Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

wowonwaeAvatar border
TS
wowonwae
Kejanggalan PKPU nomor 3 tahun 2019


Jelang Pemilu 2019 banyak sekali berita tentang kekhawatiran KPU melakukan kecurangan. Ane sendiri memandang, sangat nekat kalau KPU berani melakukan kecurangan sistemis dalam penyelenggaraan Pemilu. Peserta pemilu demikian banyak, dan suhu politik sedemikian panasnya. Rasanya terlalu berani kalau mau berbuat curang memihak salah satu peserta.

Namun begitu, ane melihat kejanggalan yang cukup berarti dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Hal ini bisa jadi hasil breakdown dari PP atau UU. Darimanapun sumbernya, kejanggalan tetap harus diluruskan. Kejanggalan tersebut bisa saja dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk berbuat curang demi meraih kemenangan.

Spoiler for Detil PKPU:


Terkait dengan dua pasal tersebut, ane mempunyai beberapa ilustrasi terbukanya kesempatan bagi penyelenggara dan atau pihak-pihak tertentu untuk melakukan kecurangan, terlepas untung atau ruginya jika dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan.

Yang perlu diketahui, dan merupakan dasar dari kajian ini adalah bahwa Pemilu 2019 tidak ada Pantarlih sebagaimana disebutkan dalam PKPU. Tugas untuk melakukan penyusunan daftar pemilih adalah anggota PPS Divisi Mutarlih.

Dan untuk diketahui pula bahwa PPS melakukan penyusunan daftar pemilih sementara (DPS) berdasarkan data dari KPU berupa DPT terakhir. Misalnya, di Jawa Tenggah, karena tidak lama sebelumnya ada Pemilihan Gubernur tahun 2018, maka bahan dasar yang digunakan untuk menyusun DPS adalah DPT Pilgub 2018.


Ilustrasi Tindakan Curang

Jika mau, tindakan curang dapat dilakukan dan tetap legal karena ada payung Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan peraturan yang dibreakdown darinya, dengan dua modus berikut:

Pertama, PPS bisa saja dengan sengaja mencoret beberapa nama dari DPT pemilihan sebelumnya, dengan cukup melaporkannya sebagai "tidak dikenal". Padahal, pelaporan "tidak dikenal" tidak membutuhkan bukti. Dengan demikian, nama-nama tersebut hilang dari DPS. Setelah DPT (DPTHP-2) ditetapkan, mereka disuruh pindah domisili ke daerah pemilihan lain, dan masuk dalam DPK (Daftar Pemilih Khusus) yang mendapat hak memilih lebih baik daripada DPTb. DPTb hanya mendapatkan surat suara yang sesuai sesuai dapilnya, sedangkan DPK mendapat surat suara penuh (5 jenis surat suara). Hal ini bisa dilakukan oleh penyelenggara (PPS) bekerjsama dengan calon anggota DPR/DPD guna menyokong suara, dan tidak salah menurut aturan (PKPU Nomor 3 Tahun 2019).

Kedua, pihak-pihak tertentu bisa saja bekerjasama dengan pemerintah (Disdukcapil) untuk membuatkan KTP-el kepada warga asing tanpa proses registrasi dari Pemerintah Desa. Andai saja hal ini terjadi, dan dilakukan dengan asumsi 5 orang per TPS, maka akan ada pemilih jenis DPK sebesar 4.025.340 orang yang siap menyokong perolehan suara.

Quote:


Spoiler for sumur::
Diubah oleh wowonwae 06-04-2019 18:27
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.1K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan