampilan baru, sebuah produk mungkin akan lebih diterima, begitu juga aku. Mungkin.

Aku belajar fashion dan pergaulan dari beberapa media cetak, karena saat itu internet hanya terbatas di beberapa kalangan. Komunikasi pun baru sebatas telepon dan SMS.

Sesekali menyambangi cafe dan club malam, yang ku ketahui beberapa tahun kemudian apa yang kulakukan saat itu, belum tepat. Mungkin juga salah.

***

Yuki ku telah kembali, mentari kembali menyapaku saat matahari menyembul, aku bahagia.

Bagaimana kisahku dengan dia selanjutnya?
Entahlah, dia yang ku Kagumi semakin misterius. Satu hal yang aku ketahui, Yuki telah mengambil jalan, bernama Hijrah.

Sedangkan aku, tetap menjadi pemuja rahasianya, jika dulu aku mencuri pandang kini aku mencuri informasi nya lewat beranda facebook.

Kicau burung bersenandung riang, merangkai aksara rindu di bawah langit sore. Bintang dan sembilan telah bersiap datang. Menemaniku menghabiskan malam yang panjang, menahan rindu untuk dia di sana. Ribuan kilo meter jaraknya.

Akhirnya aku menyerah, membiarkan hidupku berakhir di meja nista. Over dosis telah mengantarkan ku pada kematian yang menyakitkan.

Yuki ... Semoga engkau bahagia, ternyata kita tidak berjodoh. Aku bukanlah pribadi yang tepat untukmu. Aku menyadari hal itu.

Adakalanya Hidup yang kau anggap membosankan, adalah hidup yang menyelamatkanku dari perbuatan dan tindakan tak berguna.

Kini, saat tubuh tak berdaya, hanya sesal tiada guna. Ternyata bukan ketenaran yang dipertanyakan, tapi amal perbuatan shalih yang dipertanggungjawabkan.

Malang, Maret 2019